Komplotan pejudi pasar malam beromset Rp 10 juta per malam dibekuk
Komplotan pejudi pasar malam beromset Rp 10 juta per malam dibekuk. Penangkapan 16 tersangka ini di lokasi terpisah.
Satreskrim Polresta Banda Aceh membongkar sindikat praktek perjudian berkedok lotre di pasar malam. Ada 16 tersangka yang telah diamankan dan mayoritas berasal dari Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Penangkapan 16 tersangka ini di lokasi terpisah. Kelompok pertama ditangkap pada 23 April 2017 di pasar malam Gampong Lamreung, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar sebanyak 5 tersangka. Masing-masing tersangka berinisial G, DN, RT dan HT, semua warga Medan, Sumut dan satu orang pelanggan berinisial AM.
Setelah dilakukan pengembangan, ternyata ada kelompok lainnya melakukan praktek perjudian yang sama. Kelompok ini ada 11 tersangka ditangkap Rabu (3/5) di pasar malam Gampong Cot Paya, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Mereka itu adalah berinisial H,D,S,M dan Am. Lalu ada KF, FK, I, AS, I dan A.
Adapun judi yang dimainkan seperti lempar gelang dalam botol, melempar kaleng dengan bola kasti, melempar gelang pada bola bolling. Adapun hadiahnya seperti rokok berbagai mereka dan juga ada perlengkapan rumah tangga.
"Omzet satu malam mereka itu bisa mencapai Rp 20 juta, tetapi rata-rata mereka dapat Rp 10 juta per malam," kata Kasatreskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Raja Gunawan di Mapolresta Banda Aceh, Jumat (5/5).
Raja Gunawan mengatakan, untuk memantik pengunjung pasar malam tertarik mencoba permainan itu. Ada di antara mereka berpura-pura menjadi pelanggan dan melempar gelang-gelang tersebut.
"Bahkan pelaku ada yang mencoba memancing agar pengunjung mau mencoba," kata dia.
Menurut dia, kebanyakan yang paling tertarik para pengunjung adalah menyasar hadiah rokok. Karena hadiahnya bila berhasil mendapatkan rokok satu slop. Rokok tersebut kembali bisa diuangkan lagi pada sindikat tersebut.
"Jadi memang ada di samping tempat judi itu yang mau membeli kembali rokok hadiah tadi," ujarnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya para tersangka sekarang ditahan di tahanan Mapolresta Banda Aceh. Mereka dijerat dengan pasal 18 dan 20 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum Jinayat. Untuk penyelenggara atau pemilik usaha diancam hukuman 45 kali cambuk dan pemain judi diancam 12 kali cambuk.
Baca juga:
Agar bisa beli burung dara, bocah SD di Tanjung Priok nekat berjudi
Terlibat judi selama 10 tahun, FA hukum berat Joey Barton
Ekstremnya sabung ayam di Kuba, bikin berdarah-darah hingga mati
Buku tafsir mimpi sampai duit disita dari pemain judi togel
Judi sabung ayam, pegawai honorer Bengkalis dan PT Chevron dibekuk
Asyik main Kartu Cina di Ruko, 5 penjudi digrebek polisi
Tonjok dan coba tembak polisi, residivis di Palembang tewas didor
-
Dimana lokasi petani di Aceh yang sedang panen cengkih? Seorang petani menunjukkan segenggam cengkih atau cengkeh yang telah dipetik setelah panen di sebuah hutan di Lhoknga, Aceh, pada 30 Januari 2024.
-
Kapan Cak Percil memulai mengamen? Mengamen Keluar dari grup kesenian Janger, ia mengamen dari bus ke bus serta dari rumah ke rumah demi membantu perekonomian keluarganya.
-
Apa saja tempat wisata di Banda Aceh yang terkenal dengan sejarahnya? Banda Aceh menyimpan khazanah budaya, monumen, tempat-tempat bersejarah, dan makam raja-raja seperti makan Sultan Iskandar Muda dan makam Syekh Abdurrauf Syiah Kuala.
-
Kejatuhan cicak di paha pertanda apa? Arti kejatuhan cicak yang berikutnya adalah jika kamu mengalami kejatuhan cicak tepat pada paha. Musibah yang disebabkan oleh orang lain ini bisa diketahui dari posisi cicak jatuh.
-
Kenapa Peusijuek dilakukan oleh masyarakat Aceh? Tradisi Peusijuek ini selalu hadir ketika masyarakat akan merintis suatu usaha, menyelesaikan persengketaan, hingga sesudah dari musibah. Selain itu, Peusijuek juga dilakukan saat menempati rumah baru, merayakan kelulusan, memberangkatkan dan menyambut kedatangan jemaah haji.
-
Apa yang dilakukan di Aceh saat Meugang? Mereka pastinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan Meugang bersama keluarga, kerabat, bahkan yatim piatu. Tak hanya itu, hampir seluruh daerah Aceh menggelar tradisi tersebut sehingga sudah mengakar dalam masyarakatnya.