Nadiem Jelaskan Urgensi Pelaksanaan Asesmen Nasional Saat Pandemi Covid-19
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menegaskan kembali bahwa Asesmen Nasional (AN) tidak menimbulkan konsekuensi apa pun bagi individu siswa, guru, maupun kepala sekolah.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menegaskan kembali bahwa Asesmen Nasional (AN) tidak menimbulkan konsekuensi apa pun bagi individu siswa, guru, maupun kepala sekolah.
"Sudah disampaikan berkali-kali bahwa AN tidak menimbulkan konsekuensi terhadap inidividu siwa, guru, maupun kepala sekolah. Tidak ada konsekuensi juga ke anggaran untuk sekolah, maupun ke lulusan. Bahkan data tidak akan dipresentasi sebagai individu, melainkan agregasi sekolah," kata Nadiem dalam keterangan tulis, Selasa (24/8).
-
Kapan Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak wafat? Ia wafat di Bern, Swiss pada tanggal 10 Juli 1965 di usianya yang sudah 68 tahun.
-
Kapan Naja dinyatakan lulus kuliah? Naja yang baru saja dinyatakan lulus dari kuliahnya di Inggris kini tumbuh menjadi remaja yang super cantik.
-
Kapan Nadia resmi dipersunting kekasihnya? Nadia Soekarno baru saja resmi dipersunting kekasihnya Kama Sukarno pada 27 Januari 2024.
-
Siapakah Hang Nadim? Salah satu figur pahlawan legendaris dari Pulau Bintan yang berjasa melindungi tanah kelahirannya dari jajahan bangsa Portugis.
-
Kapan najis mukhaffafah dianggap suci? Jika najis mengenai baju Anda, maka setelah dipercikkan air, baju diperas kemudian dikeringkan.
-
Kapan makam tersebut ditemukan? Kemunculan makam tersebut berawal pada tahun 2022.
Menurut dia, kekhawatiran yang muncul di masyarakat dikarenakan selama bertahun-tahun Ujian Nasional (UN) telah terkondisikan sebagai sesuatu yang menakutkan. Bahkan, ada ancaman bagi yang nilai ujian nasional rendah kepala sekolah bisa dimutasi.
"Persepsi ini yang harus dibasmi, AN tidak membebani individu seperti UN," tegas Nadiem.
Nadiem menjelaskan pentingnya Asesmen Nasional tetap diadakan di tengah pandemi seperti saat ini. Menurutnya, pemetaan mutu pendidikan sangat penting untuk segera dilakukan agar secepatnya, Kemendikbudristek mengetahui sejauh ketertinggalan dunia pendidikan kita akibat Covid-19. Sebab, saat ini sangat dibutuhkan analisa data terkait learning loss yang terjadi.
"Justru dengan adanya pandemi, AN menjadi jauh lebih penting untuk mengetahui seberapa besar ketertinggalan kita, mencakup apa saja dan di mana saja. Dengan AN juga kita mengetahui daerah dan sekolah yang paling membutuhkan bantuan," kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, Senin (23/8) kemarin.
Nadiem berencana melakukan Asesmen Nasional di daerah yang sudah diperbolehkan melakukan PTM secara terbatas. Dampak yang bervariasi akibat pandemi juga dinilai mendorong perlunya untuk melakukan pemetaan yang lebih menyeluruh. Dengan demikian, Kemendikbudristek dapat segera merancang program dan intervensi yang lebih terarah.
Dilangsungkan Secara Fleksibel
Kemendikbudristek menjadwalkan akan menggelar Asesmen Nasional pada September-Oktober tahun ini. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan Perbukuan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menerangkan pelaksanaan AN tahun ini berlangsung secara adaptif dan fleksibel sesuai dengan situasi pendemi di berbagai daerah.
Dalam menyelenggarakan AN, Kemendikbudristek mengikuti kebijakan makro pemerintah tentang Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“AN hanya akan dilakukan jika di daerah itu sudah boleh Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Kalau daerah sudah boleh PTM Terbatas, secara logis seharusnya melakukan AN juga,” kata Anindito dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8).
