'Jurus Ngeles' Anak SYL Dicecar Hakim soal Sunatan & Tiket Pesawat Kelas Bisnis Dibayari Kementan
Anak kandung SYL menjadi saksi di persidangan perkara Gratifikasi dan Korupsi senilai Rp44,5 miliar
Anak kandung SYL menjadi saksi di persidangan perkara Gratifikasi dan Korupsi senilai Rp44,5 miliar
- Hari Ini SYL Dkk Jalani Sidang Tuntutan Pemerasan dan Gratifikasi
- Cerita Awal Mula Anak SYL Terbiasa Nikmati Fasilitas Tiket Pesawat Kelas Bisnis dari Kementan
- SYL Minta Rp105 Juta untuk Biaya Kebutuhan Pribadi ke Anak Buah: Beli Keris Emas hingga Khitanan Cucu
- Terungkap, Dakwaan Kasus Korupsi SYL Ada Aliran Rp40 Juta ke NasDem
'Jurus Ngeles' Anak SYL Dicecar Hakim soal Sunatan & Tiket Pesawat Kelas Bisnis Dibayari Kementan
Kemal Redindo alias Dindo, putra Syahrul Yasin Limpo atau SYL dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/5).
Ia dicecar Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh soal pesta sunatan serta tiket PP Jakarta-Makassar atau sebaliknya di kelas bisnis pakai duit Kementerian Pertanian (Kementan) hingga ngutang dengan vendor.
"Oke, kalau mengenai acara anak saudara. Saudara pernah, anak saudara kan 2," tanya Hakim.
"Dua," jawab Dindo.
"Itu biasanya sama juga di daerah saya ada akikah, apa ya gunting rambut, sama ya?" tanya Hakim.
"Iya," jawab Dindo.
Lantas, hakim menanyakan apakah tradisi itu ia gelar bersamaan dengan pesta sunatan anaknya. "Kebetulan pada saat Pak Menteri, Pak SYL jadi menteri itu cuma sunatan," jawab Dindo.
Pesta sunatan digelar di rumah SYL yang berada di Makassar. Saat itu, lantaran tamu undangan yang banyak, Dindo berdalih tidak mampu membayar untuk makan dan minum, hingga kursi berikut tenda.
"Di rumah Pak Syahrul dan pada saat itu tamunya banyak banget sehingga kami tidak sanggup juga membiayai makanan. Jadi pada saat itu juga Biro Umum menawarkan bahwa makan minumnya biar kami tanggung, dan tendanya yang kami bayarkan memang pernak pernik yang ada pada melekat yang menjadi urusan pribadi daripada itu," jawab Dindo.
Kemudian, hakim mengonfirmasi apakah tamu undangan yang hadir seluruhnya dari kolega Kementan atau hanya ia pribadi.
"Jadi memang pada saat perayaan anak saudara sunatan waktu itu memang undangannya banyak, dari kementerian juga ada?" tanya Hakim.
"Iya banyak," jawab Dindo.
"Kemudian untuk membayar uang makan minum itu, saudara yang minta, meminta, atau Biro Umum yang menawarkan?" tanya hakim.
"Biro umum yang menawarkan," jawab Dindo.
"Menawarkan untuk?" tanya hakim.
"Untuk membayar makan minum serta tenda dan kursi," jawab Dindo.
Saat hakim menanyakan apakah Dindo mengetahui sumber uang yang digelontorkan Biro Umum untuk pesta sunatan anaknya, Dindo hanya menjawab tidak mengurusi itu.
"Wah saya enggak tahu Yang Mulia. Saya enggak sampai ke situ Yang Mulia," dalih Dindo.
Terima Fasilitas Tiket Kelas Bisnis
Setali tiga uang. Dindo juga menjawab santai soal fasilitas tiket pesawat kelas bisnis Makassar-Jakarta dari Kementan.
Dindo mengaku bahwa tiket pesawat rute Makassar-Jakarta maupun sebaliknya selalu ditanggung alias dibayari Kementan. Hakim pun menyentil kebiasaan tersebut.
