Kepala BNPT: Tidak ada satu tempat di Indonesia steril dari terorisme
Membuat basis di Asia Tenggara dari Poso sampai Filipina, ISIS semakin menajamkan ideologi radikal di berbagai kawasan. Bahkan saat ini tidak ada satu tempat di kabupaten kota di Indonesia yang benar-benar steril dari radikalisme maupun terorisme.
Membuat basis di Asia Tenggara dari Poso sampai Filipina, ISIS semakin menajamkan ideologi radikal di berbagai kawasan. Bahkan saat ini tidak ada satu tempat di kabupaten kota di Indonesia yang benar-benar steril dari radikalisme maupun terorisme.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan, sasaran penyebaran radikalisme masuk ke berbagai golongan. Ia bercerita di Bekasi dan Bandung ada fenomena perempuan mau meledakkan diri. Di Jawa Timur didapati praktik intimidasi ke mahasiswa untuk mengikuti aliran tertentu dengan ancaman nilai. Sampai ada pula, anak PAUD usia 5 tahun yang tidak mau masuk mal karena menganggap perilaku kafir karena doktrin guru.
"Tidak ada satu tempat di kabupaten kota di Indonesia steril dari terorisme," kata Suhardi mengisi kuliah umum mahasiswa baru Unsoed di Auditorium Graha Widyatama, Selasa (22/8).
Dari pengamatan BNPT sendiri, pembawa radikalisme tersebut memiliki sejumlah ciri-ciri tertentu, yakni intoleran dan eksklusif. Mereka juga terbagi dalam empat kategorisasi yakni inti, militan, suporter dan simpatisan.
"Mereka bisa bergerak cepat kalau dibangkitkan," ujarnya.
Suhardi mencontohkan karakteristik sosok radikal tersebut pada Ali Imron, aktor Bom Bali I. Ali yang memiliki keahlian membuat bom pernah berkata hanya butuh waktu dua jam untuk mendoktrin seseorang untuk melakukan bom bunuh diri. Terkait militansi terlihat dari pelaku bom bunuh diri di J.W Marriot yang sempat membuat video bahwa fardhu ain meledakkan diri.
"Di pola rekrutmen dulu secara kekeluargaan, pertemanan, ketokohan, lembaga keagamaan. Sekarang era teknologi komunikasi dilakukan terbuka melalui media sosial," ungkap Suhardi.
Karena itu mengingat radikalisme merasuk ke berbagai arah, Suhardi mengimbau mesti bijak membagi informasi. Apalagi di Indonesia ada 139 juta pengguna internet. Mayoritas dengan tingkat pendidikan sebagian besar dari SMA.
"Siapa yang disalahkan, teknologi berkembang cepat, tapi tergantung kita memfilter. Kita semua bertanggung jawab dan kita tidak bisa menghindar. Harus kita sendiri dengan bijak memilah informasi", ujar Suhardi.
Baca juga:
Pencegahan terorisme dinilai harus diutamakan ketimbang penindakan
Ali Fauzi sang perakit bom andal dan pendiri 'rumah' eks napiter
Kisah eks teroris: Perang cara perjuangkan Islam, bukan pemilu
Perangi propaganda radikalisme dengan konten damai di dunia maya
Telegram hapus 10 konten berbau teroris dan radikalisme setiap hari
-
Bagaimana cara BNPT membantu para penyintas terorisme agar tetap berdaya? Selain itu, BNPT juga sering mengadakan agenda gathering yang ditujukan untuk menumbuhkan semangat hidup dan mengembalikan kepercayaan diri bagi para korban terorisme agar tetap berdaya.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Dimana BNPT menemukan landasan hukum untuk memberikan kompensasi kepada korban terorisme? Ibnu menjelaskan, landasan pemerintah melakukan pembayaran kompensasi atau ganti rugi tertuang dalam PP No. 35 Tahun 2020 tentang pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Kenapa Komjen Pol Marthinus Hukom menilai narkoba lebih berbahaya dari terorisme? “Teroris berapa orang mungkin, tapi narkotik siapa pun juga, sama dengan teroris tapi narkotik dia menyerang sampai ke saraf-saraf, merusak manusia dan ini berbahaya dan bisa terancam generasi muda, bahkan mengancam keberlanjutan negara,” ucapnya.