KPK Yakin Pimpinan Bea Cukai Tahu Andhi Pramono jadi Broker Ekspor Impor hingga Raup Rp28 Miliar
Andhi diduda menjadi broker di Bea Cukai selama kurun waktu 2012-2022. Sejauh ini, Andhi diduga meraup cuan Rp28 miliar dari hal tersebut.
KPK Yakin Pimpinan Bea Cukai Tahu Andhi Pramono jadi Broker Ekspor Impor hingga Raup Rp28 Miliar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meyakini rekan hingga pimpinan Andhi Pramono di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mengetahui tindak pidana yang dilakukan Andhi hingga meraup uang puluhan miliar.
Andhi diduda menjadi broker di Bea Cukai selama kurun waktu 2012-2022. Sejauh ini , Andhi diduga meraup cuan Rp28 miliar dari hal tersebut.
"Jadi seorang pegawai yang secara normatif itu tidak mungkin bisa menghimpun kekayaan yang sedemikian besar. Dan kami meyakini tidak mungkin rekan sejawat, atasan, atau pimpinannya itu tidak tahu," ujar Alex dalam keterangannya, Sabtu (8/7).
- KPK Isyaratkan Hapus Pembagian Bidang Kerja Pimpinan: Semua Bertanggung Jawab
- Ketua Komisi II DPR Geram Semua Komisioner KPU di Luar Negeri: DKPP Ini Melanggar Etik Tidak?
- KPK Usut Pengusaha Pemberi Uang ke Eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono
- Andhi Pramono jadi 'Broker' Pengusaha Ekspor-Impor Selama 10 Tahun di Bea Cukai
Alex tak memungkiri untuk melihat adanya dugaan korupsi yang dilakukan penyelenggara negara yakni dengan memperhatikan gaya hidupnya. Seperti Andhi Pramono yang hanya menduduki jabatan eselon III namun mampu membeli rumah Rp20 miliar. "Jadi salah satu penanda atau refleks terjadinya suatu kecurangan atau dalam hal ini korupsi, itu misalnya bisa dilihat dari gaya hidup. Bagaimana dia pola konsumsinya. Kalau seorang ASN atau penyelenggara negara mampu membeli rumah Rp20 miliar, tentu menjadi pertanyaan besar, darimana yang bersangkutan mendapatkan penghasilan untuk membeli rumah sebesar itu," kata Alex. "Apakah yg bersangkutan punya kegiatan usaha yang lain? Dan itu yang harus dibuktikan. Dan dalam proses penyidikan, ya untuk sementara diyakini bahwa sumber penghasilan (Andhi Pramono) untuk mendapatkan kekayaan itu berasal dari gratifikasi," sambung Alex.
Diduga Terima Gratifikasi Rp28 Miliar
Alex menyebut, Andi diduga telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai pegawai di Bea Cukai sebesar Rp28 miliar. Uang gratifikasi ini digunakan Andi untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. "Diduga AP membelanjakan, mentransfer uang yang diduga hasil korupsi dimaksud untuk keperluan AP dan keluarganya, diantaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jaksel senilai Rp20 miliar," kata Alex.
Alex menyebut, Andhi diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya dikirim ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja. Dari rekomendasi dan tindakan makelar yang dilakukannya, Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Menurut Alex, setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi diduga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor-impor yang tidak berkompeten. Siasat yang dilakukan Andhi untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor-impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nomine. Tindakan Andhi itu diduga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitasnya sebagai pengguna duit yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan, maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.
Di sisi lain, lanjut Alex, KPK juga menemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya, Kamariah.
"Pada proses penyidikan, ditemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya," pungkas Alex.
Andhi disangkakan melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Serta Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.