Luhut naik pitam didesak ungkap kasus 65
Luhut menegaskan, penanganan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu tidak diperdebatkan.
Hingga kini kasus pelanggaran HAM 1 Oktober 1965 masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Sebab, 51 tahun berlalu peristiwa berdarah itu belum juga terungkap dengan jelas.
Di tengah ke simpang siuran kasus itu, sejumlah pegiat HAM, Senin (2/5) kemarin, mendatangi Kemenko Polhukam. Mereka datang untuk membahas penemuan kuburan pembunuhan massal peristiwa 1965 termasuk menjelaskan penelitian dan penemuan lokasi kuburan massal tersebut.
"YPKP memiliki bukti ada kuburan masal dan jumlahnya ada 122 titik. Itu hanya di wilayah Sumatera dan Jawa. Di Bali masih ada banyak lagi tapi belum sempat kami data. Di Kalimantan juga ada termasuk di Sulawesi. Jadi ini masih di Sumatera dan Jawa, itupun belum semuanya. Jadi saya melakukan ini saya kira baru 2 persen. 2 persen sudah ada sebanyak 122 titik dan korban yang ada di dalamnya, saya tulis rinci itu, ada 13.999. Ada yang ada namanya, ada juga yang tidak," kata
Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965, Bejo Untung dan Anggota Dewan Pengarah International People Tribunal, Reza Muharram usai bertemu Assiten Deputi III Kemenko Polhukam bidang Hak Asasi Manusia Brigjen TNI Hafil di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (2/5).
Bejo meminta pemerintah untuk menyatakan permintaan maaf terhadap korban dan keluarga korban. Sebab kuburan massal sudah ditemukan di berbagai wilayah.
"Data itu cukup valid. Dan saya tadi mohon maaf, karena wewenang Komnas HAM, saya tadi menyerahkan langsung dengan segala rincian yang ada. Dan kepada Menko Polhukam, akan saya serahkan resumenya saja," kata dia.
Penemuan itu, kata dia, berdasarkan saksi mata, korban dan pelaku yang membunuh para tahanan politik yang dibawa ke Sumatera. Pelaku membunuhnya dengan dipenggal dan membuang jenazah ke Sungai Musi.
"Ini saya mewawancarai langsung orang-orang di sana. Ada seorang tapol, di Galok Dalam di daerah Sumbar, mereka dipotong lehernya, kepalanya dimasukkan karung, tubuhnya dibuang ke jurang. Ini kepalanya dijadikan tumbal, dijadikan alas untuk dijadikan bendungan. Ini terjadi di Lubuk Baswal. Jadi banyak cerita, ini bukan cerita fiksi. Ini nyata," kata dia.
Sementara di kesempatan berbeda, Reza Muharram menyatakan, data-data kuburan massal itu sudah diserahkan ke Komnas HAM karena sesuai undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk melakukan penyelidikan. Selain itu, penggalian dan pencarian bukti kuburan massal juga harus berkoordinasi dengan Komnas HAM.
"Sekarang Menko Polhukam tidak punya alasan lagi mengatakan tidak ada kuburan massal karena datanya sudah kami serahkan ke Pemerintah, ada di Komnas HAM. Semestinya sudah sejak lama menko berkoordinasi dengan Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Karena sejak 2012, hasil penyelidikan Komnas HAM sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. Tinggal tanya," kata dia.
"Sekarang ini ada 122 titik lokasi dan akan semakin bertambah. Tersebar di 12 provinsi, yang paling banyak itu ada di Jawa Tengah 50 lokasi jatim 28 lokasi, sumatera barat jga cukup banyak ada 21 lokasi. Dan ini masih bertambah," tandasnya.
Sementara itu, terpisah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, penanganan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu tidak diperdebatkan. Kepada berbagai pihak dia mengimbau untuk mendukung penanganan ini.
"Kita enggak usah gaduh. Dulu bertahun-tahun tahun enggak diselesaikan kita selesaikan, jangan bikin gaduh juga. Bantu kita juga untuk menyelesaikan," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/5).
