KY diminta gandeng PPATK ungkap bisnis pengacara & anak hakim agung
"Jika terbukti maka selain pelanggaran kode etik, oknum yang terlibat bisa dijerat UU pencucian uang," kata Yenti.
Anak hakim agung dikabarkan memiliki bisnis rumah sakit bersama seorang pengacara. Untuk membuktikan hal itu, Komisi Yudisial (KY) diminta gandeng PPATK untuk mengungkap kebenaran kabar itu.
Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Ganarsih menilai, KY ataupun aparat penegak hukum lain bisa saja meminta PPATK membantu penyelidikan dalam kasus keluarga hakim agung berbisnis dengan pengacara.
"KY bersama aparat penegak hukum bisa minta bantuan PPATK untuk membuktikan dugaan mereka," kata Yenti saat dihubungi, Selasa (30/6).
Menurut dia KY bisa bekerjasama dengan PPATK untuk menelusuri ada tidaknya aliran dana ke hakim agung. Dengan begitu, hakim agung yang terbukti terima aliran dana dari bisnis itu bisa dijerat pasal pencucian uang.
"Jika terbukti maka selain pelanggaran kode etik, oknum yang terlibat bisa dijerat UU pencucian uang," kata Yenti.
Yenti menjelaskan, UU pencucian uang bisa digunakan untuk mengungkap kasus korupsi ataupun peredaran narkoba. Karena itu dia menyarankan agar dalam kasus ini, KY juga menggandeng PPATK untuk mengendus aliran dana tersebut.
"Meski yang patut diduga tidak menggunakan narkotika, tapi dugaan-dugaan menerima suap transfer bisa dikenakan oleh pasal itu. Dan itu berlaku bagi siapa saja dan KPK atau aparat penegak hukum lainnya bisa masuk memeriksa," kata Yenti.
Sebelumnya, salah satu media nasional mengungkap dugaan kedekatan seorang pengacara dengan sejumlah hakim agung. Pengacara itu dan keluarga hakim agung tersebut dikabarkan kerja sama mengelola bisnis rumah sakit di Cikampek, Jawa Barat.
Bisnis berupa rumah sakit di Cikampek, Jawa Barat tersebut terendus tidak lama usai perkara PK kasus gembong narkoba yang juga pemilik pabrik ekstasi di Surabaya Hanky Gunawan divonis hukuman mati dalam putusan kasasi MA.
Putusan diketok palu pada Agustus 2011. Dalam sidang PK, majelis hakim yang beranggotakan hakim agung Imron Anwari, Ahmad Yamanie dan Nyak Pha mengubah hukuman Hanky Gunawan menjadi 15 tahun penjara.
Usai putusan kontroversial tersebut MA bersama KY kemudian membentuk majelis kehormatan hakim guna menyelidiki vonis itu. Dalam penyelidikan ditemukan tulisan tangan Yamanie mengubah putusan PK Hanky dari 15 tahun menjadi 12 tahun penjara. Namun Yamanie membantah telah mengubah putusan itu.
Belakangan diketahui, seorang pengacara sekaligus kurator itu ternyata memiliki jaringan kepada hakim agung Imron Anwari dan Yamanie melalui bisnis rumah sakit di Cikampek bernama Aqma dulunya bernama Izza.
Anak-anak kedua hakim agung tersebut menjadi direktur utama dan direktur sekaligus pemegang saham di rumah sakit tersebut. Sementara keluarga pengacara itu menjadi pemegang saham mayoritas.