Memahami Autoimun, Penyakit Dialami Cita Citata Usai Suntik Putih dan Vitamin C
Cita Citata menyebut penyakit itu muncul karena dirinya sering suntik putih atau vitamin C.
Media sosial dihebohkan dengan pengakuan Cita Citata yang mengidap penyakit autoimun.
- Minum Vitamin C Saat Pilek: Apakah Benar Efektif atau Hanya Iklan?
- 8 Vitamin untuk Autoimun, Ketahui Jenis dan F ungsinya
- Viral Cita Citata Sebut Suntik Putih dan Vitamin C Sebabkan Autoimun, Ini Penjelasan Dokter
- Ngaku Suntik Putih Jadi Penyebab Utama, Ini 8 Potret Cita Rahayu Ungkap Penyakit Autoimun yang Ia Derita
Memahami Autoimun, Penyakit Dialami Cita Citata Usai Suntik Putih dan Vitamin C
Media sosial dihebohkan dengan pengakuan penyanyi Sri Cita Rahayu atau dikenal dengan Cita Citata yang mengidap penyakit autoimun.
Cita Citata menyebut penyakit itu muncul karena dirinya sering suntik putih atau vitamin C.
Namun, dokter spesialis kulit, kelamin, dan estetik, Arini Astasari Widodo mengatakan, keterkaitan antara suntik putih dengan autoimun belum terlalu jelas.
Arini mengakui, pernah ada laporan efek samping dari suntik putih. Namun, bukan autoimun. Melainkan ruam kulit, alergi, atau reaksi di tempat suntikan.
“Bukti ilmiah tentang keterkaitan langsung antara bahan-bahan ini (injeksi putih) dan reaksi autoimun terbatas. Namun, respons individu dapat bervariasi,” jelas Arini melalui keterangan tertulis, Jumat (12/1).
Apa itu Autoimun?
Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), autoimun adalah sekumpulan penyakit yang ditandai dengan respons imun tubuh yang menyerang jaringan normal. Kondisi ini menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh sendiri dan mengganggu fungsi fisiologis tubuh.
Penyakit autoimun ini menyebabkan kerugian bagi organ tubuh manusia karena dapat merusak sel-sel organ yang masih sehat.
Autoimun belum teridentifikasi secara pasti penyebabnya.
Bebarapa faktor yang berkontribusi terhadap autoimun antara lain respons imun bawaan, faktor genetik, faktor lingkungan (merokok dan sinar UV), gaya hidup yang tidak sehat, termasuk perubahan hormon dan infeksi.
Autoimun lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini memungkinkan hormon seks seperti estrogen dan progesteron juga berperan dalam autoimun.
Selain itu, penelitian juga menghubungkan antara beberapa faktor lingkungan seperti vaksinasi, antiseptik, dan detergent.
Peningkatan penggunaan vaksin, detergen dan antiseptik memungkinkan sistem imun cenderung lebih kecil terpapar antigen asing.
“Hal ini akan meningkatkan sensitivitas sitem imun terhadap unsur yang tidak berbahaya dan mendorong reaksi autoimun,” tulis Kemenkes.
Menurut Kemenkes, penyakit autoimun terbagi menjadi 2 berdasarkan organ yang diserang, yaitu spesifik jaringan atau organ dan sistemik. Spesifik organ berarti sistem imun menyerang satu organ tertentu, sedangkan sistemik yaitu sistem imun menyerang beberapa organ atau sistem tubuh yang lebih luas.
Autoimun spesifik organ di antaranya multiple sclerosis, diabetes tipe 1, inflammatory bowel disease. Sedangkan autoimun sistemik meliputi lupus erythematosus, Sjogren’s syndrome dan Rheumathoid arthritis.
Autoimun umumnya disertai dengan peradangan sebagai akibat dari produksi sitokin pro inflamasi.
Nutrisi dan diet berperan penting dalam perkembangan kondisi autoimun. Diet tinggi kalori (kaya lemak jenuh atau pangan olahan dan rendah serat) dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dalam membedakan jaringan tubuh sendiri yang mengarah pada autoimunitas.
Zat gizi anti peradangan atau anti inflamasi seperti Vitamin D, antioksidan, dan zinc dapat secara efektif mengurangi resiko autoimunitas melalui penurunan sitokin proinflamasi.
Sebaliknya diet kaya lemak jenuh, kolesterol, gula, garam dan pangan olahan yang biasa dikenal dengan ‘Western diet’ mendorong terjadinya peradangan.