Ia menceritakan awal mula pembayaran tiket itu ditanggung Kementan. Bermula saat Biro Umum memintanya melapor jika ingin pulang ke Jakarta atau kembali ke Makassar.
"Itu saudara untuk pemblian tiket pesawat itu apakah benar saudara meminta ke Rizki?" tanya hakim.
"Jadi izin menjelaskan Yang Mulia, jadi awal-awal pada saat Pak Menteri itu menjadi menteri itu kami kebiasaan untuk beli sendiri, sehingga ada waktunya dari Biro Umum itu memberitahukan kepada kami bahwa kalau ada yang mau berangkat silakan lapor aja ke kami. Jadi itu yang menjadi kebiasaan kami untuk meminta Yang Mulia, seperti itu. Jadi sama dengan penempatan juga itu, penempatannya kami biasanya di kursi bukan bisnis, tiba-tiba dikasih ke bisnis, jadi kita juga cuma ikut aja Yang Mulia, izin," jawab Dindo.
Dindo berdalih lupa pejabat Biro Umum yang menawarinya pembelian tiket tersebut. Menurutnya, penawaran pembayaran itu disampaikan oleh Biro Umum bukan melalui mantan ajudan SYL, Panji Hartanto.
"Tadi saudara menjelaskan awalnya saudara membeli sendiri, tiket-tiket untuk perjalanan saudara ke Jakarta ya, tiba-tiba saudara ditawari oleh siapa yang menawari saudara?" tanya hakim.
"Dari biro umum, Yang Mulia," jawab Dindo.
Dindo mengatakan awalnya dirinya membeli tiket pesawat secara mandiri. Namun, permintaan dan penawaran agar melapor ke Biro Umum sehingga dibelikan tiket akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
"Jadi saudara yang menawarkan diri untuk membeli atau menelfon seperti Rizki tadi atau mereka yang menawarkan kepada saudara?" tanya hakim.
"Ya awalnya mereka yang menawarkan, menjadi kebiasaan, jadi kami kalau setiap mau berangkat harus melapor ke mereka, gitu," jawab Dindo.
"Oh gitu jadi artinya kebiasaan?" tanya hakim.
"Iya," jawab Dindo.
Hakim menyebut kebiasaan pembayaran tiket pesawat oleh Kementan untuk Dindo sebagai kebiasaan yang buruk. Hakim menyentil Dindo aji mumpung merasakan tiket pesawat gratis tersebut.
"Tahu ndak saudara kebiasaan itu kebiasaan yang buruk?" tanya hakim.
"Iya setelah ini kami tahu," jawab Dindo.
"Kenapa saya bilang buruk, karena ndak mungkin diambil dari uang pribadi mereka, pasti diambil dari uang kementerian, uang kementerian itu kan uang negara," kata hakim.
"Siap," jawab Dindo.
"Itu maksudnya," kata hakim.
"Iya," jawab Dindo.
"Jadi saudara merasa apa, aji mumpung begitu?" tanya hakim.
"Saya ndak tahu..," jawab Dindo.
"Ditawari begini, walaupun saudara mengatakan bahwa ini tidak benar, karena saudara master hukum," timpal hakim.
"Karena kami juga menerima saja," kata Dindo.
Pesawat yang biasa dipesankan Kementan untuk penerbangannya adalah dari Maskapai Garuda kelas bisnis. Hal itu menjadi kebiasaan sejak tahun 2020.
"Kebiasaan, kebiasaan. Baik itu satu poin ya, masalah tiket itu saudara sudah akui ya, datang dan begitu juga berangkat. Dilayani di kelas bisnis lagi," kata hakim.
"Iya," jawab Dindo.
"Itu biasanya di pesawat apa? Lion? Garuda?" tanya hakim.
"Garuda biasanya kalau dibeliin," jawab Dindo.
"Garuda ya, tanggung kalau Lion. Sekalian aja Garuda, kan gitu. Itu sejak tahun berapa itu?" tanya hakim.
SYL sendiri didakwa pemerasan dan menerima gratifikasi senilai Rp44,5 miliar.