Mahfud MD sebut Setnov bisa dijerat menghalangi penyidikan KPK karena melarikan diri
Sejumlah penyidik KPK Rabu (15/11) malam menyambangi rumah dinas Ketua DPR Setya Novanto di Jl Wijaya No 19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, untuk melakukan penjemputan paksa terkait pemeriksaan kasus korupsi e-KTP. Namun, Setnov tak ada di rumah.
Sejumlah penyidik KPK Rabu (15/11) malam menyambangi rumah dinas Ketua DPR Setya Novanto di Jl Wijaya No 19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, untuk melakukan penjemputan paksa terkait pemeriksaan kasus korupsi e-KTP. Namun, Setnov tak ada di rumah.
Penyidik KPK juga menggeledah kediaman Setnov. Malam itu, para penyidik KPK dijaga oleh puluhan anggota Brimob.
Sambil menjaga kediaman Setnov, personel Brimob juga membantu para penyidik saat memeriksa rumah mewah berlantai tiga itu.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan selama ini ada keraguan antara kerja sama KPK dan Polri. Namun peristiwa upaya jemput paksa semalam oleh KPK yang dilakukan bersama Polri merupakan cerminan bahwa Polri tetap profesional.
"Memang agak menggelisahkan juga, ketika kemudian Setya Novanto itu hilang jejaknya. Saya sangat percaya polisi kita mampu mengungkap hal pelik seperti itu bahkan jauh lebih pelik dari soal Novanto," kata pakar hukum tata negara itu di Jl Dempo No 3 Matraman, Jakarta, Kamis (16/11).
"Dulu Nazaruddin juga bisa ditangkap, polisi kita itu bisa menangkap orang lari dari penjara, dalam waktu kurang dari 24 jam, meskipun dia menyamar menjadi perempuan, dan sebagainya, terus hilang lenyap, tidak sampai 24 jam ditangkap. Polri juga berhasil mengungkap mutilasi," tambahnya.
Atas hal itu, Mahfud melihat sudah ada langkah kongkret bahwa negara tidak lemah atas korupsi. Walau Setnov belum berhasil diciduk, setidaknya aparat terkait telah bertindak tegas dan kuat dalam hal tindakan hukum baik itu korupsi maupun lainnya.
"Presiden juga memberi dukungan dan yang lebih dari itu ternyata Polri memback-up KPK, tidak ada indikasi Polri memback-up Setya Novanto," tandas Mahfud.
Lebih lanjut, bila Ketua Umum Golkar tersebut melarikan diri, tak menutup kemungkinan terkena pelanggaran hukum yakni menghalangi penyidikan.
"Melarikan diri bisa jadi tindak pidana sendiri menghalangi penyidikan, tapi bisa menjadi faktor memberatkan di penuntutan," ucap Mahfud.