Ini peran ketua komplotan Saracen, grup penebar kebencian di medsos
Menurut Kabag Mitra Humas Polri Kombes Awi Setyono, JAS sebagai ketua dari memiliki peran penting dalam mengelola website dan akun milik Saracen. Hal itu karena JAS merupakan seorang ahli informatika dan telekomunikasi (IT).
Penyidik Bareskrim Polri telah mengamankan tiga orang tersangka jaringan grup Sacaren penyebaran kebencian (hate speech) di media sosial. Tiga orang itu adalah JAS (32) SRN (32) dan MTF (44).
Menurut Kabag Mitra Humas Polri Kombes Awi Setyono, JAS sebagai ketua dari memiliki peran penting dalam mengelola website dan akun milik Saracen. Hal itu karena JAS merupakan seorang ahli informatika dan telekomunikasi (IT).
"Yang bersangkutan punya kemampuan membuat web, bisa me-recovery akun-akun yang diblokir, kemudian juga membuat akun yang real, akun yang semi anonymous, anonymous juga mereka kerjakan," ujar Awi, di Komples Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/8).
Selain itu, lanjut Awi, JAS jugalah yang berperan membuat meme sesuai dengan tren dan membuat narasi provokatif di media sosial. Kemudian sebarkan ke media sosial lainnya.
"Selama ini yang bersangkutan juga membuat meme, si JAS ini. Ujaran kebencian, sesuai trennya apa saat ini kemudian yang bersangkutan buat narasi-narasi yang sifatnya provokasi kemudian disebarkan kepada grup mereka," ungkapnya.
Tambah Awi, setiap meme yang dibuat hanya akan di masukan dalam satu grup di media sosial. Bahkan diketahui, JAS sendiri memiliki banyak akun media sosial.
"Dari penelusuran penyidik, misalnya dia membuat meme itu ditampung di dalam satu grup, nanti buat lagi meme, buat grup lagi. Makanya mereka juga kita temukan sim card-sim card yang banyak ya. Ada 50 lebih. Bahkan ketuanya sendiri ada sekitar kita temukan facebooknya ada 6 kemudian akun-akun lainnya ada 11 lebih ya yang pernah dibuat," paparnya.
"Kemudian yang lainnya teman-temannya mendukung dalam memviralkan ke netizen-netizen yang lain, akun-akun yang tergabung dalam jaringan mereka," ucapnya.
Sementara itu, hingga kini penyidik sudah memeriksa sekitar 10 orang saksi terkait kasus tersebut. Salah satunya ahli bahasa dan ITE.
"Penyidik juga ada sudah ada pemeriksaan kurang lebih 10 ya, manggil saksi pidana. Sudah memanggil pidana ahli bahasa sudah ahli ITE untuk melengkapi berkas. Karena pra-syarat pasal 184 memang harus ada bukti yang cukup," tutur Awi.
Dari pemanggilan 10 orang saksi itu pihak kepolisian tidak menutup kemungkinan akan muncul nama baru di kasus tersebut. Terlebih lagi dengan adanya nama-nama yang tercantum dalam struktur kepengurusan di website Saracen.
"Namanya juga penyidikan. Berkembang ya. Berkembang dalam proses penyidikan tentunya kita akan tindak lanjuti. Kita juga tidak sekonyong-koyong memanggil orang-orang yang ada dalam struktur itu. Kalau tidak ada benang merahnya ya tidak, sifatnya bukan memanggil tapi mengundang untuk klarifikasi" ungkapnya.
Sebelumnya, JAS dijerat melakukan tindak pidana ilegal akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 jo Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 jo Pasal 30 ayat 1 UU ITE Nomor 19 tahun 2016 dengan ancaman 7 tahun penjara.
MFT dipersangkakan melakukan tindak pidana ujaran kebencian atau hatespeech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dengan ancaman 6 tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
Sedangkan SRN dipersangkakan melakukan tindak pidana ujaran kebencian atau hatespeech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.