Kejagung Pastikan Kasasi Vonis Bebas Soetikno Soedarjo di Kasus Korupsi Garuda
Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis bebas kepada Soetikno Soedarjo di kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan untuk mengajukan kasasi atas vonis bebas mantan Direktur Utama (Dirut) PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS), terdakwa kasus korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021.
"Iya (kasasi), karena kan untuk terdakwa yang lain dihukum kan, tapi yang bersangkutan dibebaskan," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Jumat (2/8).
Harli menyatakan pihaknya tentu menghargai setiap vonis yang diputuskan pengadilan. Dia tidak menampik selalu ada perbedaan pandangan dalam proses penegakan hukum.
"Saya kira itu yang harus kita luruskan. Jaksa Penuntut Umum selalu punya hak, berdasarkan hukum acara yang berlaku maka dengan putusan itu tentu kan ada waktu juga yang diberikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk berpikir, untuk menentukan langkah-langkah berikut," jelas dia.
Saat ini, Kejagung tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri dan JPU untuk menuntaskan proses administrasi langkah hukum kasasi.
"Kita juga menunggu salinan putusannya, dan dalam waktunya nanti tentu sikap itu akan dilakukan," Harli menandaskan.
Diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA), Emirsyah Satar dan putusan bebas terhadap mantan Direktur Utama (Dirut) PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS) di kasus korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021.
Majelis hakim membacakan vonis tersebut pada Rabu, 31 Agustus 2024, diawali untuk putusan terdakwa Emirsyah Satar.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Emirsyah Satar tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum," tutur ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh membacakan amar putusan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," sambungnya.
Selain itu, hakim juga memerintahkan Emirsyah Satar untuk membayar uang pengganti sejumlah USD 86.367.019, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun.
Adapun hakim menilai keadaan yang memberatkan Emirsyah Satar yakni terdakwa sebagai salah satu Dirut BUMN tidak berupaya mewujudkan pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 199 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Sementara keadaan yang meringankan yaitu terdakwa sedang menjalani pidana penjara terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, dan sepanjang pengamatan majelis terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
Sementara itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan Direktur Utama (Dirut) PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS).
"Menyatakan terdakwa Soetikno Soedarjo tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primer dan dakwaan subsider penuntut umum," kata hakim ketua.
"Membebaskan terdakwa Soetikno Soedarjo oleh karena itu dari dakwaan primer maupun dakwaan subsider penuntut umum tersebut," lanjutnya.
Ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh lantas dalam pembacaan amar putusan langsung memerintahkan agar Soetikno Soedarjo segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan diucapkan.
"Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," hakim menandaskan.
Jaksa Penuntut Umum menuntut kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun penjara denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terhadap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
Dia dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan oleh JPU dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 sebagaimana dalam dakwaan primernya.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun," kata Jaksa dalam amar tuntutannya yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (27/6).
"Menjatuhkan pidana denda terhadap Terdakwa Emirsyah Satar sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," sambung Jaksa.
Selain itu, Jaksa juga mengenakan biaya pengganti kepada Emirsyah sebesar USD 86.367.019 dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar uang pengganti dan waktu satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap. Maka harta benda yang disita oleh Jaksa bakal dilelang.
"Dalam hal jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun," ujar Jaksa.
Jaksa kemudian membeberkan hal yang memberatkan Eks Dirut Pertamina itu diantaranya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Atas tindakan korupsi Emirsyah membuat negara rugi besar.
"Terdakwa tidak merasa bersalah dam tidak menyesali perbuatannya," tutur Jaksa.
Sementara untuk hal yang meringankannya, terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
Di saat yang bersamaan, jaksa juga menuntut Mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MAR) Soetikno Soedarjoa dipidana penjara 6 tahun dikurangi masa penahanannya. Dia juga dikenakan denda sebesar Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan.
"Membebankan kepada terdakwa Soetikno membayar uang pengganti sebesar USD 1.666.667,46 dan 4.344.363,19 Euro.
Dalam dakwaannya, Emirsyah telah melakukan tindak pidana korupsi dengan pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Dalam pengadaan pesawat tersebut, dia turut melakukannya bersama-sama dengan Executive Projest Manager Aircraft Delivery PT GA sejak tahun 2009-2014), Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MAR) Soetikno Soedarjoa.
Emirsyah dianggap membocorkan pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia ke Soetikno Soedarjo. Padahal hak tersebut merupakan rahasia perusahaan.
Alhasil perbuatan mereka berimbas pada perekonomian negara yang menyebabkan negara rugi Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk USD 609.814.504. Bila dikalkulasikan dalam bentuk rupiah, senilai Rp9,37 triliun.