Merawat budaya dari lereng Slamet
Kampung Kurcaci dibuat sebagai pengingat kalau budaya tradisional tidak mudah digerus zaman.
Bertelanjang kaki, tiga orang anak duduk di tanah, lalu bermainlah mereka dolanan (permainan-red) Sunda Manda. Setiap anak memegang kulit batang pohon damar yang mengelupas dan bergantian melempar ke petak permainan. Di antara mereka, yang terjauh lemparannya dalam petak mendapat giliran pertama melompati petak-petak. Betapa akrab anak-anak itu di tengah alam, bersama-sama mereka tertawa, bersorak mengekspresikan kegirangan.
Anak-anak itu tinggal di lereng timur Gunung Slamet dan sudah jadi kebiasaan mereka bermain di hutan damar. Kebahagiaan mereka juga menjadi daya tarik tersendiri ketika merdeka.com mengunjungi Kampung Kurcaci, Desa Wisata Serang, Karangreja, Kabupaten Purbalingga beberapa waktu lalu. Dolanan anak seperti egrang, sunda manda serta dakon, jadi simbol keakraban lama yang semakin hilang sekaligus nostalgia yang jauh dari "tangan jahil" modernisasi.
Di Kampung Kurcaci, di tanah seluas 3,5 hektare udara permai menyejukkan hati. Sejauh mata memandang yang nampak ratusan pohon damar setinggi puluhan meter. Bukan tiang-tiang listrik yang kering. Sebutan Kampung Kurcaci sendiri juga bermuatan filosofis bahwa manusia dengan segala keterbatasan hanya bagian kecil alam semesta.
Hendi Permana (31), Ketua Pengelola Wisata Alam Kampung Kurcaci mengatakan latar belakang dibentuknya kampung kurcaci untuk mempertahankan kedekatan anak-anak pada alam dan lingkungan di mana mereka hidup. Bangunan kayu rumah kurcaci yang warna-warni dan menjadi ikon wisata alam ini, juga terinspirasi dari kebiasaan anak-anak yang kerap membuat rumah-rumahan dari ranting-ranting. Pendek kata, kampung kurcaci dibentuk sebagai ikhtiar menjaga budaya.
-
Bagaimana aktivitas Gunung Slamet menurut Sukedi? “Yang pasti sampai saat ini status Gunung Slamet masih normal. Mungkin kabar tersebut berasal dari pemberitaan beberapa tahun lalu saat Gunung Slamet berstatus siaga," Sukedi mengatakan, ia sering ikut membantu pengamatan terhadap aktivitas Gunung Slamet karena secara kebetulan rumahnya cukup dekat dengan Pos PGA Slamet.
-
Bagaimana karakteristik Gunung Slamet? Gunung Slamet punya karakteristik yang "tenang namun menghanyutkan".
-
Dimana lokasi Gunung Slamet? “Meskipun demikian masyarakat dan pendaki diimbau untuk tidak berada atau beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari kawah puncak Gunung Slamet,” kata Sukedi.
-
Di mana saja tempat-tempat angker di Gunung Slamet? Gunung Slamet memiliki reputasi sebagai tempat angker dengan beberapa lokasi yang terkenal menyeramkan, termasuk Pos 2, Pos 9, dan Pasar Setan di Pelawangan.
-
Apa yang diyakini sebagai tempat bersemayam makhluk gaib di Gunung Slamet? Mitos Gunung Slamet yang pertama, yaitu puncaknya konon menjadi tempat bersemayam makhluk gaib. Ada beberapa alasan yang mendukung kepercayaan tersebut.
-
Siapa yang dipercaya bersemayam di Gunung Slamet? Dewa-dewa utama yang dipercayai bersemayam di Gunung Slamet antara lain Dewa Brahma, pencipta alam semesta, dan Dewa Wisnu, pemelihara dunia.
"Kami ingin mempertahankan pengalaman masa kanak kami, yang diwarnai kebersamaan. Karena itu kami sengaja membuat rumah-rumahan, menawarkan dolanan tradisional seperti dakon, sunda manda, egrang yang saat dimainkan memang diperlukan interaksi dan kebersamaan," kata Hendi.
Pengunjung Kampung Kurcaci, Fiki (27) asal Lampung dan Gayuh (28) asal Bojongsari Purbalingga, mengungkapkan baru pertama kali mengunjungi Kampung Kurcaci usai melihat di media sosial. Mereka mengaku sangat menikmati rindangnya pohon damar dan merasa sangat berdekatan dengan rindangnya alam. Lewat dolanan anak yang ditawarkan mereka juga merasa dekat kembali dengan kebudayaan yang sudah terasa asing saat ini dilihat di kehidupan sehari-hari.
"Menghabiskan waktu di sini asyik. Tadi juga sempat ke curug (air terjun) yang juga bagian wahana di sini," kata keduanya.
Irama kehidupan desa di Kampung Kurcaci mungkin semacam penawar dari tata kehidupan kota. Namun, dia adalah perwujudan olah pikir sejumlah anak-anak muda di Desa Serang, Karangreja. Di banyak tempat, desa memang mulai merasakan gesekan-gesekan yang lazim terjadi di kota dan mengubah tatanan lama warga. Melalui pengembangan Kampung Kurcaci warga Desa Serang membuktikan bahwa mereka tidak terjebak dalam nostalgia yang cengeng belaka atau semacam "over romantic impression".
Mereka justru menghidupkan kembali kekhasan lama itu dalam konsep desa wisata. Dalam hal ini anak-anak muda desa Serang setidaknya telah menjalankan pendirian Johan Huizinga, sejarawan pengarang buku Homo Ludens. Bahwa permainan yang melahirkan kultur menjadi dasar dan sumber dari peradaban. Yang dimaksud yakni kebersamaan, interaksi dan mengajarkan kedekatan dengan alam sejak dini.
Baca juga:
Tarung ujung, pengingat kekejaman Belanda adu domba warga pribumi
Ada ayam goreng Kalasan setinggi empat meter
Pameran hasil tani & budaya, stand Papua ramai diserbu pengunjung
Makam elite untuk kaum berduit
Atraksi kuda lumping ramaikan CFD