KPAI sebut penahanan bayi di Palembang langgar kode etik bidan
"Kalo soal pembayaran, mungkin sedang diupayakan oleh pasien. Tidak perlu ada penahanan bayi seperti itu," katanya.
Adanya laporan dugaan penahanan bayi oleh seorang bidan di Palembang berinisial DW mendapat kecaman dari Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPAI) Palembang. Bidan DW dinilai melanggar kode etik dan sumpah profesi.
Ketua KPAI Kota Palembang, Adi Sangadi mengungkapkan, tindakan bidan DW itu sangat tidak terpuji. Tindakannya dinilai sama saja memisahkan orang tua dan anak. Padahal, bayi baru dilahirkan membutuhkan perawatan dan kasih sayang oleh orangtuanya.
-
Apa yang dilakukan oleh TP PKK Trenggalek untuk menurunkan angka perkawinan anak? Konsistensi praktik baik dalam mensejahterakan hak anak inilah yang akhirnya bisa membawa Kabupaten Trenggalek mengalami penurunan angka perkawinan anak dari tahun 2021 sebesar 7.67% menjadi 3.80% ditahun 2022, dan menjadi 2,1% pada semester 1 tahun 2023 ini.
-
Kapan Pemilu di Indonesia dilaksanakan? Di Indonesia, tahun 2024 adalah tahun politik.
-
Siapa yang berperan dalam menjaga keamanan pemilu di Kota Pekanbaru? Polri bersama masyarakat bersinergi menciptakan kondusifitas jelang Pemilu 2024.
-
Siapa yang memimpin TP PKK Trenggalek dalam upaya menekan angka perkawinan anak? Bersama TP PKK Trenggalek, ia berhasil menekan angka perkawinan usia anak dengan signifikan.
-
Siapa yang menyatakan kekagumannya terhadap kemajuan peternakan di Indonesia? Sementara itu, Wael W. M Halawa salah satu peserta pelatihan menyampaikan kekagumannya dengan kemajuan dunia peternakan di Indonesia.
-
Apa pasal yang menjerat pelaku pembunuhan siswi di Palembang? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
"Kami kecam tindakan oknum bidan DW. Tak seharusnya dilakukan terhadap pasiennya," ujar Adi, di Palembang, Selasa (17/5).
Menurutnya, perbuatan DW harus mendapatkan sanksi hukum sesuai perundang-undangan. Sebab, DW telah melanggar etika dan sumpah profesi.
"Kalo soal pembayaran, mungkin sedang diupayakan oleh pasien. Tidak perlu ada penahanan bayi seperti itu," jelasnya.
Tak hanya sanksi pidana, masih kata Adi, pihak terkait harus mencabut izin praktek bidan DW jika terbukti bersalah. Pemerintah juga diimbau memberikan aturan tegas dan kontrol terhadap setiap klinik atau tempat persalinan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Cabut izin praktiknya, pemerintah tidak boleh tinggal diam," tandasnya.
Sebelumnya, seorang bidan di Palembang berinisial DW dilaporkan ke polisi karena diduga telah menahan bayi pasien karena biaya persalinan belum ditebus.
Korban bernama Triani (42) warga Kelurahan Kalidoni, Kecamatan Kalidoni, Palembang, di hadapan petugas, Triani menuturkan, bayinya ditahan terlapor selama empat bulan terakhir sejak kelahiran secara operasi cesar pada 31 Januari 2016 di tempat praktek DW tak jauh dari kediamannya.
Alasan penahanan bayi laki-laki itu, kata Triani, lantaran dirinya tidak sanggup membayar biaya persalinan Rp 9 juta dan perawatan Rp 125 ribu per hari, hingga total harus dibayar sebesar Rp 20 juta.
Triani juga sempat dipaksa menginap di klinik bidan tersebut selama perawatan selama 40 hari usai persalinan. Begitu sembuh, Triani disuruh pulang sendirian untuk mencari uang. Sementara bayinya masih ditahan sampai biaya persalinan lunas. Korban pun mencicil biaya itu namun belum juga dikembalikan.
Triani khawatir, bidan itu akan menjual bayinya jika tidak juga melunasi uang yang diminta. Sebab, bidan itu pernah mencetuskan kalimat banyak orang yang ingin punya anak dan mampu merawat anaknya.
(mdk/cob)