Kesaksian ABK lolos dari penyanderaan di selatan Filipina
Mereka berharap sejawatnya lekas kembali dan berkumpul bersama keluarga.
Beberapa awak kapal tugboat Charles masih beruntung tidak ditawan oleh perompak di selatan Filipina. Namun, kejadian itu akan selalu terpatri di ingatan mereka.
Awak yang lolos dari penyanderaan mulai buka suara. Mereka membeberkan detik-detik penyanderaan. Menurut mereka, ada dua kelompok menawan tujuh awak, pada 20 Juni lalu.
Ada juga yang memendam kekecewaan lantaran tidak bisa menemui keluarga. Berikut ini rangkuman kesaksian mereka yang lolos dari aksi penyanderaan yang mencekam.
-
Di mana Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Siapa yang mewakili TNI dalam perundingan Wonosobo? Pasukan TNI diwakili Kolonel Sarbini, sedangkan dari Belanda diwakili Kolonel Breemouer.
-
Kapan Jenderal Wismoyo menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD? Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar menjabat Kepala Staf TNI AD dari tahun 1993 sampai 1995.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan Alun-alun Puspa Wangi Indramayu diresmikan? Sebelumnya alun-alun ini diresmikan pada Jumat (9/2) lalu, setelah direnovasi sejak 19 Mei 2021.
-
Apa yang dilakukan oleh KWT Srikandi di Kelurahan Nusa Jaya? Para anggota KWT Srikandi di RT 02, RW 08 ini berhasil membudidayakan sejumlah jenis sayuran yang mudah diolah.
Korban selamat penyanderaan kesulitan bertemu keluarga
Syahril (33), salah satu ABK TB Charles yang lolos dari insiden penyanderaan militan bersenjata Filipina, mengutarakan keinginannya mundur sebagai karyawan PT Rusianto Bersaudara. Alasannya dia tidak diperkenankan pulang ke kampung halamannya, di Takalar, Sulawesi Selatan.
Syahril mengutarakan keinginannya pulang ke Takalar, menemui istrinya, Sabtu (2/7) mendatang. Keinginan dia, sudah disampaikan kepada bagian HRD (Head and Resources Department) perusahaan. Namun demikian, jawaban baru akan diberikan perusahaan, Jumat (1/7) besok.
"Kalau tidak dikasih izin, ya saya mundur dari perusahaan," tegas Syahril, dalam perbincangan bersama wartawan, Rabu (29/6).
Hari ini, setelah Selasa (28/6) malam sebelumnya tiba di Samarinda, Syahril bersama dengan lima rekannya yang lolos dari penyanderaan, diminta perusahaan kembali bekerja seperti biasa. Keenamnya diminta ke TB Charles, membenahi kondisi kapal pascainsiden penyanderaan.
"Dari 13 ABK, saya yang memang tersisa di bagian mesin. Tidak ada yang lain. Memang agak sulit menggantikan saya, mencari orang baru menggantikan saya," ujar Syahril.
Alasan mendasar Syahril ingin pulang ke kampung halamannya, mengingat juga dia perlu pemulihan, bertemu dengan istrinya dan keluarganya di Takalar.
"Juga ini kan mau Lebaran. Ya itu, kalau tidak dikasih izin, saya mundur," ucapnya lagi.
Keenam ABK diminta kembali bekerja oleh perusahaan, juga dibenarkan ABK selamat lainnya, Reidgar. "Saya sudah pulang. Lima orang teman saya ada di atas kapal."
"Ya, enam orang ada di kapal (tugboat Charles)," kata Kapten TB Berau Coal 69 Kurnia Ginting, yang juga sebagai pendamping keluarga korban sandera ke perusahaan.
Public External Relation PT Rusianto Bersaudara Taufik Rahman, gagal dikonfirmasi terkait itu. Dia juga tidak bersedia ditemui di kantor operasional perusahaan di Sungai Lais.
Alhasil, wartawan yang bermaksud ingin konfirmasi ke perusahaan sedari pagi tadi, dibuat gigit jari. Sikap tertutup perusahaan, disayangkan awak media.
Diketahui, TB Charles disandera 20 Juni 2016 lalu, saat berada dalam perjalanan dari Filipina menuju kembali ke Samarinda, Kalimantan Timur. Penyandera mengaku militan Abu Sayyaf, akhirnya menyekap tujuh dari total 13 ABK. Enam kru selamat, akhirnya tiba di Samarinda, Selasa (28/6) malam lalu.
