Keluarga Korban Tragedi Semanggi I dan II Tempuh Kasasi atas Putusan PT PTUN
Menurut keluarga korban Semanggi I, putusan dari PT PTUN sangat mengkhawatirkan karena dalam pertimbangannya dianggap sama sekali tidak menyinggung substansi perkara.
Keluarga korban tragedi Semanggi I dan II bersama tim kuasa hukum akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Langkah ini diambil setelah putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT PTUN) yang memenangkan banding Jaksa Agung ST Burhanuddin.
"Sedikit pun, kami tidak pernah takut. Kami akan melakukan kasasi," kata Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi 1, dalam konferensi pers, Rabu (10/3).
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kapan Tragedi Bintaro terjadi? Tragedi Bintaro 1987 terjadi karena kecelakaan kereta api yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Kronologi kejadian dimulai saat dua kereta api bertabrakan di Stasiun Pondok Ranji, Bintaro pada 19 Oktober 1987.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
Pernyataan Sumarsih diamini oleh anggota tim kuasa hukum, M Isnur. Menurutnya putusan dari PT PTUN sangat mengkhawatirkan karena dalam pertimbangannya dianggap sama sekali tidak menyinggung substansi perkara.
Pihaknya menilai pertimbangan PT PTUN terkesan konyol karena menyebut gugatan yang dilayangkan terhadap Jaksa Agung adalah prematur atau tidak melalui proses banding administratif.
"Putusan PT PTUN ini tidak membantah atau tidak mengusik pokok perkara yang menjelaskan pernyataan Jaksa Agung dan menurut kami ini agak sedikit menghawatirkan," kata Isnur.
Senada dengan Isnur, kuasa hukum lainnya Herlambang menilai putusan PT PTUN sangat berbahaya karena hanya akan menjadi dalih para pejabat sewenang-wenang menyatakan pernyataan.
"Ini konsekuensi hukumnya menyebabkan impunitas terhadap para pejabat. Saat mereka menyatakan satu pernyataan dan menimbulkan hal yang bertentangan, mereka berdalih silakan gugat melalui banding administratif," kata Herlambang.
Dalam putusan PT TUN DKI dengan nomor perkara 99/G/TF/2020/PTUN.JKT. menyatakan membatalkan putusan PTUN.
"Mengadili, menerima secara formal permohonan banding dari Pembanding/ Tergugat. Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 99/G/TF/2020/PTUN.JKT. tanggal 4 November 2020 yang dimohonkan banding," demikian isi putusan dikutip melalui situs SIPP PTUN Jakarta.
Isi putusan sebagai berikut;
Mengadili:
Menerima secara formal permohonan banding dari Pembanding/ Tergugat;
Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 99/G/TF/2020/PTUN.JKT. tanggal 4 November 2020 yang dimohonkan banding;
Mengadili sendiri:
Dalam eksepsi:
Menerima eksepsi Pembanding/Tergugat pada Huruf C. Gugatan Penggugat Prematur;
Dalam Pokok Perkara/Sengketa:
Menyatakan Gugatan Para Terbanding/Para Penggugat Tidak Dapat Diterima;
Menghukum Para Terbanding/Para Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, khusus untuk peradilan tingkat banding besarnya biaya perkara ditetapkan sebesar Rp. 250.000.
Putusan ini berawal saat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta memutuskan Jaksa Agung ST Burhanuddin melawan hukum atas pernyataannya terkait tragedi Semanggi I dan II. Pernyataan tersebut disampaikan Burhanuddin dalam rapat dengan Komisi I DPR pada 16 Januari 2020.
Mengutip dari situs resmi direktori putusan Mahkamah Agung, kalimat Burhanuddin yang dianggap melawan hukum yakni peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari yang menyampaikan '..peristiwa Semanggi I dan II yang sudah ada hasil rapat paripurnaDPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU no.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM' adalah perbuatan hukum oleh badan dan/pejabat pemerintahan," demikian diktum putusan yang dikutip pada Rabu (4/11).
Putusan yang diketuai oleh Hakim Andi Muh.Ali Rahman itu juga mewajibkan Burhanuddin atau lembaga sebagai tergugat, untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada keputusan yang menyatakan sebaliknya.
Hakim juga menghukum tergugat membayar biaya perkara Rp285.000. Jaksa Agung lantas menempuh jalur banding ke PT PTUN pada 9 November 2020.
(mdk/ray)