Kronologi Pengeroyokan Santri Pondok Gontor Hingga Tewas, Dua Ditetapkan Tersangka
Direskrimum Polda Jatim, Kombespol Totok Suharyanto menjelaskan peristiwa yang menewaskan AM berawal saat korban dan dua orang saksi berinisial RM dan NS melaksanakan kegiatan Perkajum (Perkemahan Kamis-Jumat) pada 11 dan 12 Agustus 2022 di Desa Campursari, Kecamatan Sambit, Ponorogo.
Polisi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya santri Pondok Modern Darussalam Gontor berinisial AM (17). Kedua tersangka yang dimaksud adalah MFA (18) dan IH (17).
Direskrimum Polda Jatim, Kombespol Totok Suharyanto menjelaskan peristiwa yang menewaskan AM berawal saat korban dan dua orang saksi berinisial RM dan NS melaksanakan kegiatan Perkajum (Perkemahan Kamis-Jumat) pada 11 dan 12 Agustus 2022 di Desa Campursari, Kecamatan Sambit, Ponorogo.
-
Kapan Pondok Pesantren Langitan didirikan? Jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1852, Kiai Muhammad Nur mendirikan pondok pesantren di Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban.
-
Kapan Pondok Pesantren Canga'an didirikan? Berdiri sejak tahun 1711, kini pondok pesantren tersebut sudah berusia lebih dari tiga abad.
-
Apa yang dilakukan pengasuh pondok pesantren terhadap para santriwati? Dari enam santriwati yang dicabuli, beberapa di antaranya bahkan diminta untuk melayani kebutuhan biologisnya. Pencabulan itu diketahui sudah dilakukan oleh terduga pelaku sejak dua tahun terakhir. Terakhir kali, terduga pelaku mencabuli salah satu santrinya pada 17 Agustus 2023.
-
Apa yang menjadi ciri khas Pondok Pesantren Canga'an? Penamaan kompleks kamar santri menggunakan nama daerah di nusantara. Mulai dari Madura, Bangkalan, Jawa. Penyebutan kata Jawa pada masa Hasyim Asyari, meliputi Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia. Ada kemungkinan para santri berasal dari berbagai negara di Asia Tenggara.
-
Kapan Pondok Pesantren Musthafawiyah didirikan? Didirikan Abad 20 Melansir dari beberapa sumber, ponpes ini didirikan pada 12 November 1912 oleh Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily.
-
Siapa yang dicabuli oleh pengasuh pondok pesantren? Pengasuh pondok pesantren itu berinisial BN. Dari enam santriwati yang dicabuli, beberapa di antaranya bahkan diminta untuk melayani kebutuhan biologisnya.
"Kemudian kegiatan Perkajum berlanjut pada Kamis dan Jumat tanggal 18 dan 19 Agustus 2022 di Desa Wilangan, Kecamatan Sambit, Ponorogo," ujarnya, Senin (12/9).
Dipukul di Bagian Kaki dan Dada
Selanjutnya pada Sabtu (20/8), korban dan para saksi harus mengembalikan perlengkapan dan setelah dicek terdapat kekurangan. Selanjutnya, pada Minggu (21/8), korban dan dua saksi mendapat surat panggilan dari pengurus, yakni tersangka MFA selaku ketua I Perlengkapan dan IH selaku ketua II Perlengkapan.
"Korban AM dan dua saksi RM dan NS disuruh untuk menghadap pada Senin (22/8) pukul 06.00 WIB menemui tersangka di ruang Ankuperkap, Gedung 17 Agustus lantai 3 Pondok Pesantren Darussalam Gontor," ujar Totok.
Kemudian pada Senin, (22/8) sekira pukul 06.00 WIB korban AM beserta saksi RM dan NS menghadap tersangka MFA dan IH terkait evaluasi barang hilang dan rusak. Tersangka MFA dan IH memberi tindakan hukuman kepada korban AM dan dua saksi. IH memukul menggunakan patahan tongkat pramuka ke bagian kaki dan melakukan pukulan tangan kosong ke bagian dada.
"Sedangkan tersangka MFA memberi hukuman dengan cara menendang ke bagian dada," kata Totok.
Korban Langsung Tak Sadarkan Diri
Kemudian pukul 06.45 WIB, korban AM terjatuh dan tidak sadarkan diri. Setelah itu, saksi RM dan NS beserta tersangka MFA membawa korban AM menggunakan becak inventaris pondok menuju IGD RS Yasyfin Pondok Darussalam Gontor. Setibanya di IGD, AM langsung diterima petugas medis rumah sakit dan diperiksa. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tenaga medis di rumah sakit tersebut diketahui bahwa korban AM sudah dalam keadaan meninggal dunia.
"Selanjutnya sekira pukul 10.00 WIB, pihak pondok memberi kabar kepada keluarga korban bahwa AM telah meninggal dunia, kemudian sekira pukul 14.00 wib pihak pondok mengantarkan jenazah melalui jalur darat untuk diserahkan ke keluarga di Kota Palembang Sumatera Selatan," kata Totok.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Psal 80 ayat (3) Jo Pasal 76c Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 rentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 170 ayat (2) Ke 3e KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00.
Pasal lainnya adalah Pasal 170 ayat (2) ke 3e KUHP 3e. Barang siapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan penjara selama-lamanya 12 tahun, jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang.
(mdk/lia)