MA Kabulkan Gugatan Rachmawati Soal Peraturan KPU Tentang Penetapan Presiden Terpilih
Aturan itu menyatakan apabila terdapat dua pasangan calon (paslon) dalam pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan paslon yang memperoleh suara terbanyak sebagai paslon terpilih.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan sengketa Pilpres diajukan Rachmawati Soekarnoputri dan enam orang pemohon lainnya terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 Pasal 3 Ayat 7. PKPU itu mengatur soal penetapan pemenang Pilpres.
Aturan itu menyatakan apabila terdapat dua pasangan calon (paslon) dalam pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan paslon yang memperoleh suara terbanyak sebagai paslon terpilih.
-
Kapan R.A.A Kusumadiningrat memimpin? Sebelumnya, R.A.A Kusumadiningrat sempat memerintah pada 1839-1886, dan memiliki jasa besar karena mampu membangun peradaban Galuh yang cukup luas.
-
Kapan Mahkamah Agung memutuskan kasasi kasus TPPU Irfan Suryanagara? Kasasi kasus atas dua terdakwa yakni Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty, kata Arif, diputus tanggal 14 Juni 2023.
-
Kapan Ratu Tribhuwana Tunggadewi memerintah Kerajaan Majapahit? Ratu yang memerintah Kerajaan Majapahit selama 12 tahun ini bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi Jayawisnuwardhani. Ia dikenal sebagai sosok yang berkepribadian kuat.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Siapa yang memberikan jawaban lucu tentang kepanjangan KUHP dalam kelas Fakultas Hukum? Pertanyaan itu pun dijawab oleh Arif, seorang mahasiswa yang tidak terlalu pintar, tetapi suka bergurau. Arif: "Kasih Uang Habis Perkara."
-
Siapa yang melaporkan Ketua KPU Hasyim Asy'ari? Hasyim Asy'ari sebelumnya dilaporkan seorang wanita anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda berinisial CAT ke DKPP.
"Menerima dan mengabulkan permohonan uji materiil/keberatan yang diajukan para pemohon untuk seluruhnya," demikian dikutip dari salinan di situs Direktori Putusan MA, Selasa (7/7).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim MA menilai pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang disadur dari UUD 1945.
Pasal itu menjelaskan bahwa paslon terpilih adalah paslon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres, dengan sedikitnya 20 persen suara di tiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Sementara majelis hakim MA menilai apabila aturan itu diterapkan maka tidak menutup kemungkinan bahwa di kemudian hari Pilpres ke depan Capres dan Cawapres hanya akan berfokus memenangkan Pilpres pada kemenangan di daerah-daerah strategis saja. Seperti Pulau Jawa dan beberapa provinsi yang jumlah pemilihnya besar.
"Sehingga representasi suara rakyat di daerah-daerah yang dianggap kurang strategis (wilayahnya luas secara geografis, namun jumlah pemilihnya sedikit) akan hilang begitu saja berdasarkan prinsip simple majority, yang tentunya justru bertolak belakang dengan maksud dibuatnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan penjabaran ulang terhadap norma yang terkandung dalam Pasal 6A ayat 3 UUD 1945," demikian bunyi pertimbangan hakim.
Selain itu, jika dilakukan penafsiran secara sistematis terhadap PKPU tersebut, dapat dipahami bahwa ketentuan yang ada dalam ini berlaku untuk segala kondisi, termasuk dalam hal Pilpres hanya diikuti oleh 2 pasangan.
Adapun, ketentuan memperoleh suara Iebih dari 50% dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di Iebih dari jumlah provinsi di Indonesia.
"Syarat tersebut, tidaklah menjadi sebuah syarat yang sulit untuk terpenuhi manakala kontestasi Pilpres hanya diikuti dua pasangan calon, ketentuan tersebut telah dirumuskan dengan baik oleh pembentuk konstitusi dan Undang- Undang Pemilihan Umum sehingga syarat perolehan suara (Presidential threshold) tersebut tidak perlu direduksi pada rumusan ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum objek Hak Uji Materiil a quo," kata hakim.