2 kru TB Charles sempat menangis disandera Abu Sayyaf
Dua kru TB Charles, Muhammad Mabrur Dahri (KKM) dan Edy Suryono (Masinis II) yang disandera militan bersenjata, Abu Sayyaf di perairan Filipina sempat menangis. Peristiwa itu, tidak terlupakan bagi salah satu ABK, Syahril (33) yang lolos dari insiden penyanderaan itu.
"Mabrur dan Edy, sempat menangis saat kita dalam disandera dalam posisi menyerah," kata Syahril dalam perbincangan bersama merdeka.com, Rabu (29/6) malam.
"Perompak bilang, kamu (Mabrur dan Edy) tidak usah menangis. Kalian akan baik-baik saja. Kalian akan dipulangkan ke keluarga kalian. Kami cuma mau uang dari perusahaan kalian," tambahnya.
Syahril, sempat menenangkan kedua rekannya itu meski sebenarnya dia pun pasrah apabila penyanderaan akan mengakhiri napasnya. "Saya bilang coba kita bawa tenang dan berserah diri (kepada tuhan)," ujarnya.
Syahril merupakan salah satu ABK TB Charles yang lolos dari insiden penyanderaan. Kelima rekan lainnya adalah Andi Wahyu (Mualim II) usia 27 tahun, Albertus Temu Slamet (Juru Mudi) usia 28 tahun, Reidgar Frederik Lahiwu (Juru Mudi) usia 26 tahun, Rudi Kurniawan (Juru Mudi) usia 37 tahun serta Agung E Saputra (Juru Masak) usia 37 tahun.
Kelompok penyandera selalu ingatkan 7 WNI untuk salat dan makan
Tujuh kru TB Charles dilaporkan masih dalam kondisi sehat. Meski tidak menyebutkan keberadaannya, mereka diberikan keleluasaan berpuasa dan melaksanakan salat.
Komunikasi terus dijalin tim Crisis Center di Jakarta bersama dengan penyandera. Di mana juga di dalam tim Crisis Center, juga ditempatkan tiga sampai empat orang dari perusahaan PT Rusianto Bersaudara.
"Kondisi sandera sampai dengan hari ini dalam keadaan baik-baik saja. Kontak terus dilakukan, hampir tiap hari kontak terus," kata Public External Relation PT Rusianto Bersaudara, Taufik Rahman kepada wartawan di kantornya, Jalan Mulawarman, Samarinda, Kamis (30/6) sore.
"Baik-baik saja dalam arti mereka diberi keleluasaan berpuasa, makannya diperhatikan, dalam kelompok mereka seringkali diingatkan untuk terus salat. Makanan dijaga," ujar Taufik.
"Untuk proses pembebasan, masih terus dilakukan komunikasi dua arah. Mereka ada permintaan kita pertimbangkan kemudian kita sampaikan lagi ke mereka," tambahnya.
Lantas, bagaimana tuntutan tebusan 20 juta Ringgit Malaysia yang sebelumnya sempat disuarakan para penyandera, Taufik belum tahu persis.
"Saya tidak tahu pasti dari pusat, apakah tebusan atau kah sebuah kesepakatan. Saya belum tahu persis," sebutnya.
"Bahwa komunikasi dua pemerintahan sedang berjalan, Filipina juga sedang mempersiapkan langkah-langkah yang mereka anggap perlu," terangnya.
"Kepastian tujuh kru kita sehat, di mana kedua kelompok penyandera sudah berkomunikasi. Kita juga dengar suara kru kita. Tiap kali bicara, tidak sebut ada mereka kelompok apa. Tapi kalau kita bicara dengan kru kita, kru kita sebut itu dari Abu Sayyaf. Kita belum bisa pastikan," ungkap Taufik.
"Disampaikan oleh tim Crisis Center, kami dari Crisis Center fokus, kami hanya melaporkan ke Pak Taufik di daerah tentang kondisi saja. Materi lain yang sedang dibicarakan saat ini, sedang di-handle pusat," jelasnya lagi.
Taufik juga menyebut kabar harian kondisi ketujuh sandera, memang diharapkan bisa diketahui oleh keluarga korban.
"Kebutuhan harian, mereka yang disandera baik-baik saja. Terbaru soal kondisi itu hari ini. Itu yang diperlukan juga oleh keluarga, kabar terkini mereka (7 korban sandera)," pungkas Taufik.
Diketahui, TB Charles disandera saat berada dalam perjalanan di perairan dari Filipina menuju kembali ke Samarinda, Kalimantan Timur. Penyandera mengaku militan di antaranya Abu Sayyaf, akhirnya menyekap 7 dari total 13 ABK. Enam kru selamat, akhirnya tiba di Samarinda, Selasa (28/6) malam lalu.
