Jerit Tangis Warga Latimojong Saat Kebun Cengkeh Mereka Dibabat Perusahaan Tambang
Pemilik lahan, Cones mengaku pohon cengkeh yang ditebang oleh karyawan PT MDA adalah miliknya.
Sebuah video sejumlah orang menebang beberapa pohon cengkeh milik warga dengan menggunakan mesin beredar di media sosial. Diduga orang yang menebang pohon cengkeh milik warga adalah utusan PT Masmindo Dwi Area (MDA).
Pemilik lahan, Cones mengaku pohon cengkeh yang ditebang oleh karyawan PT MDA adalah miliknya. Ia mengungkapkan mendapatkan intimidasi dari PT MDA agar melepaskan lahannya dengan nilai ganti rugi sesuai standar Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
-
Apa yang hilang dari warga Lamongan? Korban uang hilang di Lamongan ini tak cuma satu orang saja. Menyikapi kejadian itu, korban nekat memasang spanduk meminta pemilik makhluk halus pencuri uang memindahkan tuyul dari kampungnya.
-
Mengapa Waduk Jatigede sering surut? Adapun saat ini kondisi Waduk Jatigede memang tengah surut. Kondisi ini sudah terjadi hampir tiap tahun saat musim kemarau panjang.
-
Kapan Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi.
-
Bagaimana medan pendakian Gunung Latimojong? Gunung Latimojong Gunung ini bisa dibilang salah satu gunung ekstrem di Indonesia. Pasalnya, jalur yang dilewati merupakan bebatuan cadas dan tajam.
-
Kenapa warga Bogor menggelar Pawai Dongdang? Salah satu kegiatan yang dilakukan Balad Erick Thohir tersebut adalah Pawai Dongdang yang digelar di Kampung Garisul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebagai bentuk syukur atas nikmat kemerdekaan.
-
Di mana Luweng Wareng berada? Gua ini berada di Kecamatan Grabagan, Kabupaten Tuban.
"Kami menolak harga yang mereka tawarkan Rp70 ribu per meter tanah dan tanaman, rumah Rp 180 juta. Mereka bilang jangan menyesal kalau tidak mau terima," ujar Cones.
Akibat menolak nilai harga pembebasan lahan, dirinya didatangi oleh utusan PT MDA. Kedatangan utusan PT MDA tersebut didampingi sejumlah aparat Polri dan TNI.
"Mereka langsung menebang pohon cengkeh kami. Padahal, kami belum menyetujui harga (pembebasan) lahan yang ditawarkan," tuturnya.
Cones menegaskan bersedia melepas kebun dan rumahnya kepada PT MDA jika harga pembebasan lahan sesuai yang dia ajukan. Ia beralasan, tawaran harga yang diberikan oleh PT MDA tidak cukup untuk membeli rumah dan sawah yang baru.
"Kalau dibeli dengan harga murah, tidak akan cukup untuk digunakan membeli rumah dan sawah untuk bertahan hidup," tegasnya.
- Gerakan Jateng Muda Ketuk Pintu untuk Menangkan Ahmad Luthfi-Taj Yasin
- Berawal dari Laporan Warga, Polisi Tangkap Remaja Mau Tawuran di Kebon Jeruk
- Detik-Detik Pria Bunuh Tantenya dengan Cobek Batu Ditangkap di Sebuah Pabrik
- Sisi Lain Cak Percil Pelawak Kondang Jawa Timur, Pernah Pentas hanya Dibayar Sebatang Sabun Mandi
Cones mengaku pasca kejadian tersebut keluarganya mengalami trauma. Bahkan, anaknya enggan berangkat ke sekolah. "Anak saya trauma dan tidak masuk sekolah karena peristiwa kemarin. Untuk sementara kami menenangkan diri di rumah kerabat," ucapnya.
Semetara itu, Corporate Communications Head PT MDA, Diana Yultiara Djafar memberikan klarifikasi terkait video dan pemberitaan yang menyebutkan PT MDA melakukan penyerobotan lahan di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu. Diana mengklaim lahan tersebut adalah lahan konsesi sah milik MDA.
"Itu lahan konsesi sah milik MDA yang diperoleh berdasarkan kontrak karya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai pemegang hak atas lahan tersebut, MDA berhak menggunakannya untuk kegiatan operasional tambang, sebagaimana diatur dalam kontrak dan undang-undang yang berlaku," ujarnya melalui keterangan tertulisnya, Jumat (20/9).
Terkait klaim warga atas beberapa bidang tanah permukaan, kata Diana, masalah tersebut diselesaikan melalui pembebasan hak dan ganti rugi yang adil dan wajar. Diana menegaskan PT MDA tidak pernah melakukan tindakan paksa.
"Semua proses yang dijalankan oleh perusahaan telah sesuai dengan ketentuan hukum, termasuk upaya mediasi dengan melibatkan pemerintah desa dan pemerintah kabupaten setempat serta berkoordinasi secara intens dengan Satgas Percepatan Investasi kepada para penggarap lahan negara yang masuk lahan konsesi MDA," tuturnya.
Diana menjelaskan sejak tahun 2022, PT MDA telah menjalani berbagai tahapan cukup panjang, mulai dari sosialisasi Rencana Kompensasi Tanam Tumbuh dan Lahan, hingga Kajian Penilaian Harga Pasaran Tanam Tumbuh, Lahan, dan Bangunan yang dilakukan oleh penilai independen KJPP RAB, serta negosiasi dengan para pemilik lahan bersertifikat dan penggarap. Selanjutnya, pada 2023, MDA juga mengadakan komunikasi untuk memaparkan rencana kegiatan operasional produksi.
