Jalani Putusan PTUN, Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron
Penundaan itu sehubungan dengan perintah dari hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan menunda sidang etik Ghufron.
Penundaan itu sehubungan dengan perintah dari hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan menunda sidang etik Ghufron.
Jalani Putusan PTUN, Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda sidang putusan etik Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait dugaan penyalahgunaan jabatan membantu mutasi ASN Kementan dari pusat ke daerah. Sidang putusan etik Ghufron digelar hari ini, Selasa (21/5).
Ketua majelis etik, Tumpak Hatorangan mengatakan, penundaan itu sehubungan dengan perintah dari hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan menunda sidang etik Ghufron.
Ghufron Gugat Dewas KPK
Di satu sisi, Ghufron juga tengah melayangkan gugatan materi terhadap Dewas KPK karena peristiwa membantu ASN Kementan itu telah kedaluwarsa.
"Oleh karena itu ini kami anggap resmi yang berasal dari penitera pengadilan TUN, oleh karena kami sudah mendapatkan penetapan yang memerintahkan kami untuk menunda maka sesuai dengan kesepakatan dari majelis maka persidangan ini kami tunda," kata Tumpak dalam sidang, Selasa (21/5).
Penjelasan Dewas KPK
Tumpak menyebut sidang etik Ghufron bakal ditunda sampai dengan hakim PTUN memberikan putusan selanjutnya bilamana telah berkekuatan hukum tetap.
"Karena disini disebut berlaku final dan mengikat penetapan ini, tidak dapat diganggu gugat penetapan ini untuk semua, oleh karena itu terpaksa kami menghormati penetapan ini maka sidang ini kami tunda sampai nanti ada putusan pengadilan TUN yang tetap atau ada penatapan yang membatalkan penetapan ini," jelas Tumpak.
ICW Desak Tetap Gelar Sidang Etik Nurul Ghufron
Sementara itu, Indonesia Coruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menggelar sidang etik putusan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait dugaaan penyalahgunaan jabatan.
Peneliti ICW, Diky Anadya menilai putusan sela hakim PTUN yang meminta Dewas KPK menunda siding keliru tanpa didasarkan pertimbangan objektif.
Diky menyebut tidak ada urgensinya bagi hakim PTUN yang tiba-tiba memerintahkan Dewas KPK menunda sidang etik. Terlebih putusan sela itu ditetapkan H-1 jelang putusan sidang etik Ghufron di Dewas.
Dia lantas menyoroti pasal 67 ayat 4 UU 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
"Dalam ayat 4 huruf a, Pasal a quo, bahwa penundaan hanya dapat dilakukan dalam kondisi terdapat keadaan yang sangat mendesak yang dapat merugikan tergugat. Bagi ICW, untuk menilai adanya “keadaan yang sangat mendesak” harus dilihat secara objektif, di mana ada kepentingan umum dari masyarakat yang turut mendesak pimpinan KPK yang berintegritas dan beretika yang harus dipertimbangkan, ketimbang kepentingan personal Nurul Ghufron" kata Diky dalam keterangannya, Selasa (20/5).
Diky kemudian melanjutkan putusan PTUN yang memerintahkan sidang etik Dewas dianggap tidak tepat. Semestinya sudah sidang etik Ghufron dengan agenda putusan dapat tetap digelar pada Selasa (20/5). Sehingga kata dia semestinya tidak dapat mempengaruhi.
Oleh sebab itu, ICW tetap meminta agar Dewas tetap menggelar sidang etik putusan Nurul Ghufron yang menjatuhkan sanksi berat.
"Kami mendesak agar Dewan Pengawas tetap menyelenggarakan agenda pembacaan putusan atas sidang pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh Nurul Ghufron dan tidak ragu untuk menjatuhkan sanksi berat kepada yang bersangkutan. Adapun jenis hukuman berupa, 'diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan' sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (3) Perdewas Nomor 3 Tahun 2021," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, dengan nomor perkara 142/G/TF/2024/PTUN.JKT, dalam amar putusan selanya memerintahkan Dewas untuk menunda sementara sidang etik Ghufron.
"Memerintahkan Tergugat untuk Menunda Tindakan Pemeriksaan atas Dugaan Pelanggaran Etik Atas Nama terlapor Nurul Ghufron sebagaimana Surat Undangan Pemeriksaan Klarifikasi Nomor: R-009/DEWAS/ETIK/SUK/02/2024 tertanggal 21 Februari 2024," tulis laman SIPP yang dikutip, Senin (20/5).
Perintah itu ditetapkan majelis hakim PTUN untuk selanjutnya memerintahkan panitera PTUN melanjutkan surat keputusan itu.
"Memerintahkan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menyampaikan salinan Penetapan ini kepada pihak-pihak yang berkaitan ; Menangguhkan biaya yang timbul akibat Penetapan ini diperhitungkan dalam Putusan akhir," lanjut keterangan putusan sela itu.
Dalam gugatan yang diajukan oleh Ghufron, menyebut kalau dugaan pelanggaran etik dirinya ke Dewas dianggap telah kedaluwarsa. Sebab peristiwa Ghufron yang membantu mutasi ASN kenalannya dari pusat ke daerah terjadi pada 15 Maret 2022. Sehingga dianggap tidak sah dan batal demi hukum.
Oleh karenanya, Ghufron melalui hakim PTUN menghentikan pemeriksaan dan atau peristiwa lalu menerima laporannya yang telah dimasukkan pada 28 Februari 2024.