Penyandera kru TB Charles berlogat melayu Malaysia
Salah seorang ABK TB Charles yang lolos dari penyanderaan, Syahril (33) berbagi cerita terkait penyanderaan 7 rekannya oleh militan bersenjata. Penyandera pertama, tidak mengenakan topeng dan bicara dengan logat melayu Malaysia.
Saat itu, Selasa (22/6) sekitar pukul 12.30 WITA, Syahril sedang tidur. Edi datang sambil berteriak, membangunkan dia bahwa datang dua perahu menghampiri tugboat dan tongkang, dari sisi kanan dan kiri.
"Edi Suryono datang teriak Abu Sayyaf Abu Sayyaf, saya terbangun dan sempat duduk sebentar. Begitu saya keluar ruang kapal, saya lihat ada 2 perahu mendekat sekitar jarak 20 meter," kata Syahril dalam perbincangan bersama merdeka.com, Rabu (29/6) malam.
"Orang-orang di atas perahu menodongkan senjata, kita pasrah, 13 orang keluar ke buritan kapal dengan sikap menyerah sambil jongkok menghadap ke lambung kanan. Ada perompak naik dari lambung kiri, ada yang bersenjata, ada yang tidak bersenjata, ada juga pakai parang. Saya tidak tahu persis berapa jumlahnya saat itu," tambahnya.
Mereka yang naik ke atas kapal, lantas menjarah isi kapal. Baik itu televisi, peralatan navigasi dan persediaan makanan.
"Dalam posisi menjongkok, menyerah, sebelah kiri saya adalah Mabrur, sebelah kanan saya nakhoda kapten Ferry Arifin. Mereka (militan) bertanya, mana masinis, dalam bahasa Melayu, seperti bahasa Indonesia. Mereka dalam bahasa seperti bahasa melayu Malaysia. Ditanya masinis, Edi angkat tangan," terang Syahril.
"Kapten Ferry lalu digabung dengan Edy, diikat oleh penyandera, dengan tangan terbujur ke depan. Kemudian masih dalam bahasa melayu itu, kemudian cari masinis lagi," sebut Syahril.
Syahril menjelaskan, proses penyanderaan pertama itu berlangsung cepat, hanya sekitar 15 menit. Dia dan rekan-rekannya hanya pasrah, manakala penyandera berniat menembak mereka satu per satu.
"Kalian mau ini satu per satu (menunjukkan peluru). Tapi dia bilang bercanda, maaf sedang bercanda," katanya menirukan penyandera.
Selain tidak mengenakan topeng dan berlogat melayu Malaysia, para penyandera juga mengenakan celana loreng panjang, bersabuk peluru. "Ada juga yang bawa granat," ungkap Syahril.
Pasca tiga orang dari atas kapal yakni kapten Ferry Arifin, Edy Suryono (masinis II) dan Muhammad Mabrur Dahri (KKM) diculik dan dibawa pergi, handphone yang tersisa di atas kapal, langsung digunakan untuk menghubungi kantor dan keluarga 10 orang ABK.
"Ada handphone yang tersisa. Kami 10 orang ABK berunding dan naik ke anjungan cari signal buat telpon ke perusahaan dan keluarga. Tidak ada signal. Tongkang saat itu, masih ada," terang Syahril.
Pascapenyanderaan juga, tugboat yang masih menarik tongkang Robby 152 lantas bergerak ke arah pulau Basilan, masih di perairan Filipina. Tujuannya, untuk meminta pertolongan, meski akhirnya diputuskan agar segera kembali Indonesia.
"Nah, ketika mengarah balik ke Indonesia, tidak lama terlihat lagi 3 perahu terlihat mengejar kita. Itu yang melihat pertama kali 3 kapal itu, saya dan Robin Piter. Robin perintahkan lepas tali tongkang, supaya tugboat bisa bergerak lebih lanjut. Saya sempat berpikir, jangan-jangan tiga perahu itu mengembalikan 3 teman kita. Ternyata perkiraan saya salah," ujarnya.
Perompakan kedua, tidak berlogat bahasa melayu Malaysia, melainkan berbahasa Inggris. Pada kesempatan tersebut, para penyandera memerintahkan para ABK untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Tanpa mengetahui maksud mereka, akhirnya seluruh kru kapal mengikuti keinginan Abu Sayyaf.
