Naik Level dari Normal Jadi Waspada, Ini Fakta Gunung Slamet yang Terbangun dari Tidur Panjangnya
Gunung Slamet punya karakteristik yang "tenang namun menghanyutkan"
Gunung Slamet punya karakteristik yang "tenang namun menghanyutkan"
Naik Level dari Normal Jadi Waspada, Ini Fakta Gunung Slamet yang Terbangun dari Tidur Panjangnya
Pada Kamis (19/10), Gunung Slamet resmi naik level dari berstatus normal (level I) menjadi waspada (level 2). Setelah lima tahun tak terlihat ada gejolak, kini gunung tertinggi di Jawa Tengah itu seolah telah terbangun dari tidur panjangnya.
-
Kapan Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas terakhir? Lebih lanjut, Sukedi mengakui berdasarkan pengamatan dalam 20 tahun terakhir, peningkatan aktivitas Gunung Slamet terjadi hampir tiap lima tahun sekali, yakni pada tahun 2004-2005, 2018-2009, 2014, dan terakhir pada bulan Agustus 2018 hingga 2019.
-
Apa status Gunung Slamet saat ini? “Kami sudah berkoordinasi dengan PVMBG dan mendapat informasi jika Gunung Slamet saat ini masih berstatus Level I atau normal,“
-
Mengapa Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas setiap 5 tahun? Lebih lanjut, Sukedi mengakui berdasarkan pengamatan dalam 20 tahun terakhir, peningkatan aktivitas Gunung Slamet terjadi hampir tiap lima tahun sekali, yakni pada tahun 2004-2005, 2018-2009, 2014, dan terakhir pada bulan Agustus 2018 hingga 2019.
-
Bagaimana cara mengetahui status Gunung Slamet? “Kami sudah berkoordinasi dengan PVMBG dan mendapat informasi jika Gunung Slamet saat ini masih berstatus Level I atau normal,“
-
Kenapa Gunung Gamalama tak pernah tidur? Gunung ini juga dikenal tak pernah tidur hingga memunculkan tradisi Kololi Kie.
-
Bagaimana makhluk halus di Gunung Slamet menjelma? Menurut mitos setempat, makhluk halus tersebut seringkali muncul dalam bentuk harimau putih yang berkeliaran di sekitar gunung.
Dilansir dari ANTARA, peningkatan aktivitas Gunung Slamet ditandai dengan peningkatan amplitudo tremor secara terus-menerus diikuti terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang.
Peningkatan amplitudo tremor ini menunjukkan adanya peningkatan pemanasan air tanah dalam tubuh Gunung Slamet pada kedalaman yang dangkal. Sedangkan terekamnya gempa tremor harmonik menunjukkan peningkatan embusan dalam tubuh Gunung Slamet.
Berdasarkan pengukuran di Stasiun Tiltmeter Bambangan, Pemalang, yang merupakan Stasiun Tiltmeter paling dekat dengan puncak Gunung Slamet, diketahui telah terjadi inflasi tekanan yang bergerak menuju puncak atau berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari sebelumnya.
Dengan kondisi itu, maka akan memicu terjadinya gempa-gempa dangkal dan erupsi freatik.
Dilansir dari ANTARA, potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak dalam radius 2 kilometer.
Hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.
Terkait dengan kondisi tersebut, PVMBG merekomendasikan masyarakat dan pengunjung atau wisatawan untuk tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak Gunung Slamet.
Terkait kondisi ini, Kepala Pelaksana BPBD Banyumas Budi Nugroho mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan waspada, serta tidak terpengaruh berita hoaks yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas tersebut.
Ia mengaku pihak BPBD telah memiliki perencanaan terkait kemungkinan bencana erupsi Gunung Slamet untuk level Jawa Tengah. Hingga saat ini, Budi tengah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait peningkatan aktivitas Gunung Slamet.
Tenang tapi Menghanyutkan
Sukedi, tokoh masyarakat Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, mengatakan bahwa peningkatan aktivitas Gunung Slamet hampir selalu terjadi lima tahun sekali.
Pria yang pernah selama 38 tahun bertugas di Pos Pengamatan Gunung Slamet Gambuhan itu mengatakan bahwa gunung itu memiliki sifat dan karakteristik yang tenang tapi menghanyutkan.
Sampai saat ini, kondisi Gunung Slamet masih dapat dikatakan tenang. Namun apabila statusnya nanti naik jadi siaga, maka akan terdengar dentuman yang menggema dan menggemparkan masyarakat sekitar.
Pada periode Maret-Agustus 2014 lalu, saat statusnya mencapai level III (siaga), Gunung Slamet mengeluarkan erupsi yang mengeluarkan lontaran material pijar serta abu.
Suara dentuman erupsi itu bahkan terdengar hingga wilayah Kecamatan Kroya, Cilacap. Pada tahun 1987-1988, gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa itu juga mengeluarkan suara dentuman saat tingkat aktivitasnya dinaikkan menjadi siaga.