Hasil Riset LIPI: 9 Provinsi Tak Keberatan Perda Syariah Diterapkan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan hasil riset terkait intoleransi dan radikalisme, terdapat 42,5 persen menyetujui jika Perda Syariah diberlakukan 9 Provinsi di Indonesia.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan hasil riset terkait intoleransi dan radikalisme, terdapat 42,5 persen menyetujui jika Perda Syariah diberlakukan 9 Provinsi di Indonesia.
Sembilan provinsi tersebut yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Yogyakarta dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Pertimbangan sembilan provinsi sebagai contoh karena daerah yang paling rawan terhadap potensi intoleransi dan radikalisme.
-
Apa yang menjadi pusat penyebaran Islam di Sidoarjo pada masa silam? Masjid Jami' Al Abror di Jalan Kauman Desa Pekauman merupakan salah satu saksi bisu sejarah berdirinya Kabupaten Sidoarjo. Masjid ini juga merupakan pusat penyebaran Islam di Sidoarjo pada masa silam.
-
Bagaimana Islam masuk ke Sidoarjo? Mengutip situs resmi Pemkab Sidoarjo, masuknya Islam ke Sidoarjo diperkirakan setelah kedatangan Sunan Ampel ke Ampel Denta Surabaya.
-
Bagaimana Syekh Nurjati menyebarkan agama Islam di Cirebon? Mereka diterima baik oleh penguasa setempat bernama Ki Gendeng Tapa pada tahun 1420, dan diberikan izin untuk mendirikan permukiman di Pesambangan, Giri Amparan Jati (bukit kawasan Gunung Jati). Di sana ia bersama rombongan mulai giat berdakwah, dan mengenalkan Agam Islam secara baik, perlahan dan bijaksana.
-
Di mana Syekh Nurjati menyebarkan agama Islam? Ia bergerak mengenalkan Islam ke wilayah barat pulau Jawa melalui semenanjung Malaka hingga ke pelabuhan Nagari Singapura yang saat ini merupakan wilayah Cirebon, Jawa Barat.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Bagaimana Syekh Wasil mendekati masyarakat dalam penyebaran Islam di Kediri? Saat pertama kali datang ke Kediri, Syekh Wasil tidak secara langsung menyebarkan Islam ke masyarakat. Ia menggunakan pendekatan tertentu, yakni memulai dakwahnya dengan mendekati para raja yang saat itu berada dalam masa pemerintahan Prabu Sri Aji Jayabaya.
"Sudah ada hasilnya memang ada 42,5 persen tidak keberatan jika Perda Syariah diberlakukan di suatu wilayah, meskipun masyarakatnya menganut agama atau keyakinan yang beragam," kata Peneliti Utama Pusat Penelitian Politik LIPI, Sri Yanuarti dalam Kampanye Publik Hasil Penelitian Intoleransi dan Radikalisme di Indonesia, di Hotel Patra Jasa Semarang, Kamis (15/11).
Dia menyebut dari 1.800 responden dengan 200 responden tiap provinsi mayoritas tidak setuju jika Perda Syariah diberlakukan, meskipun masyarakatnya menganut agama atau keyakinan beragam.
"Mayoritas tidak setuju sebesar 43,6 persen. Ini memberi catatan umum bahwa keberagaman di Indonesia sedang terancam," ujarnya.
Keberagaman terancam, bukan berarti menggambarkan secara umum akan timbul intoleransi dan radikalisme yang saling mengalahkan antaragama, suku dan kepercayaan.
"Ada 62,6 persen responden yang tidak setuju saat klaim pemeluk agama selain agamanya adalah sesat, dan 54,4 persen responden tidak setuju akan penolakan pendirian rumah ibadah agama lain di lingkungan sekitarnya. Jadi masih ada rasa hormat-menghormati," katanya.
Dari hasil survei respoden di sembilan provinsi juga masih menjunjung bahwa Pancasila merupakan ideologi yang paling tepat untuk negara Indonesia, sebesar 61 persen. Bahkan saat ditanya tentang pembubaran kegiatan agama lain, responden menjawab tidak setuju sebesar 78,9 persen.
"Faktor penyebabnya intoleransi dan radikalisme justru bermuara pada penggunaan media sosial yang memprovokasi perasaan terancam, ketidakpercayaan pada agama lain, fanatisme agama, dan sekularitas," jelasnya.
Dia mengakui, media sosial dinilai berdampak besar dalam menyemai bibit-bibit radikalisme dan intoleransi. Riset dilakukan selama satu tahun, dengan pengambilan dan pengolahan data di sembilan provinsi pada bulan Juli-September 2018. Menggunakan metode multistage random sampling.
"Maka, saya meminta penggunaan Undang-Undang di Sosmed, ITE harus bisa diterjemahkan dengan lebih baik oleh Kementerian Kominfo," katanya.
Pihaknya pun sedikit berlega, lantaran dari hasil survei menghasilkan pula respons terkait reaksi pertama saat membaca dan mendengar berita-berita terkait isu keagamaan tertentu yang cenderung menghasut.
"Responden 44,2 persen menjawab mengabaikan, 42,4 persen akan mencari tahu kebenaran informasi, membalas dengan komentar ada 1,2 persen dan yang marah sebesar 7,6 persen," terangnya.
Baca juga:
Penyempurnaan terjemahan Alquran di Indonesia
Jalan panjang perubahan penulisan kata dalam Alquran
Mahathir sebut hukum cambuk di depan umum menodai Islam
Bupati Bireuen larang pasangan bukan mahram ngopi semeja
Polisi syariat Aceh razia pakaian Islami, 50 warga berbaju ketat didata
Pasangan gay dicambuk 87 kali di depan umum