"Tidak, tidak ada pengakuan, baik dari kelompok penyandera pertama maupun penyandera kedua dari kelompok mana. Empat teman Ismail dan Robin, Nasir dan Sofyan, akhirnya mereka bawa. Nasir yang berada di atas perahu penyandera, sempat bilang, ada handphone-nya di geladak dalam bahasa Makassar ke saya terangnya lagi," jelas Syahril.
"Begitu kita masuk di perairan Berau di sekitaran Maratua, baru ada signal. Dengan itu, kita secepatnya mengabarkan ke kantor, ke keluarga terkait penyanderaan 7 teman kita. Sepertinya, 2 kelompok itu tidak saling kenal," tutupnya.
Detik-detik menegangkan di geladak TB Charles
Andi Wahyu (24), salah seorang ABK TB Charles yang lolos dari penyanderaan militan di perairan Filipina. Andi meminta pemerintah bisa segera membebaskan 7 rekannya yang disandera.
Andi Wahyu dihadirkan Lanal Balikpapan, setelah awak media memintanya untuk memberikan penjelasan terkait peristiwa penyanderaan itu. Sekira pukul 13.35 WITA, Andi memberikan penjelasannya, di ruang Yos Sudarso, markas komando Lanal Balikpapan.
Andi menerangkan, saat kejadian, dia sedang melakukan tugas jaga dan melihat 2 perahu dari arah pulau Jolo. Andi mengatakan, dia sempat mengira perahu tersebut adalah perahu nelayan, tidak mengira itu adalah perompak.
"Saya melihat perahu itu menuju ke permukiman karena di pulau itu, ada permukiman. Kemudian, perahu itu mengelilingi kami, membagi dua di belakang tongkang saya," kata Andi, sebagaimana dalam keterangan resminya yang dilansir Lanal Balikpapan, Senin (27/6).
Diterangkan Andi Wahyu, di sebelah lambung kiri dan kanan, orang yang berada di atas perahu, berhasil naik ke atas kapal dan langsung menodongkan senjata ke anjungan, meminta kru kapal turun ke buritan kapal dalam sikap menyerah.
"Setelah itu mereka naik ke atas kapal, 1 orang di buritan kapal menodongkan senjata, yang lain naik ke anjungan dan ruangan-ruangan kapal, kamar-kamar officer untuk menjarah. Di anjungan, menjarah alat-alat navigasi," ungkap Andi.
Tidak cukup sampai di situ, kru kapal lantas dibawa dan dipilih untuk mencari masinis kapal, bertanya posisi dan keberadaan masinis.
"Mereka (perompak) bertanya mana masinisnya, kemudian rekan saya Edi Suryono mengangkat tangan. Tapi, sebenarnya mereka (perompak) mencari KKM (Mohammad Mabrur Danri). Rekan Edi selanjutnya diikat pakai tali dan mereka bertanya kepada Edi, apakah dia masinis. Edi menjawab dia second engineering," terang Andi.
"Mereka masih bertanya mana masinis karena yang bertanya itu dalam bahasa melayu. Selanjutnya mereka mengambil 3 kru master, KKM (Mohammad Mabrur Danri) dan Masinis II (Edi Suryono). Setelah itu, kami memutuskan untuk menjauh dari pulau," ungkap Andi.
"Tidak lama kemudian, datang lagi perompak kedua pakai celana loreng, pakai anti peluru dan memakai rompi. Ada yang menutup muka, ada yang tidak. Selanjutnya mengarah ke kapal kita dalam kendali Chief Officer. Akhirnyaz tali (tongkang) kami lepas agar tugboat bisa jalan lebih cepat. Bukan memutuskan tali tongkang," sebut Andi lagi.
Namun sayang, disela tugboat berlayar lebih cepat, akhirnya bisa dikejar oleh perompak kedua dan menaiki kapal. "Saya yakin ini beda kelompok. Sebab, antar kelompok pertama dan kedua, beda sekitar 15 menit menggunakan speedboat.
"Dia (perompak) memilih kru kapal karena mencari master. Diantaranya sempat bertanya siapa yang mendahului kita (kedatangan perompak pertama). Makanya, yang kedua mencari yang tersisa," sebut Andi.
"Ada teman saya bilang sudah (ada yang datang mengambil 3 kru). Akhirnya, diambil lagi 4 teman saya. Saya lewat jalur itu karena keputusan nakhoda. Kepada pemerintah, mohon agar segera kembali dan dibebaskan untuk segera bertemu keluarga," demikian akhir keterangan Andi Wahyu.