Gereja Kampung Sawah, konsisten dengan adat Betawi sejak 1896
Tradisi ini diniatkan untuk mengolaborasi sekat-sekat perbedaan yang semakin mengikis.
Dewan Paroki Gereja Santo Servatius Kampung Sawah, Bekasi, Matheus Nalih Ungin, mengatakan, sejak berdirinya gereja perdana pada tahun 1896 lalu, umat perdana sudah menggunakan tradisi Betawi, karena 18 orang yang mengikrarkan merupakan penduduk asli Bekasi Kampung Sawah.
"Sekarang sejarah itu dicoba untuk tetap dijaga, dipertahankan, dan dicoba untuk digalakkan khususnya buat generasi penerus," kata Nalih kepada merdeka.com, Sabtu (19/12).
Menurut dia, tradisi ini diniatkan untuk mengolaborasi sekat-sekat perbedaan semakin mengikis, sehingga hubungan antar sesama warga Kampung Sawah semakin rukun, dan semakin saling menghormati dan menghargai dengan mengeleminir suku, ras, dan agama.
"Seiring berjalannya waktu kemudian tradisi itu sedikit memudar, kemudian seiring adanya pergantian para pastor yang menetap di Kampung Sawah secara gencar Gereja memulai lagi menggalakan tradisi itu," kata dia.
Sebab, pihak gereja memandang bahwa penggunaan adat ada baiknya. Karena kebudayaan bisa juga menjadi petunjuk peradaban suatu masyarakat yang sekaligus juga digunakan sebagai perekat antar sesama dalam kehidupan yang beragam di Kampung Sawah.
"Prinsip-prinsip itulah yang dipakai oleh Gereja Santo Servatius untuk tetap mempertahankan tradisi yang sudah dilakukan oleh para leluhur sejak tahun 1896 sebagai Gereja perdana," katanya.
Maka kemudian Gereja Santo Servatius membuat inkulturasi betawi dalam kegiatan ibadahnya, dengan harapan besar bahwa umat boleh mendekatkan diri pada Tuhan sesuai dengan tradisi dan kebiasaaan sehari hari dengan tetap mengacu pada pakem ekaristi Gereja Katolik.
Bahkan, ia menambahkan, Gereja mempunyai filosofi yang selalu digaungkan bagi warga Kampung Sawah terutama bukan warga asli. Filosofi itu adalah 'Siapa saja yang tinggal di Kampung Sawah, cari makan di Kampung Sawah, menata kehidupan di Kampung Sawah dan minum air Kampung Sawah harus jadi orang kampung sawah.
"Adat dan tradisi yang bukan Kampung Sawah boleh sejenak ditinggalkan. Kalau itu terjadi maka kedamaian, kerukunan dan ketentraman pasti ada di Kampung Sawah," katanya.