Kejagung Tangkap Hendry Lie, Tersangka Kasus Korupsi Komoditas Timah
Tersangka Hendry Lie ada di Bandara Soekarno Hatta lantaran baru kembali dari Singapura.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Hendry Lie, tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar membenarkan adanya penangkapan sosok yang dikenal sebagai petinggi Sriwijaya Air tersebut.
- Deretan Kekayaan Hendry Lie, Mantan Bos Sriwijaya Air yang Ditangkap Kejaksaan
- Akhir Pelarian Bos Sriwijaya Air Hendry Lie usai 8 Bulan Sembunyi di Singapura
- Kejagung Jelaskan Alasan Tak Tetapkan Bos Sriwijaya Hendry Lie Jadi Buronan Kasus Korupsi Timah
- Kejagung Sita Vila Senilai Rp20 Miliar Milik Tersangka Korupsi Timah Hendry Lie
“Diamankan di Bandara Soetta tersangka Hendry Lie,” tutur Harli saat dikonfirmasi, Senin (18/11).
Menurutnya, tersangka Hendry Lie ada di Bandara Soekarno Hatta lantaran baru kembali dari Singapura.
“Setelah yang bersangkutan kembali dari Singapura,” jelas dia.
Adapun kepulangannya ke Indonesia terkait dengan habisnya masa berlaku paspor milik tersangka Hendry Lie, yakni tanggal 27 November 2024.
“Yang bersangkutan selama ini menjalani pengobatan di Singapura,” Harli menandaskan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa proses hukum akan tetap ditegakkan terhadap Hendry Lie (HL) yang telah menjadi tersangka di kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
Sejauh ini, bos Sriwijaya Air itu tidak kunjung muncul ke publik dan bahkan belum juga ditahan usai penetapannya sebagai tersangka.
“Terkait dengan HL, kami masih melakukan upaya untuk bisa melakukan pemeriksaan pada yang bersangkutan dan langkah-langkah apa yang sedang kami lakukan tentu saja karena itu untuk kepentingan penyidikan tidak bisa kami sampaikan di sini,” tutur Dirdik Jampidsus Kejagung Kuntadi kepada wartawan, Selasa (6/8/2024).
Kuntadi enggan merespon kabar keberadaan Hendry Lie di luar negeri. Dia menegaskan, penyidik telah menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi komoditas timah dan akan bertanggungjawab atas keputusan tersebut.
“Terkait dengan saudara HL, tadi kami sampaikan bahwa penyidik tetap akan melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan penanganan perkaranya. Yang bersangkutan sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan oleh karena itu kami bertanggungjawab penuh untuk menyelesaikan penanganan perkaranya,” jelas dia.
Kejagung sendiri sempat menyatakan belum melakukan penahanan terhadap Hendry Lie lantaran masalah kesehatan. Namun begitu, hingga kini keberadaan tersangka kasus korupsi komoditas timah itu pun masih menjadi pertanyaan publik.
“Terkait dengan keberadaan yang bersangkutan, kami sudah melakukan dan sedang melakukan langkah-langkah untuk bisa melakukan pemeriksaan, dan mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi agar hal-hal itu (melarikan diri) tidak terjadi. Banyak upaya yang bisa kita lakukan,” jelas dia.
“Terkait keberadaan yang bersangkutan kami tidak bisa menyampaikan di sini. Tapi yang jelas kami akan menyelesaikan penanganan perkara ini sesuai dengan ketentuan,” sambung Kuntadi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan surat dakwaan dalam sidang perdana untuk tiga terdakwa kasus korupsi komoditas timah, yakni Suranto Wibowo (SW), Rusbani (BN), dan Amir Syahbana (AS), pada Rabu, 31 Juli 2024. Di dalamnya, tertulis hasil dari memperkaya diri untuk sejumlah sosok, seperti petinggi Sriwijaya Air Hendry Lie, pengusaha Helena Lim, dan suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis.
“Telah melakukan pembiaran atas kegiatan penambangan illegal di Wilayah IUP PT Timah Tbk yang dilakukan oleh Suparta, Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis melalui PT Refined Bangka Tin; Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa; Tamron alias AON, Achmad Albani, Kwan Yung alias Buyung dan Hasan Tjhie alias Asin melalui CV Venus Inti Perkasa; Suwito Gunawan alias AWI dan M.B. Gunawan melalui PT Stanindo Inti Perkasa; Hendrie Lie, Fandy Lingga, dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa; yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah Tbk maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya,” tutur jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
“Yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan baik di dalam kawasan hutan maupun di luar Kawasan Kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan,” sambung jaksa.
Aksi rasuah para terdakwa pun dianggap sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu koorporasi. Berdasarkan dakwaan, sosok seperti Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa memperoleh setidaknya Rp1 triliun lebih. Sementara Helena Lim dan Harvey Moeis menerima hingga Rp420 miliar.
“Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia,” kata jaksa.
Adapun rincian hasil perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu koorporasi yang dilakukan tiga terdakwa mantan Kepala Dinas Provinsi Bangka Belitung adalah sebagai berikut:
1. Memperkaya Amir Syahbana sebesar Rp325.999.998
2. Memperkaya Suparta melalui PT Refined Bangka Tin setidak-tidaknya sebesar Rp4.571.438.592.561,56
3. Memperkaya Tamron alias AON melalui CV Venus Inti Perkasa setidak-tidaknya Rp3.660.991.640.663,67
4. Memperkaya Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa setidak tidaknya Rp1.920.273.791.788,36
5. Memperkaya Suwito Gunawan alias AWI melalui PT Stanindo Inti Perkasa setidak tidaknya Rp2.200.704.628.766,06
6. Memperkaya Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp1.059.577.589.599,19
7. Memperkaya 375 Mitra Jasa Usaha Pertambangan (pemilik IUJP) di antaranya CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama setidak-tidaknya Rp10.387.091.224.913
8. Memperkaya di antaranya CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) setidak-tidaknya Rp4.146.699.042.396
9. Memperkaya Emil Ermindra melalui CV Salsabila setidak-tidaknya Rp986.799.408.690
10. Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim Rp420.000.000.000.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mulai menggelar sidang perdana untuk tiga terdakwa kasus korupsi komoditas timah, yakni Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-2019, Rusbani (BN) selaku Kepala Dinas ESDM periode 2019, dan Amir Syahbana selaku Plt Kadis ESDM periode 2019 sekaligus Kadis 2021-2024. Mereka didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," tutur jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Dalam dakwaan Suranto, jaksa menyatakan terdakwa selaku Kadis ESDM Babel telah menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015-2019 secara ilegal terhadap 5 smelter, yakni PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
"Yang dengan RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB tersebut juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," jelas dia.
Jaksa mengatakan, terdakwa tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk periode 2015-2019. Sebab itu, pihak swasta yang bekerja sama dengan PT Timah pun menjadi leluasa dalam aktivitas penambangan secara ilegal dan melakukan transaksi jual beli bijih timah.
"Yang mengakibatkan tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, karena pada kenyataannya RKAB yang telah disetujui tersebut hanya formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah, Tbk," jaksa menandaskan.
Atas dasar itu, mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.