Keranda Legendaris dari 1929 di Denpasar, Tak Ada yang Tahu Sejarahnya
"Kemungkinan warisan (Keranda) dari Raja Pemecutan. Karena tanah ini dihibahkan dari Raja Pemecutan. Tapi, itu kemungkinan," ujar Sumartono.
Sebuah keranda jenazah berwarna hijau diletakan di ponjok gedung sebelah barat Yayasan Pemakaman Muslim Wanasari Maruti Tiga Belas atau Tempat Pemakaman Umum (TPU) Islam Wanasari Maruti, Jalan Maruti, Kampung Jawa, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar Utara.
Sepintas keranda itu seperti pada umumnya yang digunakan untuk menggotong jenazah. Namun, di depan keranda yang terbuat dari kayu jati itu bertuliskan tahun 1929. Keranda tersebut, adalah keranda legendaris yang awal warga Dusun Wanasari, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar Utara atau lebih dikenal kampung Jawa, menggunakannya untuk menggotong jenazah.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana cara sejarawan menentukan kebenaran sebuah peristiwa sejarah? Sejarah menggunakan metode ilmiah dan analisis kritis untuk menilai keandalan sumber dan menyusun narasi yang berdasarkan bukti.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Apa bukti sejarah yang menunjukan kebesaran Purnawarman? “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
"Dulunya tidak berwarna, tapi tahun 2005 kita cat dengan warna hijau. Keranda itu, awal dipakai oleh warga di sini. Tapi sejak adanya keranda dari alumunium atau stenlis sumbangan dari warga sudah tidak dipakai. Sekitar tahun 2005 sudah tidak digunakan," ucap H. Sumartono (60) selaku Wakil Ketua Yayasan Pemakaman Muslim Wanasari Maruti Tiga Belas, Sabtu (4/5) sore.
Sumartono juga menjelaskan, alasan lain keranda legendaris tersebut tidak bisa digunakan selain ada keranda sumbangan dari bahan alumunium, juga saat digotong terasa berat.
"Walaupun digotong 6 orang juga berat. Itu belum ada jenazahnya. Kalau beratnya ada sekitar 10 kilogram lebih. Tapi, hal itu jangan dikaitkan dengan mistis yah. Karena memang semua bahan keranda itu dari kayu jati dulu," ujarnya.
©2019 Merdeka.com/kadafi
"Karena itu terbuat dari kayu. Kalau kayu lama-kelamaan kandungan airnya kan banyak hingga berat. Bisa juga, karena kualitasnya kayu jatinya betul-betul asli," tambahnya.
Sisi menariknya lagi, kendati keranda yang utuh terbuat dari kayu jati ini sudah puluhan tahun, tidak ada bekas dimakan rayap. Keranda tersebut, masih terlihat utuh tanpa ada bekas dimakan usia. Hanya saja, warna yang berbeda karena dicat hijau pada tahun 2005.
Sumartono juga menjelaskan, awal keranda tersebut ada dua. Namun, satu keranda yang sama dikirim ke kampung Kecicang Islam, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali.
"Kerandanya juga tidak dimakan rayap sampai sekarang. Mungkin, karena kita cat. Dulunya ada dua, yang satunya dibawa ke Karangasem Kecincang Islam kampung Muslim juga di sana dan sekarang sudah tidak dipakai karena ada yang baru lagi," ujarnya.
©2019 Merdeka.com/kadafi
Sumartono juga menjelaskan, bahwa awalnya keranda tersebut diletakkan di Masjid Baiturrahman yang juga di Dusun Wanasari. Namun, ketika Yayasan Pemakaman Muslim Wanasari direnovasi dan memiliki tempat pemandian jenazah, akhirnya dipindahkan ke TPU.
"Dulu pun tidak taruh di sini. Kan biasa (keranda) itu di antara Masjid dan kuburan. Karena di sana (Masjid) sudah tidak ada tempat dan di sini sudah di restorasi maka dipindah ke sini," ujarnya.
Sumartono, juga tidak bisa menjelaskan awal sejarah keranda legendaris tersebut. Karena, saksi sejarah atau para sesepuh sudah ada banyak yang meninggal dunia. Namun, hanya ada beberapa orang yang masih hidup tapi sudah sering lupa.
Namun, kalau dari cerita sejarah Dusun Wanasari, konon tanah di Dusun Wanasari adalah tanah hibah dari Raja Pemecutan. Karena, umat muslim di Denpasar khususnya, turut membantu perjuangan kerajaan Pemecutan untuk mengusir penjajah kolonial di Kota Denpasar.
"Untuk para sesepuhnya sudah ada yang meninggal. Kita juga baru berencana mau buat sejarah tertulis dari mana ini asal usulnya (Keranda). Kalau keranda ini antara tahun 1918 atau 1928. Iya itu yang belum kami tahu sejarahnya. Ada rencana di museumkan. Kita tunggu habis lebaran saja karena gedung ini mau dibongkar semua. Tapi kita cari dulu sejarahnya yang valid," ujarnya.
"Kemungkinan warisan (Keranda) dari Raja Pemecutan. Karena tanah ini dihibahkan dari Raja Pemecutan. Tapi, itu kemungkinan," ujar Sumartono.
Baca juga:
4 Benda Berharga Menakjubkan Peninggalan Kapal Titanic
Bom Era PD II Seberat 250 Kg Diledakkan, 600 Warga Dievakuasi
Melihat Keindahan Situs-Situs Warisan Budaya Dunia di Barcelona
Zulkifli Dapat Warisan Torpedo Peninggalan Perang Dunia dari Orang Tua
Situs Sekaran Bukti Penggunaan Teknologi Maju Sebelum Era Majapahit
Mendikbud: Situs Sekaran Harus Dilestarikan