Kedai Teh Ini Legendaris di Jakarta, Lestarikan Tradisi Minum Teh Sejak 420 Tahun Silam
Menyesap teh di sini membawa kenangan era 1920-an. Wajib didatangi para pencita teh.
Menyesap teh di sini membawa kenangan era 1920-an. Wajib didatangi para pencita teh.
Kedai Teh Ini Legendaris di Jakarta, Lestarikan Tradisi Minum Teh Sejak 420 Tahun Silam
Terdapat banyak bangunan tua di wilayah Jakarta Barat. Gedung-gedung tersebut bahkan masih sangat terawat, salah satunya kedai teh Pantjoran Tea House yang berlokasi di Jalan Pancoran, Glodok, Jakarta Barat.
Secara fisik, bangunan tersebut memiliki nuansa khas Belanda. Kemudian, kedai teh juga kental dengan ornamen Tionghoa khas awal abad ke-20. Ini seolah mengukuhkan posisinya sebagai sisa kejayaan kota pecinan di masa silam.
-
Dimana Kebun Teh Panglejar berada? Kebun Teh Panglejar berada di Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.
-
Bagaimana cara menikmati Teh Gong Fu Cha di Pantjoran Tea House? Nah, di kedai ini kamu bisa menjajal penyeduhan Teh Gong Fu Cha bak bangsawan.
-
Bagaimana tradisi minum teh menjadi populer? Ia pun meminta teh, roti, dan butter di sore hari sambil menunggu makan malam. Lama kelamaan, kebiasaan ini nggak dilakukan sendirian. Ia mengundang teman-temannya untuk menikmati teh di kediamannya, yaitu di Wobburn Abbey.
-
Dimana lokasi Kebun Teh Pagilaran? Letak Kebun Teh Pagilaran berada di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut, sehingga pengunjung bisa menikmati udara sejuk dan segar.
-
Kapan tradisi minum teh muncul? Mulai Dikenal Sejak 1660an Dilansir dari Love Food, ternyata minum teh awalnya menjadi kebiasaan yang dibawa oleh Catherine de Braganza dari Portugal.
-
Bagaimana perkebunan teh Gunung Dempo mempertahankan kesan klasik? Dengan mengandalkan fasilitas kuno, tentu menambah kesan klasik dan kental sekali dengan nilai sejarah sekaligus berbeda dari pabrik-pabrik teh yang ada di Indonesia.
Daya tariknya tak sekedar di bangunan, melainkan juga di tradisi minum teh yang sudah ada sejak 420 tahun silam. Kedai teh ini amat menarik dikunjungi, karena penikmat akan diajak bernostalgia di dalam secangkir teh oriental.
Serasa Berada di Tahun 1920
Mengutip Instagram Pantjoran Tea House, di bagian dalam bangunan terdapat beberapa lampion yang terpasang menggantung. Ada juga aksara Tiongkok kuno di dinding dengan model jendela bermotif kayu.
Belum lagi meja dan kursi di dalam kedai teh yang terbuat dari kayu autentik, dengan lapisan cat bening khas peninggalan zaman dulu.
Menyeruput secangkir teh di sini seolah membawa suasana Batavia khas tahun 1920-an.
Tawarkan Berbagai Menu Teh Khas Negeri Tirai Bambu
Di sana ada banyak menu teh yang ditawarkan. Seluruhnya merupakan racikan turun-temurun khas negeri Tirai Bambu.
Ada yang menarik dari cara penyajiannya. Penikmat bisa menyaksikan penyajian teh dengan teknik gong fu cha yang merupakan tradisi leluhur warga Tionghoa.
Cita rasa teh ini berbeda, dengan aroma harum dan sepat dari seduhan yang sempurna oleh barista di sana.
Dulunya Apotek Tertua di Jakarta
Sebelum dijadikan kedai teh, rupanya bangunan sudah ada sejak tahun 1635. Sebelum 1920, lokasi ini merupakan apotek dan toko obat herbal bernama Chung Hwa.
Namun di awal 1900-an, bangunan dijadikan kedai teh yang menawarkan menu autentik dan dibawa oleh imigran China kala itu. Menu-menu tersebut masih bisa dirasakan sampai saat ini.
Bangunan ini juga disebut sebagai generasi awal apotek di Jakarta dan meramaikan khazanah penjualan obat-obatan tradisional di sepanjang jalan kawasan Glodok.
Ada Tradisi Minum Teh Sejak 1600-an
Daya tarik lainnya adalah terdapatnya tradisi minum teh yang sudah ada sejak tahun 1600-an. Tradisi ini kemudian dikenal dengan nama “Patekoan”.
Dalam laman resmi Pantjoran Tea House, patekoan merupakan tradisi berbagi teh gratis ala masyarakat Tionghoa.
Mereka akan menggelar hingga 8 teko, dengan beberapa cangkir di atas meja panjang agar bisa dinikmati oleh orang-orang yang melintas. Warga pun bisa meminum teh yang disediakan secara gratis.
Sampai saat ini, tradisi patekoan masih dilestarikan oleh Pantjoran Tea House sebagai bagian dari budaya minum teh ala masyarakat Tionghoa.
Bermula dari Kedermawanan
Dalam sejarahnya, tradisi patekoan ini berangkat dari rasa iba kapitan Tionghoa di zaman kolonial bernama Gan Djie. Saat itu, di depan rumahnya banyak dilalui buruh pikul, pekerja kasar sampai pengemudi andong.
Di saat yang bersamaan, Gan Djie merasa iba dan ingin menolong mereka. Istrinya kemudian menyarankan agar Gan Djie menaruh 8 buah teko dan cangkir di depan rumahnya dan bertuliskan “silakan diminum”.
Tradisi ini lantas menjadi kebiasaan, dan diteruskan oleh kedai tersebut.
Halal
Kedai ini juga menyediakan makanan berat berupa nasi goreng dan menu oriental Chinese lainnya. Seluruh menu yang dijual pun halal.
Kedai Pantjoran Tea House buka dari Senin sampai Jumat, mulai pukul 09:00 – 19:00 WIB. Untuk Sabtu dan Minggu, kedai ini buka mulai pukul 08:00-20:00 WIB