Mengenal Tradisi Bakar Batu di Balik Pembebasan Pilot Susi Air Kapten Philip dari KKB Papua
Bakar batu merupakan ritual yang biasa dilakukan masyarakat Papua dengan tujuan tertentu.
Kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua akhirnya membebaskan Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Mahrtens. Pembebasan itu ditandai dengan dilakukannya tradisi bakar batu.
Kaops Damai Cartenz 2024 Brigjen Faizal Ramadhani mengatakan, setelah jalan panjang negosiasi ditempuh, akhirnya ada titik terang untuk membebaskan Kapten Philip.
- Suasana Upacara Adat Bakar Batu di Balik Pembebasan Kapten Philip dari KKB Papua
- Mengenal Taber Laut, Ritual 'Mengunci' Air Laut yang Juga Simbol Rasa Syukur Masyarakat Bangka Belitung
- Mengenal Upacara Besale, Ritual Pengobatan Tradisional Khas Suku Anak Dalam
- Mengenal Tradisi Andung, Ungkapan Perasaan Duka saat Upacara Kematian Ala Suku Batak Toba
"Dan setelah negosiasi yang cukup lumayan panjang, akhirnya dua hari kemarin kita bakar batu. Akhirnya diserahkan hari ini," kata Faizal kepada wartawan, Sabtu (21/9).
Salah satu poin negosiasi yang disepakati kedua belah pihak adalah dipenuhinya kebutuhan logistik yang diminta KKB.
Dengan dilakukannya bakar batu, hal tersebut sebagai tanda bahwa negosiasi yang selama ini dilakukan telah disepakati kedua pihak.
"Jadi kalau sudah bakar batu itu akhirnya sudah oke lah, sudah deal gitu," ucapnya.
Bakar batu merupakan tradisi yang ada di tengah masyarakat Papua.
Bakar batu adalah ritual memasak bersama dengan menggunakan batu-batu panas yang ditata di tanah sebagai pengganti kompor. Biasanya, warga memasak menu makanan lengkap yang terdiri dari umbi-umbian, sayuran, daging, dan ikan dengan metode ini.
Makanan dibungkus dengan daun pisang atau daun kelapa, lalu diletakkan di antara batu-batu panas dan ditutup dengan tanah atau dedaunan untuk menjaga panasnya.
Tradisi bakar batu dikenal dengan nama yang berbeda-beda di setiap suku di Papua.
Suku Dani menyebutnya bakar batu, suku Lani menyebutnya lago lakwi, sementara warga Wamena menyebutnya kit oba isago. Bakar batu disebut mogo gapil di Paniai. Masyarakat Papua pantai menyebutnya barapen.
Tradisi bakar batu bukan sekadar memasak bersama. Bagi warga Papua, tradisi ini adalah bentuk syukur terhadap berkah yang diberikan Tuhan untuk dimanfaatkan manusia. Bakar batu juga menjadi simbol solidaritas, kerja sama, dan perdamaian masyarakat Papua.
Semua orang bekerja sama untuk menyiapkan bahan-bahan, menyalakan api, mengatur batu-batu, membungkus makanan, hingga menyantap hasil masakan bersama-sama. Masakan dibagi secara merata agar semua orang bisa menikmatinya dengan suka cita.
Warga Papua kerap mengadakan tradisi bakar batu untuk tujuan-tujuan berikut; Memperkuat solidaritas di antara anggota masyarakat. Menjaga silaturahmi dengan keluarga dan kerabat, baik dalam suasana suka maupun duka.
Kemudian memfasilitasi komunikasi, negosiasi, dan perjanjian damai di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Menyambut tamu-tamu penting. Mengumpulkan prajurit untuk berperang atau merayakan kemenangan perang. Merayakan pembukaan ladang, kelahiran, perburuan, pembangunan rumah, atau pernikahan.