KPK Segera Tuntaskan Kasus Suap Garuda Indonesia
KPK Segera Tuntaskan Kasus Suap Garuda Indonesia. Masa penahanan Emirsyah dan Soetikno sendiri akan habis pada 4 Desember 2019. Jika berkas penyidikan kedua tersangka belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor saat masa penahanan habis, maka kedua tersangka akan dibebaskan demi hukum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia akan segera dirampungkan penyidik. Hal tersebut dilakukan menyusul akan habisnya masa penahanan dua tersangka dalam kasus ini, yakni mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo.
"Proses penanganan perkara kasus suap di Garuda tersebut memang sudah hampir selesai. Pelimpahan tahap 1 telah kami lakukan Senin (25/11) ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (27/11).
-
Kenapa KPK memeriksa Eddy Hiariej? Eddy Hiariej diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
-
Bagaimana KPK menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka? Hasilnya, Hakim menyatakan status 'tersangka' Eddy tidak sah karena tidak memenuhi dua alat bukti yang cukup berdasarkan pasal 184 ayat 1 KUHAP.
-
Kapan Eddy Hiariej diperiksa oleh KPK? Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Apa yang dilakukan KPK terhadap Eddy Hiariej? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan surat pencegahan ke luar negeri atas nama Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
Masa penahanan Emirsyah dan Soetikno sendiri akan habis pada 4 Desember 2019. Jika berkas penyidikan kedua tersangka belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor saat masa penahanan habis, maka kedua tersangka akan dibebaskan demi hukum.
Febri memastikan, sebelum 4 Desember 2019, berkas penyidikan Emirsyah dan Soetikno akan dirampungkan dan dilimpahkan ke penuntut umum, atau tahap 2.
"Menjelang habisnya masa tahanan pada 4 Desember 2019 perkara akan dilimpahkan dari penyidikan ke penuntutan dan segera disidang," kata Febri.
Febri mengakui, penanganan kasus suap di PT Garuda Indonesia tidaklah mudah. Hal ini lantaran terdapat transaksi keuangan lintas negara yang harus didalami dan dianalisis tim penyidik. Sehingga, kerjasama internasional dalam kasus ini juga harus dilakukan demi mendapatkan bukti-bukti yang relevan.
"Ini sesuai rencana penanganan perkara. Memang proses sebelumnya cukup panjang karena begitu banyak rekening lintas negara yang harus dianalisis dan ditelusuri. Termasuk juga kerjasama internasional untuk penelusuran bukti," kata Febri.
KPK sebelumnya menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.
Mereka adalah Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo yang merupakan Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA). Emirsyah Satar dalam kasus ini diduga menerima suap Euro 1,2 juta dan USD 180 ribu atau senilai total Rp20 miliar.
Dalam perjalanannya, KPK menjerat keduanya tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
KPK menduga uang suap yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah dan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT. Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD. Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.
Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.
Menerima uang dari empat pabrikan itu, Soetikno kemudian memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto. Pemberian sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Pemberian yang diterima Emirsyah Satar dan Hadinoto oleh Soetikno, yakni Rp5,79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.
Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Menerima suap dari Soetikno, Hadinoto pun dijerat sebagai tersangka suap oleh KPK.
Baca juga:
Kasus Mesin Pesawat Garuda, Politikus PAN Chandra Tirta Dipanggil KPK
Tersangka Suap Emirsyah Satar Kembali Jalani Pemeriksaan KPK
Eks Dirut Garuda Indonesia Kembali Diperiksa KPK
Eks Petinggi Garuda Indonesia Diperiksa untuk Tersangka Emirsyah Satar
Kasus Suap Pengadaan Mesin dan Pesawat Garuda, KPK Periksa Eks Direktur Teknik
Ekspresi Tersangka Suap Soetikno Soedarjo Jalani Pemeriksaan KPK