KPAI nilai pelajar bawa sajam saat tawuran dampak sering main game online
Di zaman serba internet dan akses mudah bermain game seperti sekarang, dunia maya perlu menjadi perhatian.
Fenomena tawuran pelajar di berbagai daerah rasanya alot untuk dihilangkan. Upaya pihak kepolisian mulai dari patroli rutin, razia senjata tajam, hingga meringkus para penjualnya pun seakan tidak mengurangi aksi brutal para bocah usia tanggung itu.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terus menyoroti kebiasaan tawuran dari tahun ke tahun. Kini game kekerasan juga dinilai menjadi salah satu indikator para pelajar nekat menyemarakkan aksi brutal di kalangan mereka.
-
Kenapa Kulat Pelawan mahal? Jika dijual, Kulat Pelawan amat mahal, harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram. Proses pertumbuhan jamur ini konon terbilang sulit, karena harus menunggu sambaran petir. Semakin jarang ditemukan, makin tinggi juga harganya di pasaran.
-
Kenapa TPA Suwung terbakar? Sementara, untuk fokus pemadaman di TPA Suwung berada di sebelah barat yang merupakan titik api pertama. Saat ini titik api sudah merembet ke sebelah timur.
-
Apa yang diresmikan oleh Pj Wali Kota Kediri? Pj Wali Kota Kediri Zanariah meresmikan pembangunan pengembangan Pasar Grosir Buah dan Sayur Kota Kediri, sekaligus launching Serbu Pasar Kota Kediri, Sabtu (29/6).
-
Apa itu Kulat Pelawan? Heimioporus sp adalah sebuah jenis jamur langka dengan warna dominan merah di batang hingga payungnya. Ia juga berwarna kuning, sedikit putih di sisi bawah. Ukurannya beragam, ada yang kecil, sedang sampai sebesar kepalan tangan anak-anak.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Apa alasan KWI menolak izin kelola tambang? Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut," kata Marthen, melalui keterangan tertulis, dikutip Senin (10/6).
Komisioner KPAI Rita Pranawati menyampaikan, pada dasarnya tawuran berangkat dari konsep diri para pelajar yang memang dalam masa pembentukan. Di zaman serba internet dan akses mudah bermain game seperti sekarang, dunia maya perlu menjadi perhatian.
"Jadi dunia maya kan sangat berpengaruh. Misalnya main game itu kan sangat mudah untuk memukul, membunuh, dan seterusnya. Tapi kan ada nyawa cadangan. Sementara kalau di beneran kan nggak ada nyawa cadangan. Sebenarnya kebanyakan main game itu juga menghilangkan empati, menghilangkan kesukaan sosial, dan itu menjadi problem," tutur Rita saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (2/8).
Menurut Rita, game sendiri memang menjadi budaya yang mendarah daging dikalangan pelajar. Dia mengakui, pada dasarnya belum ada riset tegas menyatakan signifikansi game terhadap aksi tawuran yang tidak kunjung hilang. Namun, tetap menjadi penting untuk dilihat sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi perilaku tindak kekerasan.
"Karena kan itu mendarah daging di pola perilaku, dan bisa menimbulkan agresifitas," jelas dia.
Di usianya, para pelajar juga dianggap lebih banyak mencari sensasi dengan terjun dalam aksi tawuran. Tanpa pikir panjang, mereka berharap dapat terlihat lebih keren, macho, dan berani. Ada kepuasan tersendiri yang seharusnya bisa disalurkan lewat kegiatan lain yang lebih positif.
"Kadang-kadang dia bukan beneran mau menghabisi nyawa, jadi hanya mencari sensasi, tidak berpikir panjang. Artinya ini kan ada bagian problem dari konteks pengasuhan," kata Rita.
Soal pengasuhan, lingkungan keluarga juga dituntun ikut perhatian. Mulai dari menjaga si anak agar tidak sembarangan keluar di malam hari, hingga izin penggunaan kendaraan di situasi mereka yang terbilang belum cukup umur.
"Misalnya malam harusnya anak ada di rumah tapi kemudian orang tua membiarkan anak tidak ada di rumah bahkan pergi. SMP naik motor itu juga kan tidak dibenarkan. Artinya peran orang tua juga menentukan, anak ini main boleh pakai motor dan seterusnya itu kan sangat berpengaruh kepada situasi anak sebenarnya. Jadi terlalu loss dengan aturan," beber dia.
Tawuran juga disebut merupakan bagian dari bullying. Hanya saja menjadi lebih brutal lantaran penggunaan senjata tajam di dalamnya. Sebab itu, edukasi dari semua pihak seperti keluarga, sekolah, hingga lingkungan masyarakat perlu bersinergi.
Tanggap sekitar tidak hanya menjadi tugas aparat kepolisian yang rutin berpatroli. Masyarakat perlu sigap saat melihat para anak muda yang sedang berkumpul tanpa ada indikasi aktivitas positif di dalamnya.
"Kalau mereka punya aktivitas yang positif, energinya akan terserap ke situ. Sementara sebagian besar pelaku itu kan iseng dan mencari-cari sensasi. Itu yang sebenarnya problematik," Rita menandaskan.
Reporter: Nanda Perdana
Sumber : Liputan6.com