Kemenag Terapkan Skema Murur Saat Mabit di Muzdalifah, Ini Alasannya
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan menerapkan mabit di Muzdalifah dengan skema murur pada penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024 M.
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan menerapkan mabit di Muzdalifah dengan skema murur pada penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024 M.
- Kemenag: Seluruh Jemaah Haji Indonesia di Muzdalifah Sudah Diberangkatkan ke Mina
- Dibatasi, Kuota Jemaah Haji Indonesia Ikut Murur saat Mabit di Muzdalifah Sudah Terisi 60 Persen
- Jemaah Indonesia yang Mabit dengan Skema Murur di Muzdalifah Diberangkatkan Lebih Awal
- Begini Persiapan Petugas Menjelang Pelaksanaan Puncak Ibadah Haji yang Tinggal 10 Hari Lagi
Kemenag Terapkan Skema Murur Saat Mabit di Muzdalifah, Ini Alasannya
Skema murur diterapkan sebagai ikhtiar menjaga keselamatan jiwa jemaah haji atas potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah.
"Tahun ini kita akan terapkan skema murur untuk mabit di Muzdalifah. Kebijakan ini kita terapkan setelah menimbang kondisi spesifik terkait potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah,” kata Direktur Layanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid di Mekkah, Kamis (6/6).
Mabit (bermalam) di Muzdalifah dengan cara murur merupakan mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah.
Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus atau tidak turun dari kendaraan, lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
"Skema murur ini menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia," kata Subhan.
Dijelaskan Subhan, area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350m2. Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab.
Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid.
Setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 45 cm2 di Muzdalifah.
"Ini saja sudah sangat sempit dan padat," kata Subhan Cholid.
Tahun 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sebanyak 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah.
Padahal, tahun ini ada pembangunan toilet yang memakan tempat di Muzdalifah seluas 20.000 m2. Akibatnya, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah hanya sekitar 29 cm2 saja. "Jadi seperti 1 kotak tegel (lantai) ini saja, sangat sempit sekali," ungkap Subhan.
Kondisi Muzdalifah yang menjadi semakin sempit berpotensi menjadi kepadatan luar biasa yang jika dibiarkan. Hal ini pun akan dapat membahayakan jemaah. Makanya, pemerintah memutuskan untuk menerapkan skema murur.
"Sebab itulah kita akan menerapkan skema murur saat mabit di Muzdalifah,” tegas Subhan.
Kondisi demikian tak hanya dialami jemaah haji Indonesia saja. Subhan bilang, nasib yang sama juga dialami jemaah haji dari berbagai negara. "Karena, tempat yang tersedia di Muzdalifah memang dibagi rata sesuai jumlah jemaah di tiap negara," kata Subhan.
Untuk itu, skema murur tidak hanya dilakukan jemaah haji Indonesia. Beberapa negara lain juga menerapkan skema yang sama saat mabit di Muzdalifah.
"Skema murur juga diterapkan oleh sebagian besar jemaah haji asal Turki dan sejumlah negara Afrika,” sambung Subhan.
Subhan menambahkan skema murur ini sudah sejalan dengan hasil musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama. PBNU memutuskan kepadatan jemaah di area Muzdalifah dapat dijadikan alasan kuat sebagai uzur untuk dapat meninggalkan mabit di Muzdalifah.
Ibadah haji tetap sah dan tidak terkena kewajiban membayar dam. Sebab, kondisi jemaah yang berdesakan berpotensi menimbulkan mudharat/masyaqqah dan mengancam keselamatan jiwa jemaah.
"Menjaga keselamatan jiwa atau hifdu an-nafs pada saat jemaah haji saling berdesakan termasuk uzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah," ujar Subhan mengutip salah satu kesimpulan musyawarah Syuriah PBNU.