Keluh kesah warga soal prostitusi terselubung di Tebet
Beberapa warga Tebet sendiri yang menyaksikan secara langsung perubahan drastis tersebut pada daerah permukimannya.
Kawasan Tebet merupakan wilayah yang bebatasan langsung dengan wilayah Pancoran di bagian selatan, dan daerah Manggarai di bagian utaranya. Tebet juga diapit oleh kawasan Kampung Melayu di bagian Timur, dan wilayah Kuningan yang cukup sibuk di perbatasan Baratnya. Dapat dibayangkan, betapa strategisnya wilayah permukiman ini, dilihat dari akses kendaraan maupun pusat-pusat keramaian kota di wilayah DKI Jakarta.
Hal itu tak pelak membuat Tebet berkembang begitu pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Saat ini, di wilayah Tebet dapat dijumpai berbagai tempat hiburan, dari yang berbau kuliner sampai relaksasi semacam spa dan pusat kebugaran.
Namun sebagai konsekuensi dari berkembangnya sebuah daerah, kemungkinan adanya penyelewengan demografis dari wilayah permukiman menjadi wilayah perniagaan, tak urung ikut serta dalam perkembangan Tebet sebagai sebuah kawasan. Hal itu juga menagih dampak buruk lainnya, yang ikut berkelindan dalam kehidupan sosial warga Tebet itu sendiri.
Sebut saja kasus Deudeuh Alfisahrin alias Mpi alias Tata seminggu lalu. Janda satu anak yang bekerja sebagai PSK dan melakukan pekerjaannya itu di tempat kos ilegal di wilayah Tebet, ditemukan tewas di dalam kamar kosnya. Tata dibunuh pelanggannya sendiri hanya karena masalah sepele yang berbuntut pada kematiannya.
Dan tak bisa disangkal, kasus seperti itu merupakan salah satu akibat, dari penataan ruang dan tata wilayah yang bermasalah, dimana rumah indekos ilegal tak berizin ternyata turut ikut serta dalam perkembangan Tebet sebagai sebuah wilayah.
Berikut adalah sejumlah hal terkait wilayah Tebet saat ini, dari beberapa warga Tebet sendiri yang menyaksikan secara langsung perubahan drastis tersebut pada daerah permukimannya.
-
Mengapa Masjid Perahu di Tebet didesain menyerupai perahu? Bentuk perahu ini dibuat bukan tanpa alasan. Menurut kisahnya, si empunya dahulu sangat mengagumi sosok Nabi Nuh AS.
-
Kapan Masjid Perahu di Tebet dibangun? Mengutip majalah digital Pemprov DKI Jakarta, Masjid Perahu ini rupanya sudah ada sejak sejak 1963.
-
Di mana Masjid Perahu di Tebet berada? Persisnya, masjid perahu ini berada di Jalan Raya Menteng Pulo, Kelurahan Menteng Dalam. Bagi yang ingin beribadah atau menikmati keindahan arsitekturnya, disarankan memarkir mobil di pinggir jalan, karena letak bangunan masjid berada di dalam sebuah gang.
-
Apa yang menjadi ciri khas dari Masjid Agung Al Munada Darussalam Baiturrahman di Tebet? Bangunan menyerupai perahu inilah yang kemudian menjadi ikon dari masjid tersebut. Tak sedikit juga jemaah yang mengabadikan gambar di sekitar area perahu.
-
Di mana pertempuran di Tebing Tinggi terjadi? Pertempuran ini terjadi di beberapa wilayah seperti di Dolok Merawan dan di Paya Pinang.
-
Siapa yang membangun Masjid Perahu di Tebet? Kala itu pembangunannya dilakukan oleh seorang tokoh agama setempat bernama KH Abdurrahman Masum dengan konsep yang berbeda dari kebanyakan masjid.
Tebet, prostitusi dan indekos ilegal
Sebagai sebuah wilayah gaul di Jakarta, segala macam tempat hiburan hampir semuanya dimiliki oleh Tebet sebagai prasyarat dari sebuah wilayah di kota Megapolitan. Dari restoran, kafe, hotel, deretan waralaba, tempat karaoke, sekolah, dan berbagai lapak nongkrong pun ada di sana.
Hal itu tentu saja berdampak langsung pada masyarakat sekitar kawasan Tebet, seperti yang diutarakan Hady saat ditemui merdeka.com di salah satu sudut gaul wilayah tersebut.
Hady mengatakan, terkait masalah prostitusi itu sebenarnya merupakan hal yang tak lazim ada di wilayah Tebet. Pasalnya, hampir seluruh permukiman warga di wilayah ini, merupakan warga asli yang sudah sejak lama menetap di wilayah ini.
Namun dirinya tak menyangkal, jika akhir-akhir ini Tebet sebagai sebuah wilayah juga kerap tak luput dari terpaan berbagai penyakit sosial, seperti kawasan perkotaan lain pada umumnya.
"Kalau masalah kos-kosan, itu kan sebenarnya umum di wilayah manapun. Tapi memang belakangan ini makin banyak kos-kosan di Tebet yang nggak terpantau sama camat sini. Jadi kalau pada akhirnya ada modus-modus prostitusi, berarti kan tinggal penertibannya saja yang digalakkan," ujar Hady saat ditemui merdeka.com, Jumat (17/4).
Hady menganggap, selama ini tidak ada masalah di lingkungan rumahnya, apalagi terkait dengan modus prostitusi seperti yang digembor-gemborkan masyarakat akibat kasus yang terjadi akhir-akhir ini.
Dirinya juga memahami, ada sebagian wilayah permukiman di Tebet ini, yang memang terdapat kesenjangan sosial antar tetangganya yang tak saling kenal.
