Istana soal Presiden Jabat 3 Periode: Negara Demokrasi Semua Pandangan Terwadahi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mempersilakan MPR mengkaji usulan penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Moeldoko tak mau berkomentar banyak sebab hal itu masih sekedar wacana.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mempersilakan MPR mengkaji usulan penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Moeldoko tak mau berkomentar banyak sebab hal itu masih sekedar wacana.
"Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja. Negara demokrasi semua pandangan, pendapat terwadahi ya. Itu baru suara-suara dari masyarakat. Kita belum punya sikap," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (22/11).
-
Bagaimana UUD 1945 disahkan? Peringatan Hari Konstitusi mengacu pada disahkannya UUD 1945 melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritus Junbi Inkai).
-
Apa isi dari Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen? Sebelum amandemen, pasal 7 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali tanpa batasan periode.
-
Kenapa Pasal 7 UUD 1945 diubah? Pasal 7 dalam UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan presiden diubah karena beberapa alasan, antara lain: Untuk menghindari praktik kekuasaan yang otoriter, korup, dan nepotis yang terjadi pada masa Orde Baru, yang memungkinkan seorang presiden menjabat tanpa batas periode. Untuk mendorong regenerasi dan demokratisasi kepemimpinan nasional, yang memberi kesempatan kepada calon-calon presiden lain yang memiliki visi dan misi yang sesuai dengan aspirasi rakyat.
-
Kapan Monumen Perjuangan 1945 diresmikan? Awalnya berdiri dan diresmikan pada peringatan Hari Pahlawan peresmian 10 November 1984, taman pun direhabilitasi pada tahun 2018.
-
Partai apa saja yang memenangkan Pemilu 1955 di Indonesia? 4 partai pemenang pemilu 1955 adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
Menurut dia, usulan itu nantinya bisa dikaji baik lewat diskusi atau wacana akademik. Sehingga, bisa dinilai usulan tersebut tepat atau tidak diterapkan di Indonesia.
"Mungkin nanti lebih ke bagaimana wacana akademik, setelah itu melalui round table discussion diperluas, akan mengerucut apakah pandangan itu pas atau tidak dan seterusnya," kata dia.
MPR Masih Kaji
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Arsul Sani menilai, terlalu cepat untuk membicarakan soal penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Sebab, saat ini MPR masih terus melakukan audiensi amandemen UUD 1945 kepada masyarakat.
"Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020 bahkan 2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat yang terkait khususnya dengan rekomendasi dari MPR periode lalu. Mari Kita lihat nanti di ruang publik seperti apa, apakah katakanlah ini mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat atau tidak," ungkap Arsul di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.
Kendati demikian, Arsul menilai, usulan penambahan masa jabatan presiden itu baru sebatas wacana. Maka dari itu ada baiknya disikapi dengan santai.
"Tetapi sekali lagi ini baru wacana pasti ada yang kontra di samping juga ada yang pro maka kita sikapi biasa saja tidak usah kemudian ini menimbulkan segregasi baru di masyarakat kita," ujarnya.
Diusulkan Partai NasDem
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani tidak mau menjawab urgensi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menambah masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga kali dalam amandemen terbatas UUD 1945. Dia meminta semua pihak untuk menanyakan langsung pada partai yang mengusulkan itu, yakni Partai NasDem.
"Tentu ini harus ditanyakan kepada yang melayangkan ini kan bukan saya yang melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini Kalau tidak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem tentu kita harus tanyakan kepada yang melayangkan secara jelas apa," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11).
Reporter: Lizsa Egeham
(mdk/gil)