Kartosoewirjo, Imam Negara Islam pecinta sosialis & berjam Rolex
Dia sempat dikeluarkan dari sekolah tinggi gara-gara karena memiliki buku-buku sosialis dan komunis.
Sekarmadji Marijan Kartosoewirdjo memproklamirkan Negara Islam Indonesia 9 Agustus 1949. Dia memimpin perang gerilya 13 tahun melawan pemerintah Indonesia.
Walau memimpin Darul Islam Kartosoewirjo bukan berasal dari kalangan santri. Dia dikenal sebagai seorang sosialis yang kemudian tertarik dengan ideologi kanan.
Kartosoewirjo juga bukan berasal dari kalangan jelata. Ayahnya bangsawan dan mantri perusahaan candu. Dia mengecap pendidikan tinggi bergaya Belanda. Sesuatu yang langka saat itu untuk kebanyakan putra pribumi.
Mulai dari sekolah ISTK (Inlandsche School der Tweede Klasse) lalu HIS (Hollandsch Inlandsche School) kemudian ELS (Europeesche Lagere School) hingga sekolah kedokteran NIAS (Nederlands Indische Artsen School).
Setelah lulus ELS di Bojonegoro, Kartosoewirjo kuliah di NIAS. Dia kuliah mulai 1923 dan mengikuti tingkat persiapan selama tiga tahun. Yang menarik, dia sempat dikeluarkan dari NIAS pada 1926. Alasannya karena memiliki buku-buku sosialis dan komunis.
Buku-buku itu diperoleh dari pamannya Mas Marco Kartodikromo, wartawan dan sastrawan yang sangat terkenal.
Kartosoewirjo juga ikut aktif dalam berbagai aktivitas kepemudaan. Sebut saja, Jong Java, Jong Islamieten Bond hingga ikut 'menempel' pada tokoh legendaris Sarekat Islam, Tjokroaminoto. Dari Bojonegoro, Kartosoewirjo kembali ke Surabaya menjadi asisten pribadi Tjokroaminoto.
Dalam perjalanan hidupnya kemudian, pengetahuan Islam dan kedekatannya dengan para ulama, impian akan Negara Islam Indonesia yang juga dikenal dengan Darul Islam mulai muncul.
Kondisi carut marutnya pemerintahan Indonesia akibat perjanjian Renville seakan memberi jalan bagi ideologi Islam versi Kartosoewirjo dapat terealisasi hingga berhasil diproklamirkan di tahun 1949.
"Kartosoewirjo banyak bersentuhan dengan tokoh kalangan Islam mulai dari Islamieten Bond. Di situ saya kira gagasan Islam mulai diterima apalagi dengan dengan menjadi sekretaris Tjokroaminoto padahal tadinya dikeluarkan dari NIAS karena dianggap komunis," jelas budayawan Fadli Zon dalam percakapannya kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.
Kartosoewirjo juga dipercayai memiliki beberapa jimat. Kini tindakan seperti itu tentu tak bisa diterima gerakan Islam garis keras saat ini.
Sosok sang Imam pun ternyata tak sepuritan yang dibayangkan. Dia punya jam Rolex yang terkenal mahal. Saat itu rasanya hanya Perdana Menteri Sjahrir yang jamnya Rolex.
"Dulu jam itu diwariskan ke anak bungsu Kartosoewirjo, Sardjono. Tapi rumah Sardjono dulu kemasukan pencuri. Jam itu hilang dicuri," kata Fadli Zon saat peluncuran buku Hari-hari terakhir Kartosoewirjo tahun 2012 lalu.
Sardjono membenarkan kisah itu sambil tersenyum.
Baca juga:
Kartosoewirjo, tegas dalam soal ibadah
Perjalanan gerilya Kartosoewirjo
Perintah Kartosoewirjo: Bunuh Soekarno!
Kartosoewirjo, Imam Negara Islam pecinta sosialis & berjam Rolex
Eksekusi Kartosoewirjo di Pulau Nyamuk
-
Siapa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo? Kartosoewirjo merupakan tokoh populer di balik pemberontakan DI/TII pada tahun 1948.
-
Apa latar belakang keluarga Kartosoewirjo? Kartosoewirjo tumbuh dari keluarga yang memiliki latar belakang keagamaan Islam yang kuat.
-
Kapan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir? Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir pada 7 Januari 1905, di Cepu, Jawa Tengah.
-
Di mana Kartosoewirjo mengenal guru rohaninya, Notodiharjo? Mengutip buku Darul Islam dan S.M. Kartosoewirjo karya Holk H. Deengel (Pustaka Sinar Harapanm 1995), Kartosoewirjo mengenal guru rohaninya yang bernama Notodiharjo, seorang tokoh Islam modern yang mengikuti alur pemikiran Muhammadiyah.
-
Mengapa Kartosoewirjo dikeluarkan dari Nederlands-Indische Artsenschool? Pada tahun 1927, Kartosoewirjo dikeluarkan dari Nederlands-Indische Artsenschool karena dianggap menjadi aktivis politik serta memiliki buku sosialis dan komunis.
-
Siapa Lettu Soejitno? Lettu R.M. Soejitno Koesoemobroto lahir di Tuban pada 4 November 1925. Ia merupakan putra R. M. A. A. Koesoemobroto, bupati Tuban ke-37. Semasa hidupnya, ia mengalami tiga zaman yaitu zaman penjajahan Belanda, Jepang, dan Kemerdekaan RI.