"Jadi agak susah ya kalau mengandalkan laporan masyarakat mengenai tempat-tempat yang terindikasi sebagai tempat prostitusi itu. Karena ada di Tebet ini yang rumahnya gede-gede, tapi sama tetangganya aja jarang tegur sapa," kata Hady.
"Anggaplah kasus kematian Deudeuh kemarin itu sebagai tamparan keras bagi camat dan lurah di Tebet, biar nggak lalai dengan makin ramainya daerah sini," katanya menambahkan.
Untuk itu, Hady mengaku dirinya sama sekali tak mempermasalahkan, jika ada sebagian warga yang membuka rumah indekos sebagai usaha sampingannya, selama menjaga ketertiban dan kemanan.
Dirinya juga berharap agar pihak camat dan lurah di kawasan Tebet ini, tidak berpangku tangan saja melihat kawasan yang dipimpinnya semakin ramai dalam hal pembangunan.
"Kalau banyak bermunculan rumah indekos sebenarnya bukan masalah, kan bebas kalau orang mau buka usaha. Asal nggak meresahkan warga yang udah puluhan tahun tinggal di sini. Tapi pihak camat maupun lurah juga perlu aktif sih, nggak bisa diem aja. Karena kan mereka yang punya wewenang menertibkannya," pungkasnya.
Tempat-tempat usaha di Tebet tak menyerap tenaga kerja warganya
Perkembangan yang terjadi di wilayah Tebet dengan menjamurnya sejumlah tempat hiburan, mungkin dipahami sebagian orang sebagai meningkatnya taraf hidup warga sekitar. Hal ini pun bisa dimaklumi, mengingat berdirinya sebuah badan usaha biasanya berkaitan langsung dengan penyerapan sumber daya pada lapangan kerja yang tercipta.
Namun teori itu ternyata tak bekerja dalam kasus perkembangan Tebet sebagai sebuah kawasan niaga. Terlepas dari jenis usaha yang hadir dan menjamur disana memakai izin resmi atau tidak, ternyata tak ada korelasi antara munculnya tempat-tempat usaha, dengan terserapnya tenaga kerja para warga di sekitarnya.
Hal itu diamini oleh seorang pemuda yang akrab disapa Derry, sebagai salah seorang yang tinggal di kawasan Tebet Utara. Tukang parkir pada salah satu tempat makan di Tebet itu mengaku, sedemikian banyak tempat usaha di Tebet saat ini tak selalu memberdayakan warga Tebet sebagai pekerjanya.
"Nggak ngaruh ah, sama aja. Kafe atau restoran di sekitar sini karyawannya mah ya dari mana-mana juga. Tergantung yang nerima mereka kerja aja. Orang Tebetnya mah ya pada kerja ajalah kayak biasa di kantoran. Bahkan tukang parkir di sepanjang Tebet Raya itu aja kebanyakan orang Indonesia timur, bukan anak-anak Tebet sini," ujar Derry saat ditemui merdeka.com di kawasan Tebet, Jumat (17/4).
Derry mengaku, rata-rata warga Tebet juga sebenarnya cukup berpendidikan, sehingga tak harus bergantung pada berbagai bidang usaha yang berdiri di sekitar kawasan Tebet, baik restoran maupun tempat hiburan lainnya.
Dirinya bahkan mengakui, pekerjaannya menjadi juru parkir ini merupakan kegiatannya, selagi tak bekerja di profesi aslinya di dunia percetakan.
"Ini juga bukan pekerjaan utama saya, sambilan aja. Aslinya mah kerja di percetakan," ujar Derry.
"Karena warga Tebet juga biasa aja sama kafe-kafe atau tempat hiburan lainnya itu. Kita mah warga sini nggak terlalu tertarik banget untuk main kesana, soalnya kan deket dari rumah. Lagipula kan jajanannya mahal lah buat orang kayak kita," pungkasnya.
Tebet diminati sebagai tongkrongan, karena terjangkau
Sebagai sebuah wilayah yang berkembang dari segi perniagaan, Tebet diakui menjadi idola bagi para anak nongkrong Jakarta karena sejumlah hal yang mendukungnya.
Hal itu diutarakan Nindya yang mengaku suka hang out ke daerah Tebet ini, karena dekat dengan rumahnya di bilangan Pengadegan, Pancoran.
Selain itu, karyawan swasta di bilangan Sudirman itu juga mengaku, rata-rata harga makanan dan tempat hiburan di Tebet ini masih terhitung terjangkau, dan tidak terlalu mahal seperti di sejumlah kawasan elit lainnya.
"Gampang sih kalau mau kesini, deket pula. Akses kendaraannya juga mudah dicari. Apalagi kan nggak terlalu mahal lah kayak di Kemang atau di mall-mall," ujar Nindya saat ditemui di salah satu tempat nongkrong di bilangan Tebet, Jumat (17/4).
Wilayah perniagaan dan tempat nongkrong di Tebet yang tak sebegitu jauh antara satu dan yang lainnya pun, menjadi salah satu keunggulan kawasan ini dalam memanjakan para pengunjungnya.
Belum lagi dengan keberadaan tempat-tempat asik untuk bercengkrama bersama teman dan kolega, dianggap Nindya turut melengkapi alasannya dan teman-temannya mengunjungi Tebet sekedar untuk hang out.
"Disini kan juga deket-deket soalnya. Kalau mau makan banyak pilihan, terus kalau abis itu mau karaoke atau ngopi-ngopi, tinggal ke sebelah atau ke sebrangnya," kata Nindya.
"Udah gitu kafe-kafe dan tempat makan di sini lumayan cozy lah tempatnya. Apalagi ada tempat makan yang juga nyediain skyview di atasnya. Jadi yaudah lah kesini aja akhirnya juga cukup kok buat sekadar hiburan," pungkasnya.