Hakim menilai syarat-syarat tersebut akan saling melengkapi, sehingga menunjukkan Presiden terpilih nantinya akan mencerminkan Presiden NKRI yang mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat pemilih dalam pemilihan umum baik dalam bentuk kuantitas maupun dukungan yang tersebar di setiap provinsi.
"(Pasal 3 Ayat 7 PKPU) secara jelas, menghilangkan syarat Presidential threshold sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara provinsi yang tersebar di Iebih dari (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Oleh karenanya norma Ketentuan tersebut tidak mempedomani norma ketentuan diatasnya, yakni pasal 416 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan norma yang disadur dari Pasal 6A ayat (3) UUD 1945."
Gugatan itu diajukan Rachmawati pada 13 Mei 2019 lalu. Rachmawati kala itu menjadi Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke MA terkait PKPU soal Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih Dalam Pemilu.
Rachmawati mengatakan, uji materi dilakukan karena pasal 3 ayat 7 PKPU Nomor 5/2019 cacat hukum. Ia juga merasa hasil penghitungan suara pada pemilu 2019 diduga terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Ketentuan Pasal 3 ayat 7 PKPU Nomor 5/2019 dinilai berada di luar kewenangan KPU selaku penyelenggara negara, yakni mengurusi teknis pemilu. PKPU tersebut dinilainya merupakan norma baru yang disebut tidak memiliki sandaran hukum, baik UUD 1945 dan UU Pemilu.
Diketahui, berdasarkan hasil Pilpres 2019, Joko Widodo yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin saat itu berhasil meraup kemenangan 55,5 persen setelah menang di 21 provinsi. Sementara Prabowo-Sandi menang di 13 provinsi.
Tanggapan KPU
KPU angkat bicara terkait PKPU digugat dimenangkan Rachmawati tersebut. KPU menyatakan perolehan suara suara Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin sudah sesuai dengan syarat UUD 1945.
"Perolehan Suara Sah Nasional, total suara sah nasional (suara di 34 provinsi dan suara pemilu di Luar Negeri) = 154.257.601 suara, perincian perolehan suara masing paslon: 01. 85.607.362 (55,50%) dan 02. 68.650.239 (44,50%)," kaya Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, lewat keterangan tertulis, Selasa (7/7).
Hasyim melanjutkan, persebaran perolehan Suara di tiap provinsi, dengan jumlah total 34 provinsi, artinya setengah jumlah provinsi di Indonesia adalah 17 provinsi.
"Maka, demikian ketentuan lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, adalah lebih dari 17. Paslon 01. Menang di 21 Provinsi dengan perolehan suara lebih dari 50% di setiap provinsi," beber Hasyim.
Karenanya, yakin Hasyim, hasil Pilpres 2019 dengan pemenang Paslon 01 Jokowi-Amin sudah sesuai dengan ketentuan formula pemilihan (electoral formula), sebagaimana ditentukan oleh Pasal 6A UUD 1945 (konstitusional).
Pertama, Pasangan 01 Mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum (paslon memperoleh lebih dari 50% suara sah nasional), yaitu 85.607.362 suara (55,50%),
Kedua, pasangan 01 juga mendapatkan suara sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, yaitu Menang di 21 Provinsi, dengan perolehan suara lebih dari 50% di setiap provinsi itu.
Berikut rincian, 21 provinsi dimenangkan Pasangan 01:
1. Sumut
2. Lampung
3. Babel
4. Kepri
5. DKI Jakarta
6. Jateng
7. DI Yogyakarta
8. Jatim
9. Bati
10. NTT
11. Kalbar
12. Kalteng
13. Kaltim
14. Sulut
15. Sulteng
16. Gorontalo
17. Sulbar
18. Maluku
19. Papua
20. Papua Barat
21. Kaltara.
Berikut rincian, 21 provinsi dimenangkan Pasangan 02 yang menang di 13 Provinsi dengan perolehan suara lebih dari 50% di setiap provinsi:
1. Aceh
2. Sumbar
3. Riau
4. Jambi
5. Bengkulu
6. Sumsel
7. Jabar
8. Banten
9. NTB
10. Kalsel
11. Sulsel
12. Sultra
13. Maluku Utara.
Reporter: Muhammad Radityo Priyamono dan Putu Merta Surya Putra
(mdk/gil)