Klarifikasi Dekan UI dan Guru Besar UIN Soal Disertasi Bahlil Lahadalia yang Disebut Plagiat
Sejumlah pihak mempertanyakan keasilan disertasi Ketum Golkar, Bahlil Lahadalia.
Sejumlah pihak mempertanyakan keasilan disertasi Ketum Golkar, Bahlil Lahadalia. Bahkan, Bahlil dinilai telah melakukan plagiat dalam disertasi doktornya di Universitas Indonesia (UI).
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Dr. Teguh Dartanto menjawab tuduhan tersebut.Teguh juga merupakan Co-Promotor promosi doktor S3 UI Bahlil.
- Mengintip Lagi Isi Disertasi Bahlil Lahadalia Usai Gelar Doktornya Ditangguhkan UI
- Penangguhan Gelar Doktor Bahlil: Pihak UI Sampai Minta Maaf, Ini Fakta yang Terungkap!
- Dewan Guru Besar UI akan Gelar Sidang Etik Usut Potensi Pelanggaran Bimbingan Doktoral Bahlil
- Terbukti Plagiat Skripsi Milik Alumni Unsri, Mahasiswi Muhammadiyah Palembang Diskor
Judul disertasi Bahlil yakni ‘Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia’. Disertasi itu dianggap menjiplak skripsi seorang mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Teguh mengatakan, tuduhan itu cacat logika. Sebab, ia sendiri melakukan pengecekan berulang mengenai kesamaan atau similarity hasil ilmiah disertasi Bahlil dan skripsi mahasiswa UIN Jakarta.
Hasilnya menunjukkan tingkat similarity hanya di bawah angka 10%.“Cacat logika terkait isu plagiasi atau kemiripan 95% disertasi Bahlil Lahadalia dengan skripsi di UIN Jakarta.
"Tidak benar bahwa disertasi Bahlil memiliki kemiripan 95% dengan skripsi di UIN Jakarta. Saya melakukan pengecekan ganda. Yang disubmit ke SKSG hanya 4% similarity, saya cek sendiri dengan Turnitin FEB hasilnya 2% similarity, dan pihak mahasiswa mengecek dengan Turnitin langganannya 8% similarity,” ujar Teguh, Minggu (20/10).
Teguh menerangkan, telah terjadi kesalahan fatal saat melakukan pengecekan plagiasi karya ilmiah pada sistem Turnitin UIN Jakarta, yaitu sistem yang mendeteksi kesamaan teks berdasarkan dokumen yang sudah tersimpan dalam sistem.
Kesalahan itu, menurut Teguh, terletak pada pengujian dokumen yang sama secara berulang dengan data yang sudah tersimpan sebelumnya.
“Kesalahan fatal dalam pengecekan plagiasi yang dilakukan dengan sistem Turnitin UIN Jakarta adalah memasukkan dokumen yang sama sehingga akan menemukan kemiripan 95%,” tegasnya.
Bahlil Layak Maju Promosi
Selain itu, Teguh juga mengklarifikasi terkait jurnal discontinued/predator di Migration Letters dan Kurdish Studies yang dipublikasikan murni karena ketidaktahuan Bahlil. Sebab, ketika disubmit, kedua jurnal itu masih terdaftar di daftar Scopus.
Namun, Bahlil telah mengganti artikel publikasinya ke jurnal bereputasi internasional sehingga memenuhi syarat untuk kelulusan.
“Bahlil secara administratif, legal, dan formal dinyatakan layak untuk maju ke tahap promosi. Bahlil telah memenuhi syarat tiga publikasi, yaitu satu jurnal bereputasi internasional, Scopus—Journal of ASEAN Studies; satu jurnal SINTA 2, Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan; dan satu prosiding yang bisa diganti menjadi jurnal SINTA 2, Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen. Jadi, tidak benar bahwa Bahlil lulus dengan menggunakan jurnal discontinued atau predator,” ucapnya.
Teguh berharap, penjelasan ini dapat menghentikan kehebohan luar biasa di dunia pendidikan, khususnya mengenai keabsahan Bahlil meraih gelar doktor di UI.
“Semoga penjelasan ini bisa membuka mata, hati, dan nurani kita semuanya untuk melihat permasalahan Doktor Bahlil di Universitas Indonesia secara lebih jernih, tidak tercampur oleh kebencian, prasangka, imajinasi, dan hoaks,” harapnya.
Teguh juga menyatakan bahwa terkait isu kualitas disertasi, hal itu bisa diperdebatkan. Namun, penguji disertasi Bahlil, seperti Prof. Didik Rachbini dari Universitas Paramadina, Prof. Arif Satria dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Kozuke Mizuno dari Kyoto University, dan penguji internal UI, bukanlah orang-orang yang bisa dibeli untuk meluluskan disertasi Bahlil.
“Janganlah perilaku kontroversial Bahlil kita gunakan untuk menghakimi, mencaci maki, menghina, merendahkan tim promotor, para penguji, SKSG, dan Universitas Indonesia. Mari kita gunakan logika, rasa, kesadaran, dan otak kita untuk mencerna setiap informasi, cek dan ricek, serta tabayyun sehingga kita tidak berkontribusi terhadap kegaduhan dan kebisingan di republik ini,” tegas Teguh.
Penjelasan Guru Besar UIN
Sementara itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Maila Dinia Husni Rahiem, juga membantah disertasi Bahlil memiliki kemiripan 95% dengan skripsi mahasiswa UIN Jakarta.Maila mengatakan, nilai dari Turnitin sebesar 95% itu tidak benar. Ia pun membeberkan hasil temuan sebenarnya dari Turnitin dengan hasil similarity sebesar 13%.
“Kami memeriksa keaslian disertasi Pak Bahlil melalui akun Turnitin kampus dan mendapatkan hasil similarity sebesar 13%. Namun, dokumen tersebut tidak segera dihapus dan tersimpan dalam repository Turnitin kampus,” ucap Maila.
Maila menambahkan, saat pemeriksaan ulang, sistem mendeteksi kesamaan 100% karena file tersebut sudah terekam dalam database Turnitin sebagai dokumen resmi. Ia menyebut kondisi tersebut seolah memunculkan kesan bahwa Bahlil menjiplak karya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Hal ini terjadi karena disertasi Pak Bahlil pernah diunggah ke repository Turnitin dan dianggap sebagai dokumen terdaftar. Ketika lima orang dari berbagai perguruan tinggi melakukan pengecekan ulang, mereka memperoleh hasil similarity antara 95% hingga 100%. Hasil uji ini kemudian tersebar di media sosial dan semakin memperkuat kesalahpahaman tersebut,” ucapnya.
Ia menegaskan, setelah hasil uji resmi, nilai similarity disertasi Bahlil adalah 13%.“Nilai ini berada di bawah ambang batas yang diterima untuk disertasi, yakni antara 15-30%, tergantung kebijakan masing-masing perguruan tinggi. Dengan demikian, tidak ada indikasi plagiarisme dalam disertasi tersebut,” ucapnya.
Penerima penghargaan top 2% Worldwide Scientists ini pun menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyebarkan informasi agar tidak menimbulkan hoaks dan fitnah. Pengguna Turnitin harus cermat memilih pengaturan yang tepat, terutama untuk dokumen uji coba, guna menghindari kesalahan penilaian.
“Setelah menyadari kekeliruan ini, dosen yang juga mahasiswa doktoral tersebut segera bekerja sama dengan pihak perpustakaan untuk mempercepat penghapusan dokumen dari repository Turnitin, menjaga kredibilitas kampus dan pihak terkait,” pungkasnya.