ICW Ingatkan Pansel KPK Tak Berikan Kuota Khusus bagi Kepolisian dan Kejaksaan
Agus menambahkan, asumsi berkenaan dengan belum adanya anggota kepolisian yang menduduki kursi pimpinan KPK merupakan hal yang keliru. Pasalnya tidak ada amanat khusus untuk KPK agar menyediakan kuota khusus bagi Korps Bhayangkara tersebut.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mendesak panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) agar tidak memberikan kuota tersendiri bagi para anggota Polri yang mendaftar sebagai Capim KPK.
"Panitia seleksi KPK tidak perlu memberikan kuota khusus terhadap anggota yang berasal dari unsur Kepolisian dan Kejaksaan," katanya dalam acara diskusi di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).
-
Apa yang dilakukan ICW untuk mengkritik KPK? Aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi unjuk rasa untuk mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menangkap Harun Masiku di depan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).
-
Kenapa ICW mengkritik KPK? Aksi yang dilakukan ICW ini untuk mengkritik KPK karena tak kunjung berhasil menangkap buronan kasus korupsi Harun Masiku sejak empat tahun lalu.
-
Bagaimana cara ICW mengkritik KPK? Saat melancarkan aksinya, para aktivis ini tampil memakai topeng pimpinan KPK yang dimulai dari Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, hingga Johanis Tanak.
-
Kapan IPK kuliah dihitung? Ini adalah nilai hasil kumulatif mulai dari semester pertama hingga semester akhir. Secara umum, nilai IPK didapat dengan cara menjumlahkan perkalian antara nilai huruf setiap mata kuliah yang diambil dan SKS mata kuliah.
-
Kapan Cak Imin ikut potong tumpeng di IKN? Gibran Rakabuming Raka mengungkit keikutsertaan Muhaimin Iskandar pada acara potong tumpeng di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
-
Kenapa Cak Imin ikut potong tumpeng di IKN? "Cak Imin dulu belum tahu dan dalam situasi belum kontestasi terpaksa harus ikut seremonial bersama pemerintah," ujar Jubir Timnas AMIN Angga Putra Fidrian dikutip Sabtu (23/12).
Hal itu, kata Agus, demi menghindari atau meminimalisir terjadinya konflik kepentingan di tubuh lembaga antirasuah itu.
"Untuk meminimalisir terjadinya konflik kepentingan," ujarnya.
Agus menambahkan, asumsi berkenaan dengan belum adanya anggota kepolisian yang menduduki kursi pimpinan KPK merupakan hal yang keliru. Pasalnya tidak ada amanat khusus untuk KPK agar menyediakan kuota khusus bagi Korps Bhayangkara tersebut.
Merujuk pada Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasal 29 mengenai persyaratan menjadi pimpinan KPK, menurut Agus, tidak termuat adanya kriteria khusus agar pimpinan KPK dari Polri maupun Kejaksaan.
"Sehingga narasi yang selama ini berkembang mengenai perlu adanya pimpinan KPK dari kepolisian dan kejaksaan sungguh tidak tepat," tutupnya.
Selain itu, Agus meminta Pansel KPK untuk lebih selektif mencari tahu rekam jejak capim KPK dari unsur Kepolisian dan kejaksaan. Terlebih lagi integritas para capim dari kedua lembaga penegak hukum tersebut.
"Agar tidak adanya konflik kepentingan yang dimiliki oleh calon pimpinan yang berasal dari kepolisian atau kejaksaan ketika sedang menangani kasus korupsi ataupun persoalan internal di KPK," ujarnya.
Dia menambahkan, hal itu berkaca dari kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menimpa Irjen Pol Firli. Saat menjadi Deputi Penindakan KPK, Firli diketahui menemui Tuan Guru Bajang, mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat yang kala itu kapasitasnya menjadi saksi dalam kasus suap divestasi PT Newmont.
"Namun sayangnya, (pengusutan) pelanggaran kode etik Firli tidak tuntas bahkan yang bersangkutan (justru) dipromosikan menjadi Kapolda Sumatera Selatan," ungkapnya.
Reporter: Yopie M
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
384 Orang Ikut Seleksi Capim KPK, Begini Proses Selanjutnya
Basaria Panjaitan Pimpinan KPK Ketiga yang Daftar Seleksi Capim
348 Peserta Daftar Capim KPK, 13 Orang Berasal dari Internal
Laode M Syarief Kembali Daftar Calon Pimpinan KPK
Tok! Pendaftaran Ditutup, Pansel Terima 348 Berkas Pendaftar Capim KPK