Kronologi Ipda Rudy Tepergok Karaoke Bersama Istri Orang, Alasannya Selidiki Kasus Solar
Ipda Rudi Soik mengaku berada di tempat karaoke untuk melakukan Anev terkait penyelidikan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar.
Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) membeberkan sejumlah pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan oleh Ipda Rudy Soik yang saat ini menjabat sebagai anggota Yanma, Senin (2/9).
Menurut Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy, pada Selasa (25/6) sekitar pukul 14.30 WITA, Subbid Paminal Bidpropam Polda NTT melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ipda Rudy Soik di tempat hiburan karaoke di Kota Kupang.
- Ipda Rudy Soik Bantah Ditangkap Saat Karaoke di Jam Dinas: Coba Lihat Petitum, Tidak Ada Seperti Itu
- VIDEO: Kapolda NTT Bongkar Kronologi Penangkapan Ipda Rudy Soik Kasus Mafia BBM
- Depan Anggota DPR, Kapolda NTT Beberkan Kronologi Gerebek Ipda Rudy Soik Saat Karaoke di Jam Dinas
- Kronologi Kejadian Rumah Mat Solar Disatroni Maling, Pelaku Terekam CCTV & Segini Total Kerugian yang Dialami
Saat itu, Subbid Paminal Bidpropam Polda NTT memergoki dua anggota polisi pria dan dua anggota polisi wanita (Polwan) berada di dalam ruangan VIP saat jam dinas berlangsung.
Dalam pemeriksaan, Ipda Rudi Soik mengaku berada di tempat karaoke untuk melakukan analisis evaluasi (Anev) terkait penyelidikan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar.
Namun, tiga terduga pelanggar lainnya menyatakan tidak mengetahui adanya kegiatan anev tersebut.
Kasus ini telah disidangkan dan Ipda Rudi Soik diberikan sanksi berdasarkan pelanggaran kode etik.
"Ipda Rudi Soik telah diproses melalui Sidang Kode Etik Polri pada tanggal 21-28 Agustus 2024. Ia dijatuhi sanksi etika berupa pernyataan perilaku pelanggar sebagai perbuatan tercela, permintaan maaf secara lisan kepada institusi Polri dan pihak yang dirugikan, serta sanksi administratif berupa penempatan di tempat khusus selama 14 hari dan mutasi demosi keluar Polda NTT selama tiga tahun," jelas Ariasandy.
Dai menambahkan, dalam menjatuhkan sanksi Komisi Kode Etik mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan dalam pemberian sanksi. Hal yang meringankan termasuk masa pengabdian Ipda Rudi Soik selama 19 tahun.
Namun, hal-hal yang memberatkan meliputi sikap berbelit-belit dalam memberikan keterangan, kesadaran akan norma larangan yang ada pada kode etik Polri, serta rekam jejak pelanggaran disiplin sebelumnya.
Selain itu masih menurut Ariasandy, Ipda Rudi Soik juga sedang menjalani pemeriksaan pelanggaran disiplin dan pelanggaran kode etik profesi Polri, terkait beberapa kasus lainnya, seperti pencemaran nama baik anggota Polri, meninggalkan tempat tugas tanpa izin, dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan BBM bersubsidi.
Berdasarkan laporan informasi khusus dari Subbidpaminal Polda NTT, Ipda Rudi Soik juga diduga melakukan pemasangan garis polisi (police line) pada drum dan jeriken kosong di dua lokasi berbeda.
Subbidwabprof Bidpropam Polda NTT kemudian melakukan audit investigasi terkait ketidakprofesionalan dalam penyelidikan tersebut.
Hasil audit mengungkapkan adanya ketidakprofesionalan dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Ipda Rudi Soik dan anggota lainnya, yang tidak melibatkan unit terkait dan tidak memenuhi standar prosedur operasional.
"Konferensi pers ini menjadi langkah penting bagi Polda NTT untuk memberikan penjelasan kepada publik terkait penanganan kasus Ipda Rudi Soik," tambah Ariasandy.
Ariasandy menambahkan, keputusan kode etik itu adalah karena Ipda Rudy Soik masuk ke tempat karaoke bersama istri orang ini yang harus digaris sehingga tidak membias. Setiap anggota Polri harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.
"Polri diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait pelanggaran dan tindak pidana. Namun anggota Polri juga tunduk pada peraturan disiplin dan kode etik profesi, sehingga mereka harus menjalankan tugas sesuai aturan tanpa melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan," tutup Ariasandy.