Guru Besar UI: Heuristika Hukum ala Ketua MA Bisa Jadi Pedoman Bagi Hakim
Menurut dia, heuristika hukum bisa menjadi seni untuk menemukan pendekatan baru. Seni untuk menemukan jalan keluar baru, dalam proses peradilan. Dia mengatakan, sebuah kasus merupakan problematika yang perlu ditemukan jalan keluarnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Topo Santoso PhD menyebut, heuristika hukum bisa menjadi pendekatan baru dalam proses peradilan.
Topo Santoso menanggapi ide dan gagasan heuristika hukum dari Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin. Topo mengatakan, konsep heuristika hukum menarik untuk didiskusikan.
-
Kapan acara nobar film ‘Pesan Bermakna Jilid III’ di Mahkamah Agung? Setelah perilisannya, akhirnya Mahkamah Agung dan para pemain yang terlibat dalam film ‘Pesan Bermakna Jilid III’ hadir dalam kegiatan nonton bareng yang bertempat di Balairung Mahkamah Agung pada 18 Agustus 2023.
-
Dimana letak Makam Agung Arosbaya? Salah satu makam bersejarah di Pulau Madura, khususnya Kabupaten Bangkalan ialah Makam Agung.
-
Di mana Masjid Agung Palembang terletak? Masjid Agung ini merupakan bagian dari peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa dikenal dengan Jayo Wikramo.
-
Di mana letak Masjid Agung Banten? Masjid Agung Banten menjadi destinasi religi utama yang ada di provinsi tersebut.
-
Siapa yang melakukan konvoi di depan gedung Kejaksaan Agung? Rombongan konvoi dengan belasan kendaraan itu, melintas sebanyak tiga kali pada malam itu. Video viral aksi konvoi personil Brigade Mobil (Brimob) Polri memakai sepeda motor trail dan mobil menggeruduk Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ternyata benar.
-
Kapan Masjid Agung Banten dibangun? Dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa masjid besar ini mulai dibangun atas perintah Sultan Maulana Hasanuddin, Putra dari Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1552 – 1570 M.
Menurut dia, heuristika hukum bisa menjadi seni untuk menemukan pendekatan baru. Seni untuk menemukan jalan keluar baru, dalam proses peradilan. Dia mengatakan, sebuah kasus merupakan problematika yang perlu ditemukan jalan keluarnya.
"Jadi kita tidak bisa menggeneralisasi, tidak semua kasus sama. Sebab, tersangkanya, korbannya, itu beda-beda," kata Prof Topo, dikutip dari Antara, Senin (22/2).
Kasus hukum menyangkut manusia dengan berbagai latar belakang dan persoalannya. Sehingga hakim dituntut menemukan seni pendekatan dalam melihat sebuah perkara.
Dalam menangani perkara, hakim dihadapkan pada dua tahap pekerjaan. Pertama, ketika hakim mau memutuskan perkara itu benar atau salah, terbukti atau tidak, pasti berdasarkan analisis terhadap barang bukti, keterangan terdakwa, keterangan ahli, sampai pada keyakinan sang hakim.
Kedua, kalau dari analisa tersebut ternyata terbukti dan terdakwa dinyatakan bersalah, sang hakim masih ada tugas berikutnya, yaitu menentukan masa hukuman.
Pada KUHP yang disebutkan hanya maksimum hukuman. Kisaran hukuman bisa dimulai dari satu hari sampai, tujuh tahun, sepuluh tahun, dan seterusnya. Akhirnya, seringkali putusan hakim menjadi pertanyaan publik.
Karena itu, penting bagi seorang hakim mempertimbangkan banyak variabel dalam mengambil keputusan.
Artinya, posisi seorang hakim dalam memutuskan sebuah perkara hukum bukan hanya mengandalkan analisis saja, tetapi juga melibatkan nurani, kontemplasi. Hakim harus merenungkan apakah putusannya itu adil atau tidak, proporsional atau tidak.
"Ini membutuhkan seni untuk memutuskan. Oleh karena itu, pidato Prof Syarifuddin tentang heuristika hukum, menurut saya sangat bagus untuk saat ini dan bisa menjadi pedoman dan acuan bagi para hakim," kata Prof Topo.
Heuristika hukum merupakan buah dari pemikiran Ketua Mahkamah Agung. Selama kurang lebih 35 tahun menjalankan tugas sebagai hakim, ia menyadari ada problematika klasik dalam penegakan hukum korupsi yang belum mendapatkan jawaban secara tuntas, tidak saja dalam dunia akademis, melainkan juga dalam dunia praktik.
Permasalahan tersebut muncul sebagai akibat dari ketentuan hukum normatif dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang memberikan ruang yang sangat lebar bagi penegak hukum, termasuk para hakim, untuk menentukan besaran dan lamanya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi.
Sehingga, penegakan hukum korupsi di Indonesia terkadang sangat kaku dan kurang memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan bagi para pihak akibat penjatuhan sanksi pidana oleh hakim di pengadilan.
Ketua Mahkamah Agung menuangkan konsep heuristika hukum dalam pidatonya saat pengukuhan sebagai Guru Besar Tidak Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.
Baca juga:
Gagasan Ketua MA Dinilai Mampu Ciptakan Hukum yang Berkeadilan
Kasasi Ditolak, Aulia Kesuma Tetap Dihukum Mati
Ketua MA: Hakim Jangan Terpaku Aturan Normatif, Kedepankan Nilai Kemanusiaan
MA Selesaikan 20.562 Perkara Sepanjang 2020
Selama Pandemi, Perkara Didaftarkan Melalui Aplikasi E-Court Meningkat 295 Persen
Ketua MA: Pandemi Covid-19 Percepat Migrasi Peradilan Konvensional ke Elektronik