Terima Laporan Dugaan Korupsi Pengadaan Pelontar Gas Air Mata Polri, Ini Langkah KPK
Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, laporan terkait dugaan korupsi yang mereka terima dapat diproses kurang lebih dua hari.
Koalisi masyarakat sipil melaporkan dugaan korupsi pengadaan unit pelontar gas air mata di institusi Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awal pekan ini. Laporan itu diterima lembaga antirasuah untuk kemudian menindaklanjutinya.
Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, laporan itu dapat diproses kurang lebih dua hari. "Berbicara dari KPK sebelum dilaporkan ya tentunya sebagaimana pelaporan yang masuk Semua pelaporan itu akan dilakukan verifikasi service level agreementnya selama kurang lebih dua hari. Namun umumnya bisa dilakukan 1 hari," ujarnya di KPK, Rabu (4/9).
KPK lebih dulu menelaah laporan yang dilayangkan koalisi masyarakat sipil itu.
Apabila saat proses telaah ditemukan alat bukti yang cukup, KPK akan mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan unit pelontar gas air mata tersebut.
"Kelayakannya untuk bisa ditindaklanjuti ke proses penyelidikan, atau dimintakan kembali kelengkapan dokumen pendukung kepada pelapor untuk sementara tanggapan saya seperti itu," pungkas Tessa.
Sebelumnya, dalam laporan yang dilayangkan oleh koalisi sipil, Agus Sunaryanto yang merupakan peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pengadaan alat pelontar gas air mata tersebut ada mark up alias penggelembungan harga di tahun 2022 dan tahun 2023 hingga mencapai Rp26 miliar.
"Terkait dengan paper projectil launcher tahun 2022 dan tahun 2023, dugaan indikasi mark up (penggelembungan harga) ini mencapai sekitar Rp26 miliar," ujar Agus dalam keterangannya.
Modus yang digunakan yakni pengondisian pemenangan tender pengadaan pelontar gas air mata. Perusahaan yang yang memenangkkan proyek ini adalah PT TMDC.
"Dugaan persekongkolan tender yang mengarah kepada merek tertentu. Itu satu hal," ucapnya.
Agus juga mendesak agar KPK mengusut dugaan kasus korupsi pada pelontar gas air mata tersebut. Sumber dana pengadaan itu berasal dari pajak masyarakat.
"Satu keberanian untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, kemudian yang kedua bisa menjadi legacy (warisan) kepada pimpinan berikutnya," pungkasnya.