Adapun protokol kesehatan yang berlaku pada pelaksanaan AN sejalan dengan PTM terbatas, yakni berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri. Kemendikbudristek meminta satuan pendidikan untuk menyampaikan informasi dan tujuan pelaksanaan AN ini kepada orang tua secara komprehensif bagi yang anaknya terpilih menjadi peserta. Sedangkan bagi wilayah yang belum bisa melaksanakan AN tahun ini akan diagendakan pada Februari, Maret, dan April tahun 2022.
Anindito mengatakan, peserta didik akan dipilih secara acak dari pusat agar mewakili populasi siswa di sekolah tersebut dan mereka yang terpilih diharapkan mengikuti AN sesuai jadwal yang akan disampaikan secara detil lebih lanjut.
Jika peserta didik terpilih menjadi peserta AN namun sakit/bergejala seperti Covid-19, memiliki penyakit komorbid, atau tidak bisa melakukan perjalanan ke sekolah dengan aman, maka mereka bisa digantikan oleh peseta didik lain yang menjadi cadangan.
Tugas Pemda
Pemerintah daerah bertugas berkoordinasi dengan satuan pendidikan dalam pelaksanaan gladi bersih dan hari-H. Pemda juga melakukan pelatihan proktor untuk setiap satuan pendidikan di masing-masing provinsi dan kota/kabupaten. “Satuan pendidikan perlu berkoordinasi dengan pemda dan mengalokasikan dana BOS-nya untuk keperluan pelaksanaan AN, khususnya di wilayah yang sudah memungkinkan untuk menyelenggarakannya secara berjenjang,” urainya.
Sebelumnya, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyarankan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim agar menunda pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) yang dijadwalkan digelar pada September 2021.
Anggota Dewan Pakar P2G, Suparno Sastro mengatakan supaya saat ini Nadiem mengerahkan tenaga untuk mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan selama pandemi Covid-19. Ia menilai kondisi pandemi Covid-19 belum bisa dipastikan kapan akan berakhir.
Dampak signifikan pandemi terhadap dunia pendidikan adalah ancaman "learning loss", meningkatkan angka putus sekolah jenjang SD seperti di Aceh, Jawa Timur, Maluku Utara, NTB, NTT, dan Papua Barat.
"Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ yang sudah 1,5 tahun dilaksanakan masih belum efektif. PJJ melahirkan problematika makin besarnya fakta ketimpangan digital. Sehingga ada siswa dan guru yang sanggup melaksanakan proses pembelajaran, sementara itu banyak siswa dan guru yang tak dapat melakukan PJJ," tekannya dalam keterangan tulis, Kamis (29/7).
Suparno menerangkan, keterhambatan PJJ salah satunya lantaran kurangnya sarana dan prasarana. Ia menerangkan sebanyak 20,1 persen siswa dan 22,8 persen guru tak memiliki perangkat TIK seperti gawai, komputer dan laptop saat PJJ.
Suparno melanjutkan, Permendikbud No.17 tahun 2021 tentang Asesmen Nasional Pasal 5 ayat 4, justru menambah ketimpangan menjadi diskriminasi baru bagi siswa. Yakni prasyarat AN harus dilaksanakan di tempat yang memiliki akses internet.
"Realitanya ada sekitar 120 ribu SD yang belum memiliki TIK (komputer) minimal 15 paket. Termasuk 46 ribu sekolah yang sama sekali tidak punya akses internet bahkan aliran listrik. Belum ditambah kualitas sinyal internet yang buruk di beberapa wilayah," paparnya.
Potret PJJ yang tak efektif, ketimpangan digital yang makin menganga, akses, dan kualitas jaringan internet pendukung PJJ yang belum berubah signifikan, berakibat angka putus sekolah meningkat selama PJJ. Ditambah, Suparno melanjutkan kompetensi guru dalam melaksanakan pedagogi digital yang masih rendah.
"Semestinya menjadi fokus pembenahan oleh Kemendikbudristek bersama lintas kementerian lain serta pemerintah daerah (Pemda)," harapnya.
