IDI Berduka RUU Kesehatan Disahkan
Meski kecewa, IDI mengaku siap mengawal penerapan UU Kesehatan ini hingga ke tingkat cabang.
IDI Berduka RUU Kesehatan Disahkan
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berduka atas pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU). RUU Kesehatan ini disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (11/7).
"Tentu kami kecewa dan berduka atas keputusan pengesahan ini," kata Juru Bicara IDI untuk RUU Kesehatan, Beni Satria kepada merdeka.com, Rabu (12/7).
Meski kecewa, IDI mengaku siap mengawal penerapan UU Kesehatan ini hingga ke tingkat cabang. IDI juga siap menjadi pengawas pelayanan kesehatan demi kesehatan dan keselamatan rakyat.
IDI menolak RUU Kesehatan karena pembahasannya dinilai sangat tidak transparan dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, RUU Kesehatan dianggap sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan.
Berbeda dengan IDI dan PPNI, Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) mengapresiasi keputusan DPR yang mengesahkan RUU Kesehatan. Menurut PDSI, UU Kesehatan sudah mengakomodir kepentingan tenaga medis dan kesehatan.
"PDSI mengucapkan terima kasih untuk pemerintah dan DPR," ucap Sekretaris Jenderal PDSI, Erfen Gustiawan Sugwanto.
Sebelumnya, PDSI mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam surat tersebut, PDSI menyatakan mendukung RUU Kesehatan. Menurut PDSI, RUU Kesehatan mempermudah akses pendidikan bagi tenaga kesehatan di dalam dan di luar negeri, termasuk memulangkan tenaga kesehatan WNI lulusan luar negeri untuk pulang mengabdi di tanah air. Selain itu, RUU Kesehatan dianggap mengembalikan wewenang negara mulai dari izin praktik hingga distribusi dokter tanpa intervensi berlebihan dari organisasi profesi tenaga kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, UU ini mengubah banyak hal. Di antaranya, mempercepat pemerataan dokter dan dokter spesialis. Budi yakin dengan adanya UU Kesehatan ini, Indonesia bisa mengatasi masalah kekurangan dokter dan dokter spesialis.
"Pemerintah sepakat dengan DPR bahwa diperlukan percepatan produksi dan pemerataan jumlah dokter, dokter spesialis, melalui penyelenggaraan dokter spesialis berbasis kolegium di rumah sakit," kata Budi dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
Selain itu, kata Budi, UU Kesehatan bisa menyederhanakan proses penerbitan surat tanda resgistrasi (STR). Menurutnya, selama ini proses penerbitan STR rumit dan lama.
Lebih jauh dari itu, Budi menyebut UU Kesehatan memberikan perlindungan terhadap tenaga kesehatan. Menurut Budi, selama ini ada tenaga kesehatan yang rentan terkriminilasisasi. "Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa tenaga kesehatan memerlukan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya. Baik dari tindak kekerasan, pelecehan maupun perundungan dari sesama," kata Budi. "Secara khusus bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindak pidana dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu," imbuhnya.
Budi menambahkan, UU Kesehatan juga membuat pembiayaan kesehatan yang tidak efisien dan efektif menjadi transparan.