Kalah di Pilkada Serentak, Tim Hukum Danny Pomanto Polisikan KPPS dan Siapkan Gugatan PHPU di MK
Kubu Danny menduga adanya tindak pidana pemalsuan tanda tangan pemilih di tempat pemungutan suara (TPS).
Tim hukum pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar nomor urut 3 Indira Yusuf Ismail bersama tim hukum paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel nomor 1 Moh Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad mempolisikan dua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kota Makassar. Laporan tim hukum kedua paslon terkait pemalsuan tanda tangan.
Juru bicara Danny Pomanto-Azhar Arsyad (DiA), Asri Tadda mengatakan tim hukum mendatangi Polrestabes Makassar untuk melaporkan beberapa kasus terkait pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara Pilkada Serentak. Asri menduga adanya tindak pidana pemalsuan tanda tangan pemilih di tempat pemungutan suara (TPS).
- Keras! Sindiran Cagub 01 Danny Pomanto Usai Mencoblos: Kita Pilih Pemimpin, Bukan Juragan Amplop
- Merasa Digantung PPP, Bacagub Sulsel Lega dengan Putusan MK: Tanda-Tanda Baik untuk Semua
- PKB Serahkan Rekomendasi Danny Pomanto-Azhar Arsyad di Pilkada Sulsel
- Danny Pomanto Dipanggil DPP PDI-P untuk Maju Pilkada Sulsel
"Dari data yang kami temukan itu hampir terjadi di semua TPS, bahkan se Sulsel. Untuk sementara tim hukum sangat konsentrasi untuk menyelesaikan semua data di Makassar," ujarnya kepada wartawan di Mapolrestabes Makassar, Senin (9/12).
Asri mengaku keputusannya melaporkan KPPS di Kelurahan Maradekayya, Kecamatan Makassar. Asri menjelaskan alasan melaporkan pemalsuan tanda tangan pemilih ke polisi dibandingkan ke Gakkumdu Bawaslu.
"Cuma karena memang kita anggap perhitungan suara sudah selesai, rekapitulasi juga sudah selesai, meskipun tahapan memang sampai Februari. Tapi kita anggap ini sebagai sebuah kejadian terpisah dari Pemilu sebagai sebuah tindak pidana umum dengan ancaman 6 sampai 8 tahun," kata dia.
Asri mengaku berdasarkan data tim, pemalsuan tanda tangan pemilih di TPS massif terjadi. Hal tersebut terlihat dari model tanda tangan yang memiliki kemiripan.
"Kita bisa lihat dari daftar hadir pemilih itu sangat kelihatan model dan struktur paraf, hampir mirip satu sama yang lain. Bahkan ada yang kita dapat puluhan, ada yang ratusan tanda tangan seperti itu," tegasnya.
Bagi Asri kejadian tersebut merupakan tindak pidana sangat serius, apalagi di saat momen pesta demokrasi. Ia menjelaskan akibat adanya pemalsuan tanda tangan tersebut mempengaruhi hasil suara.
"Menurut kami perbuatan pidana yang sangat serius mau memalsukan tanda tangan pemilih. Sehingga itu juga mempengaruhi hasil suara yang ada di TPS bersangkutan," kata dia.
Selain melaporkan KPPS, Asri juga mengungkapkan rencana menggugat hasil rapat pleno rekapitulasi Pilkada Makassar dan Sulsel. Untuk Pilkada Makassar, tim hukum Indira-Ilham akan mendaftarkan gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (10/12).
Sementara untuk gugatan PHPU Pilkada Sulsel, Asri mengungkapkan berencana mendaftar ke MK pada Rabu (11/12). Asri menyebut sedang melakukan finalisasi materi gugatan PHPU Pilkada Sulsel dan Makassar di MK.
"Sementara kami finalisasi materi soal gugatan di MK memang beberapa hal yang kita anggap sifatnya terstruktur, sistematis dan massif (TSM), melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Asri menambahkan saat ini pihaknya intens mengumpulkan barang bukti dan saksi untuk berperkara di MK.
"Untuk berperkara termasuk PHPU harus saksi dan data yang sangat kuat," ucapnya.
Sementara Calon Gubernur Sulsel yang juga Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto menyerahkan sepenuhnya kepada tim hukum terkait langkah selanjutnya pasca Rapat Pleno rekapitulasi Pilkada Sulsel dan Makassar.
"Gugatan di MK saya tidak tahu, biar teman-teman (tim hukum) yang urus itu," tuturnya.
Danny menyoroti penyelenggara Pemilu yaitu KPU. Danny mengklaim banyak masalah dan pelanggaran yang ditemukan oleh tim pemenangannya saat proses pemungutan hingga rekapitulasi suara Pilkada Sulsel dan Makassar.
"Tapi KPU yang mesti kita perbaiki. Kalau tidak, maka ini akan berdampak ke depan sangat luar biasa. Ini bukan persoalan kalah menang, bukan persoalan suara besar atau kecil. Ini persoalan kita ingin menjaga demokrasi," ucapnya.