"Oleh karenanya, pelaksanaan AN belum dibutuhkan saat ini, ada prioritas lain yang lebih besar yang penting dan mendesak dibenahi," sambungnya.
P2G, kata Suparno mengharapkan supaya Nadiem menyiapkan "grand strategy" untuk mengantisipasi dan menanggulangi semua masalah tersebut. Daripada sibuk mempersiapkan AN pada September nanti.
Nadiem sebelumnya telah memutuskan untuk menunda pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) 2021 yang sedianya dihelat pada pertengahan tahun ini.
Mantan Bos Gojek Indonesia itu mengungkap, alasan penundaan tersebut lantaran tren jumlah kasus positif Covid-19 tak menunjukkan penurunan. Kendati ditunda, bukan berarti pelaksanaan AN tak dilaksanakan pada tahun ini. Nadiem menyebut pihaknya menggeser pelaksanaan AN ke bulan September-Oktober 2021.
Terdapat pertimbangan tersendiri bagi Mantan Bos Gojek Indonesia itu untuk memilih menunda pelaksanaan AN ketimbang meniadakannya di tahun 2021 ini. Nadiem berujar jika 2021 AN ditiadakan layaknya Ujian Nasional (UN) pada 2020, maka pihaknya akan kesulitan untuk mengevaluasi kondisi sekolah-sekolah di Tanah Air.
"Kalau 2021 pun kalau misalnya tidak dilaksanakan, kita tidak akan punya daya point base lain. Artinya kita tidak akan bisa mengetahui mana sekolah-sekolah atau daerah-daerah yang paling tertinggal," ujar Nadiem Makarim dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Jika seperti ini, menurut Nadiem pihaknya bakal kelimpungan untuk membuat rencana penganggaran untuk bantuan bagi sekolah yang membutuhkan.
"Kalau kita tidak bisa mengetahui mana sekolah-sekolah yang paling tertinggal, kita tidak bisa membuat strategi penganggaran, strategi bantuan untuk sekolah-sekolah yang paling membutuhkan bantuan kita," katanya.
"Inilah alasan terpenting harus ada baseline terhadap Asesmen Nasional di tahun 2021," imbuhnya.
Menurut Nadiem, hasil AN 2021 bakal digunakan sebagai patron untuk melihat kualitas pendidikan di Indonesia pada tahun selanjutnya.
"Dan kita bisa melihat perbandingannya dengan nanti 2022, apakah ada peningkatan, apakah stagnan," ucap dia.
Hapus Ujian Nasional
Seperti diketahui, Nadiem telah memutuskan untuk menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Asesmen Nasional (AN). Ia mengatakan perubahan mendasar pada AN tidak lagi mengevaluasi capaian peserta didik secara individu.
Akan tetapi mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil. Asesmen Nasional disebut sebagai pengganti UN yang mulai diterapkan pada 2021.
“Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari hasil Asesmen Nasional ini kemudian menjadi cermin untuk kita bersama-sama melakukan refleksi mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia,” ucap Mendikbud dalam keterangan tulis, Rabu (7/10).
Menurut Nadiem, Asesmen Nasional 2021 adalah pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program kesetaraan jenjang sekolah dasar dan menengah. Asesmen Nasional terdiri dari tiga bagian, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Mendikbud melanjutkan, AKM dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerasi. Kedua aspek kompetensi minimum ini, menjadi syarat bagi peserta didik untuk berkontribusi di dalam masyarakat, terlepas dari bidang kerja dan karier yang ingin mereka tekuni di masa depan.
“Fokus pada kemampuan literasi dan numerasi tidak kemudian mengecilkan arti penting mata pelajaran karena justru membantu murid mempelajari bidang ilmu lain terutama untuk berpikir dan mencerna informasi dalam bentuk tertulis dan dalam bentuk angka atau secara kuantitatif,” jelas Mendikbud.
Bagian kedua dari Asesmen Nasional adalah survei karakter yang dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar sosial-emosional berupa pilar karakter untuk mencetak Profil Pelajar Pancasila.
“Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif,” tutur Mendikbud.
Bagian ketiga dari Asesmen Nasional adalah survei lingkungan belajar untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah.
