Demi Keselamatan Jemaah, Buya Anwar Sepakat Mabit di Muzdalifah Pakai Skema Murur
Skema ini dinilai lebih aman untuk menjaga keselamatan mereka dalam menjalani rangkaian puncak ibadah haji.
Skema ini dinilai lebih aman untuk menjaga keselamatan mereka dalam menjalani rangkaian puncak ibadah haji.
Demi Keselamatan Jemaah, Buya Anwar Sepakat Mabit di Muzdalifah Pakai Skema Murur
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Anwar Abbas menilai skema murur saat (bermalam) di Muzdalifah lebih baik dilakukan bagi jemaah haji yang masuk dalam kategori lansia dan resiko tinggi (risti) serta jemaah penyandang disabilitas.
Skema ini dinilai lebih aman untuk menjaga keselamatan mereka dalam menjalani rangkaian puncak ibadah haji.
Apalagi saat ini kawasan Muzdalifah sedang mengerjakan proyek pembangunan toilet. Akibatnya, kawasan Muzdalifah menjadi lebih sempit lagi.
“Saya tahun 2008 haji, tahun 2019 haji, tempat di sini (Muzdalifah) masih luas, sehingga kalau mobil (bus) parkir di sini meskipun sempit-sempit tapi mampulah menampung. Tapi sekarang banyak bangunan, di sini ada dibangun toilet,” ungkap Anwar Abbas di Muzdalifah, Selasa (11/6).
Usai melakukan peninjauan Arafah, Muzdalifah dan Mina, Buya Anwar menyimpulkan tidak mungkin semua jemaah haji Indonesia mabit di Muzdalifah. Maka diperlukan ijtihad dari para ulama untuk mengeluarkan fatwa terkait skema murur.
"Sehingga diperlukan ijtihad ulama, dan Majelis Ulama Indonesia sudah membuat fatwa. Artinya, jemaah tertentu yang sakit dan berisiko tinggi, untuk keselamatan mereka, lebih baik lanjut ke Mina, dan berangkat jam 19.00 malam,” kata Buya Anwar.
Menurutnya, pilihan mabit di Muzdalifah dengan skema murur patut menjadi pilihan karena bertujuan menjaga keselamatan diri.
“Itu ada alasannya, masyaqqah, kesulitan. Dalam maqashid syariah kan, ada hifdzunnafs ya, ada pertimbangan keselamatan jemaah,” kata Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah ini.
Buya Anwar juga sepakat dengan program murur yang disiapkan pemerintah akan memberangkatkan jemaah lansia, jemaah dengan risiko tinggi serta pendampingnya diberangkatkan dari Arafah langsung menuju Mina dimulai sejak pukul 19.00 malam.
“Itu, kan, artinya sudah melewati malam, ya. Saya kira sah. Malam kan dimulai dari terbenamnya matahari. Memang ada ulama menyatakan lewat jam 12 malam, tapi situasi dan kondisinya tidak memungkinkan. Melihat space (luasan) sekarang ini, saya punya kesimpulan memang tidak mungkin,” ungkap Buya Anwar.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) telah menggulirkan rencana pola mabit di Muzdalifah dengan skema murur. Hal ini menjadi bagian dari mitigasi makin sempitnya kawasan Muzdalifah, khususnya setelah terbangunnya toilet yang memakan lahan seluas dua hektar.
Berdasarkan catatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), area Muzdalifah yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350m2.
Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 45 cm2 di Muzdalifah.
Tahun 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah.
Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat di Muzdalifah seluas 20.000 m2. Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, hanya 29 cm2.
Maka, mabit Muzdalifah dengan skema murur menjadi ikhtiar pemerintah untuk dapat mengurangi kepadatan di Muzdalifah. Pemerintah menargetkan 55 ribu jemaah haji Indonesia akan melakukan skema murur.
Mabit di Muzdalifah dengan cara murur merupakan bermala. yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.