Kebutuhan Posisi Hakim Agung Mendesak, KY: Penundaan Usulan Bisa Ganggu Jalannya Negara
KY mencontohkan, kebutuhan calon hakim agung pada kamar Tata Usaha Negara (TUN) khusus pajak sangat mendesak karena saat ini hanya ada satu orang.
Komisi III menolak melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial.
Buntut penolakan tersebut, KY mengirimkan surat klarifikasi ke DPR yang menyatakan bahwa seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM telah memenuhi peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi terkait.
Anggota Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata menambahkan jika usulan calon hakim agung terus ditunda dan tidak segera ditetapkan sebagai hakim agung, bisa mengganggu jalannya negara.
KY mencontohkan, kebutuhan calon hakim agung pada kamar Tata Usaha Negara (TUN) khusus pajak, sangat mendesak mengingat jumlah perkara yang masuk cukup banyak. Sementara hanya ada satu orang hakim agung Kamar TUN di Mahkamah Agung (MA) yang memiliki spesifikasi keahlian di bidang pajak.
"Itu bisa dibayangkan kalau macet, kalau (perkara) tidak diputus, berarti tidak ada yang kalah, tidak ada yang menang. Nanti pemerintah tidak dapat pembayaran pajak, kalau semua yang disengketakan berhenti di sengketa. Akan mengganggu jalannya negara ini," ucap Mukti saat ditemui usai konferensi pers di Kantor KY RI, Jakarta. Demikian dikutip dari Antara, Sabtu (7/9).
Oleh karena itu, KY berharap proses tahap lanjut seleksi calon hakim agung di DPR RI dapat terus berjalan dengan baik.
Seperti diketahui, pada Jumat (12/7), KY mengumumkan sembilan nama yang lolos seleksi calon hakim agung dan tiga nama calon hakim ad hoc HAM. Kemudian nama-nama tersebut diserahkan ke DPR RI untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Namun, Komisi III DPR RI pada Rabu (28/8), sepakat tidak menyetujui 12 nama yang direkomendasikan KY. Fraksi-fraksi di parlemen menyatakan ada kesalahan mekanisme seleksi karena KY meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat.
Menindaklanjuti hal tersebut, KY mengirim surat keterangan tambahan ke Komisi III DPR RI. Surat yang ditandatangani Ketua KY Amzulian Rifai pada Rabu (4/9) itu menjelaskan alasan di balik diskresi yang dilakukan dalam seleksi calon hakim agung.
Dijelaskan Mukti, KY melakukan diskresi karena mengingat urgensi kebutuhan hakim agung di MA. KY juga telah melakukan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan maupun putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait.
Di sisi lain, Juru Bicara KY itu juga menyoroti bahwa calon hakim agung yang tidak memenuhi syarat hanya ada dua, yakni calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak yang belum berpengalaman 20 tahun menjadi hakim. Namun, DPR justru tidak menyetujui seluruh usulan KY.
"Baru kali ini kami ditolak semuanya. Biasanya tetap diproses. Bahwa nanti ada sekian yang lulus, ada yang tidak lulus, itu monggo (silakan, red.), itu kewenangan DPR. Nah, ini kami ‘kan ditolak semuanya. Jadi, kami perlu menjelaskan kepada publik," ucapnya.
Terpisah, Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan DPR agar keterangan tambahan yang disampaikan dalam surat klarifikasi tersebut dapat dipertimbangkan.
"Kita ketahui bahwa waktu seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di KY ini telah memakan waktu cukup lama, enam bulan, dan biaya yang dikeluarkan untuk seleksi ini tidak sedikit," tutur Siti dalam konferensi pers.