Sahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil
Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.
Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.
-
Bagaimana Sahroni menilai kinerja KPK? 'Namun meski begitu, dengan posisi yang lebih tinggi saat ini, saya harap Pak Nawawi tidak jadi luput dan tetap peka dalam melihat serta membehani problem di internal KPK ,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (27/11).
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Siapa yang mengapresiasi perhitungan kerugian ekonomi dalam korupsi? DPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi Wakil Ketua Komisi III mengapresiasi langkah Kejaksaan Agug (Kejagung) yang disebut mengeluarkan terobosan melalui aturan penyertaan penghitungan jumlah kerugian perekonomian negara dalam penanganan kasus korupsi, meski dalam pembuktiannya menjadi keputusan hakim di pengadilan.
-
Kenapa kerugian ekonomi negara penting dihitung dalam korupsi? Komisi III sangat mengapresiasi metode penghitungan kerugian seperti yang dilakukan Kejagung. Memang harus begini sebetulnya, karena korupsi itu tindakan yang menimbulkan kerugian berantai. Nah jadi lembaga penegak hukum lainnya bisa juga menerapkan cara yang seperti ini, biar makin kapok dan takut semua pelaku korupsi. Pengembalian kerugian negaranya pun juga jadi bisa lebih maksimal,' ujar Sahroni, Kamis (18/4).
-
Apa harapan Sahroni untuk KPK? 'Tapi Pak Nawawi ini punya karier panjang sebagai hakim di pengadilan. Jadi saya rasa tidak usah diragukan lagi kalau soal profesionalitas, integritas, kearifan, dan ketegasannya. KPK di bawah kepemimpinan Pak Nawawi pastinya akan semakin rapih secara struktur, semakin bijak dalam menggunakan kewenangan, dan semakin gaspol dalam pemberantasan-pencegahan,' tambahnya.
-
Apa yang dikritik Sahroni tentang KPU? 'Ya karena banyak masalah mustinya KPU itu berinisiatif untuk mengaudit forensik sistemnya Jadi supaya publik ini percaya dengan lembaga yang dipimpin oleh KPU sendiri,' kata Sahroni di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (6/3).
Sahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil
Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni mengungkapkan, pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi yang ditangani penegak hukum meliputi Kejaksaan, Polri dan KPK masih jauh lebih kecil dari nilai korupsinya.
Hal itu berdasarkan hasil penelitian disertasi miliknya berjudul "Pemberantasan Korupsi Melalui Prinsip Ultimum Remedium: Suatu Strategi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara" yang disampaikan dalam ujian Seminar Hasil Penelitian (SHP) di Universitas Borobudur, Jakarta Timur, Sabtu (16/3).
"Pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi yang ditangani lembaga penegak hukum meliputi Kejaksaan, Polri, dan KPK, masih jauh lebih kecil dibanding nilai korupsinya. Makanya, perlu ada terobosan dalam pendekatan penanganan korupsi. Dari primum remedium, menjadi ultimum remedium, yaitu hukum pidana sebagai jalan terakhir,” ujar Sahroni dalam paparannya (16/3).
Dia menambahkan, selama ini, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya. "Seperti dari yang sudah-sudah, penanganan kasus korupsi terlalu berfokus pada pemenjaraan pelaku, yang itu pun tidak terbukti memberi efek jera."
"Sehingga perangkat hukum kita jadi tidak serius dan tidak maksimal dalam memastikan pengembalian kerugian yang dialami oleh negara. Padahal sebenarnya, itu yang paling esensial,” lanjut Sahroni.
Untuk informasi, setelah mendengar paparan, melakukan uji metode, dan memberi beberapa masukan, para dosen penguji pun menyatakan Sahroni lulus ujian SHP ini. Berikutnya, Sahroni akan menjalankan dua proses ujian sidang sisanya, yaitu sidang tertutup dan sidang terbuka.
Hadir sebagai penguji, Ketua MPR RI sekaligus Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur Dr. H. Bambang Soesatyo, S.E., S.H., M.B.A., Prof. Dr. Surya Jaya, SH., M.Hum selaku Promotor, Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M selaku Co Promotor, dan beberapa dosen penguji lainnya.