Menkum HAM sebut revisi PP pengetatan remisi korupsi bertujuan baik
"Kita lihat, revisi ini bertujuan justru lebih baik," tegas Yasonna.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menggulirkan wacana agar Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus pidana luar biasa direvisi. Yasonna menilai perlu ada kesetaraan perlakuan untuk semua terpidana, khususnya yang menyesali perbuatan dan berkelakuan baik selama menjalani masa tahanan. Termasuk wacana revisi remisi bagi terpidana korupsi.
"Kita mau FGD kan dulu. Tapi pelan-pelan. Semua stakeholder mau dilibatkan. Kita pasti menampung semua pikiran yang ada. Dengan kampus. Kemarin sudah ada diskusi dengan ICW," kata Yasonna kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/3).
Lebih jauh, Politikus PDIP itu belum bisa memastikan revisi PP tersebut dapat diterima oleh banyak pihak. Namun, dia menegaskan, rencana revisi PP itu bertujuan baik dan untuk memberikan rasa keadilan bagi semua terpidana tanpa pengecualian.
"Kita lihat, revisi ini bertujuan justru lebih baik," tegasnya.
Sebelumnya diketahui, Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho secara tegas menolak pemberian remisi pada koruptor. Menurutnya, adapun koruptor yang pantas diberikan remisi jika dia mau bertindak sebagai justice collaborator atau bekerjasama dengan penegak hukum membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukan.
"Kalau saya menolak memberikan remisi kepada koruptor kecuali dia sebagai justice collaborator," katanya, di Warung Komando, Tebet, Minggu (29/3).
Apapun alasan Menteri Yasonna yang berniat merevisi peraturan pemerintah (PP) 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dia tetap menegaskan koruptor tak pantas dapat keringanan. Dia juga mencurigai adanya muatan politis.
"Kita mencurigai ada request (revisi PP 99 2012), baik oleh koruptor atau politisi," katanya.