Luhut membantah dugaan publik terhadap pemerintah yang ingin melindungi Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebagaimana opini yang beredar selama ini, pemerintah dianggap berpihak kepada PKI lantaran menggelar Simposium Nasional yang membongkar fakta pelanggaran HAM masa lalu hingga perintah presiden untuk mencari makam korban pembantaian.
"Tidak ada pikiran ke situ (melindungi PKI) sama sekali. Saya ulangi, tidak ada pikiran ke situ. Tadi pikiran kembali masalah kemanusiaan supaya kita tuntasin dan bangsa ini biarlah kembali rekonsiliasi jangan lagi menengok masa lalu," tegasnya.
Luhut mengaku telah mendapat data daftar pemakaman massal. Data itu kemudian akan ditindaklanjuti untuk mencari makam korban pelanggaran HAM masa lalu. Pemerintah akan membuktikan simpang siurnya jumlah korban pelanggaran HAM yang menyebut sekitar 500 ribu hingga satu juta orang di berbagai wilayah Jawa dan Bali.
"Kalau nanti sudah melihat itu semua, kita mungkin sampai pada angka berapa, ya sudah, tutup. Kita tinggal mencari kalau masih ada yang bisa yudisial ya kita yudisial, kalau yang tidak bisa, sudah, non-yudisial. Tapi intinya, tadi Bapak Presiden menekankan, ini diselesaikan dengan pendekatan kemanusiaan," pungkasnya.
Baca juga:
Datangi Kemenko Polhukam, Pegiat HAM klaim temukan kuburan massal 65
Salah satu syarat caketum Golkar tak terlibat G30S
Luhut: Jangan bikin gaduh, bantu kita menyelesaikan kasus HAM
Luhut minta pelanggaran HAM tragedi 65 jangan diributkan lagi
Hanura dan NasDem setuju langkah Jokowi ungkap kasus HAM 1965
YLBHI sambut positif sikap Jokowi usut tuntas tragedi 65
Pemerintah jangan cari-cari alasan buat minta maaf ke korban 65
-
Kapan Roestam Effendi mengucapkan "Indonesia Merdeka!" di parlemen Belanda? Selama 19 tahun tinggal di Belanda, Roestam dinobatkan menjadi satu-satunya orang Indonesia yang duduk menjadi anggota Majelis Rendah atau Tweede Kamer mewakili partainya itu. Meski bergabung dengan partai di Belanda, namun jiwa perjuangan untuk tanah airnya masih terus mengalir di dalam tubuhnya. Ia nekat mengucapkan "Indonesia Merdeka!" saat upacara pembukaan parlemen yang dihadiri oleh Ratu Belanda.
-
Di mana banjir Jakarta pada tahun 1960 terjadi? Mengutip dari buku Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 karya Edi Setyawati dkk mengatakan, pada awal tahun 1960 terjadi banjir di Jakarta, setelah mengalami musim hujan yang hebat sehingga 7 kelurahan sangat menderita, terutama daerah Grogol dan sekitarnya.
-
Siapa yang menyampaikan terkait peristiwa 1965 di Sulawesi Tengah? Mahfud mengatakan Gubernur Rusdy menyampaikan terkait peristiwa 1965 di Sulteng.
-
Dimana Soekarno dipenjara oleh Belanda? Di tahun 1929, orator ulung itu sempat ditawan Belanda karena gerakan pemberontakannya terhadap kolonialisme di Partai Nasional Indonesia (PNI). Ia diculik pasukan kolonial dan dijebloskan ke sebuah penjara kuno di Jalan Banceuy, bersama tiga tokoh lain, yakni R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II PNI Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Bandung).
-
Apa yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 5 Agustus 1962? Hotel Indonesia diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1962 oleh Presiden RI Pertama, Soekarno, guna menyambut pagelaran Asian Games IV tahun 1962.
-
Dimana pasukan Belanda mendarat di Jawa Timur? Kabupaten Tuban, Jawa Timur menjadi lokasi pendaratan pasukan agresi militer Belanda ke-II.