Mahalnya Jurusan Kedokteran, Komisi X DPR: Satu Alphard untuk Bayar Biaya Gedung Belum UKT
Padahal Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, Indonesia kekurangan dokter.
Padahal Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, Indonesia kekurangan dokter.
- Geger Dokter Gantung Diri di Ruang Praktik, Ternyata Ini Penyebabnya
- 3 RS Klaim Fiktif ke BPJS, Kemenkes Ancam Putuskan Kerja Sama dan Cabut Izin Praktik Dokter Terlibat
- Kasus Dugaan Pencabulan Istri Pasien Dinaikkan Penyidikan, Dokter MY Bakal Jadi Tersangka?
- Perjuangan Dokter Kandungan Diungkap Istri, Tetap Layani Pasien di Bandara Padahal Mau Liburan
Mahalnya Jurusan Kedokteran, Komisi X DPR: Satu Alphard untuk Bayar Biaya Gedung Belum UKT
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf mengaku kaget dengan biaya pendidikan perguruan tinggi di Indonesia. Dia menyebut, untuk masuk jurusan kedokteran biaya yang harus dikeluarkan setara dengan membeli satu mobil Alphard.
Hal itu dia sampaikan saat RDP Panja Pembiayaan Pendidikan dengan Eselon I Kemendikbudistek, Eselon I Kemendagri, Eselon I Kemenkeu, dan Eselon I Bappenas, Rabu (19/6).
"Untuk masuk kedokteran Pak saya sudah dapat ini data banyak, MasyaAllah itu biaya institusi nya bisa beli Alphard satu hanya untuk membayar biaya gedung belum UKT-nya mungkin ratusan juta," kata Dede Yusuf.
Padahal, kata Dede, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut Indonesia kekurangan dokter. Namun, biaya kedokteran sangat mahal.
"Padahal Menteri Kesehatan selalu mengatakan kita kekurangan dokter nah ini kita dilematis," ungkap dia.
Tak hanya itu, dia pun menyoroti polemik kenaikan UKT yang sempat ramai di publik. Meskipun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah membatalkan kenaikan UKT, ternyata masih banyak UKT yang masih tinggi.
"Seingat saya presiden Pak Jokowi dalam periode terakhir kemarin mengatakan ini eranya peningkatan kita akan fokus pada sumber daya manusia," ucap dia.
"Nah fokus pada sumber daya manusia ini berarti kita harus mempersiapkan anak anak kita untuk masuk kepada industri 5.0 Di mana penggunaan pemikiran yang kognitif dan kritis dan lain lain itu mestinya sudah harus disiapkan menuju 2045 generasi emas kita butuh waktu kurang lebih sekitar 20 tahun lagi berarti start dari sekarang lah kita harus meningkatkan partisipasi," tutup Dede.