"Upaya negosiasi dan mediasi terkait kompensasi lahan terus dilakukan di tahun itu dengan melibatkan pemerintah desa dan pemerintah kabupaten. Namun masih menemui kebuntuan," ungkapnya.
Memasuki tahun 2024, PT MDA melakukan kajian ulang terhadap Penilaian Harga Pasaran Tanam Tumbuh, Lahan, dan Bangunan bersama Penilai Independen KJPP RAB. Di awal tahun 2024, PT MDA kembali melakukan sosialisasi dan mediasi namun tidak membuahkan hasil.
"Bahkan Satgas Percepatan Investasi Kabupaten Luwu juga sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan pemanggilan kepada penggarap dan pemilik lahan. Namun, lagi-lagi menemui kebuntuan," tuturnya.
Karena tidak menemui titik temu soal ganti rugi, akhirnya PT MDA mengirimkan surat pemberitahuan sebanyak tiga kali kepada pemilik lahan yang tersisa, sekitar 300 hektar dari total seluas 1.100 hektar lahan yang sudah dibebaskan. Diana menyebut PT MDA telah menawarkan ganti rugi dengan jumlah yang lebih tinggi dari nilai yang didasarkan pada riset penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atas nilai ganti rugi tanam tumbuh serta harga wajar, dengan angka maksimal yakni Rp 700 juta per hektar.
"Ini merupakan sebuah nilai yang sangat tinggi untuk lahan di dataran tinggi seperti Kecamatan Latimojong, bahkan tertinggi se-Sulawesi berdasarkan riset Celebes Research Centre," sebutnya.
Diana mengaku PT MDA menghormati hak-hak masyarakat dan menunjukkan itikad baik dengan menitipkan dana ganti rugi di Bank Mandiri Cabang Belopa. Langkah ini diambil untuk memastikan kompensasi yang sesuai dengan KJPP atau angka mediasi terakhir tetap berjalan dan bisa dilanjutkan oleh pihak yang terdampak.
"PT MDA telah berupaya menyelesaikan permasalahan ini secara damai dan adil, melalui berbagai negosiasi dan mediasi sejak tahun 2022. Namun perbedaan dalam harga terus menjadi hambatan yang menghalangi tercapainya kesepakatan," tuturnya.
Akibat kebuntuan tersebut, Diana menyebut rencana produksi PT MDA tertunda selama bertahun- tahun dan biaya operasional terus berjalan. Diana menyebut penundaan ini tidak hanya berdampak pada perusahaan.
"Penundaan ini tidak hanya berdampak pada perusahaan yang kemudian mau tidak mau pada tahun 2024 ini harus mulai melakukan langkah pengurangan pegawai, tetapi juga menunda potensi pemasukan pendapatan yang seharusnya diperoleh negara, pemerintah daerah dan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh masyarakat Luwu apabila MDA dapat merealisasikan rencana kerjanya yang telah disetujui oleh (Kementerian) ESDM," tegasnya.
Namun demikian, kata Diana, PT MDA mempertimbangkan isu dan berita yang berkembang akan melakukan investigasi dan evaluasi menyeluruh. Sambil memastikan bahwa semua giat land clearing hanya dilakukan di lahan garapan yang sudah mencapai kesepakatan.
"Kami memahami bahwa setiap proses perubahan selalu melibatkan tantangan. Manajemen MDA berupaya agar semua pihak mendapatkan hak yang adil dan setara sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami senantiasa menjalin komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sekitar, guna memastikan proyek ini berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat," sebutnya.
Diana berharap masyarakat dapat memahami bahwa segala upaya yang dilakukan PT MDA mengedepankan hukum dan kepentingan bersama.
"Selain itu kami mengajak seluruh pihak untuk melihat masalah ini secara jernih dan komprehensif," pungkasnya.
Sementara itu, Penjabat Bupati Kabupaten Luwu, Muhammad Saleh menanggapi tindakan PT Masmindo Dwi Area (MDA) yang menebang tanaman cengkeh milik warga di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Senin (16/9/2024) lalu.
Saleh mengaku segera memerintahkan Dinas Pertanahan untuk turun melakukan mediasi dan bertemu para pihak untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.
"Harusnya para pihak bisa menahan diri dan tidak perlu melakukan tindakan refresif. Dan kami juga berharap masyarakat tidak melakukan tindakan yang bisa merugikan dan membuat kegaduhan, mari duduk bersama bicarakan baik-baik," kata Muhammad Saleh, Rabu (18/9/2024).
Saleh juga telah memerintahkan Ketua Satgas Percepatan pembebasan lahan PT MDA, Sulaiman yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) Luwu untuk memanggil PT MDA agar detail persoalan dapat diketahui.
"Tadi kami sudah sampaikan ke Pak Sekda supaya segera diselesaikan permasalahan di Latimojong," ucapnya.
Sebelumnya sejumlah warga di Latimojong bersitegang dengan Karyawan PT MDA saat tanaman cengkeh mereka ditebang.
Cones pemilik kebun cengkeh mengaku sempat mendapatkan intimadasi dari PT MDA jika tidak merelakan lahannya diambilalih perusahaan.
"Bahkan anak saya trauma dan tidak masuk sekolah karena peristiwa kemarin. Masmindo mengambil paksa lahan kami dengan harga yang tidak kami sepakati," kata Cones.
Cones mengaku bersedia kebun dan rumahnya diambil perusahaan, asal sesuai dengan harga yang dia ajukan.
"Karena kalau dibeli dengan harga murah, tidak akan cukup untuk digunakan membeli rumah dan sawah untuk bertahan hidup," katanya.
Cones berharap, Pemerintah pusat bisa meninjau kembali kebijakan investasi tambang di daerah agar tidak merugikan masyarakat.