Dorong Perubahan Guru Mengajar
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan Perbukuan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menjelaskan Asesmen Nasional bertujuan untuk mendorong perubahan positif dalam cara guru mengajar, cara kepala sekolah memimpin pembelajaran di sekolahnya, dalam pengawasan sekolah dan dalam cara pemerintah daerah (pemda) melakukan evaluasi diri dalam penganggaran agar lebih berorientasi pada kualitas pembelajaran.
"Jadi, tujuan AN itu sebenarnya memantik perubahan. AN merupakan evaluasi terhadap sistim pendidikan," kata Anindito.
Asesmen Nasional (AN) diluncurkan pada 2019 sebagai Merdeka Belajar episode pertama yang mencakup tiga komponen besar yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Literasi dan Numerasi, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Anindito menyatakan bahwa nantinya, hasil dari ketiga komponen Asesmen Nasional (AN) akan disampaikan kepada sekolah dan pemerintah daerah sebagai bahan evaluasi diri dan perencanaan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Tidak ada konsekuensi diberikan terhadap peserta.
"Hasil pemetaan dari AN dapat membantu sekolah, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek untuk melakukan intervensi yang lebih terarah dan berbasis data, sehingga lebih sesuai kebutuhan. Umpan balik dari AN dibutuhkan untuk mendorong transformasi pendidikan ke arah yang lebih berkualitas," papar dia.
Anindito juga menjelaskan di tingkat pusat, Kemendikbudristek sudah hampir rampung mempersiapkan Asesmen Nasional (AN).
Instrumennya, kata dia, telah dikembangkan dengan pendekatan yang baku, namun akan terus disesuaikan berdasarkan data dan masukan.
Penyusunan instrumen tersebut, lanjut Anindito, melibatkan sejumlah pakar dari bidang-bidang terkait.
"Sesuai rancangan program dari awal, pengembangan instrumen dilakukan dengan melibatkan pakar, peneliti, dan praktisi. Selain itu juga mempertimbangkan data dan masukan, termasuk dari penerapan terbatas di Sekolah Penggerak. Umpan balik dari sekolah merupakan hal penting untuk mendapatkan data yang berkualitas dan bermanfaat," tekan dia.
Menurut Anindito, pemetaan hasil AN yang akan bermanfaat secara nasional mencakup banyak aspek pendukung pembelajaran. Dijelaskan dia, pemetaan tidak lepas dari hasil Survei Lingkungan Belajar.
Survei Lingkungan Belajar mengukur aspek-aspek dari sekolah sebagai lingkungan yang mendukung terjadinya pembelajaran.
Hal ini mencakup aspek yang secara langsung berkaitan dengan pembelajaran seperti fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan kepala sekolah.
"Survei Lingkungan Belajar juga mengukur aspek yang menjadi prakondisi bagi pembelajaran seperti iklim keamanan dan iklim kebinekaan sekolah," kata dia.
Iklim kebinekaan yang baik mencerminkan penerimaan dan dukungan terhadap hak-hak semua warga sekolah, terlepas dari latar belakang gender, sosial-ekonomi, budaya, politik, agama, maupun kondisi fisik.
"Rasa diterima dan didukung tanpa diskriminasi ini menjadi prakondisi bagi pembelajaran yang berkualitas," papar dia.
Selain mengukur iklim kebinekaan, Survei Lingkungan Belajar juga mengukur iklim keamanan sekolah. Rasa aman di sekolah juga merupakan prasyarat bagi terjadinya proses pembelajaran.
"Iklim keamanan sekolah mencakup indikator-indikator seperti kejadian perundungan, penggunaan narkoba, dan kekerasan di sekolah," kata Anindito.
Di luar iklim sekolah, lanjut dia, bagian terbesar dari Survei Lingkungan Belajar sebenarnya adalah berbagai aspek yang secara langsung terkait kualitas pembelajaran.
"Ini mencakup indikator-indikator fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan instruksional kepala sekolah," pungkas Anindito.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Nadiem: Refocusing APBN Tak Berdampak pada Program Prioritas Kemendikbudristek
VIDEO: Mendikbud Nadiem Tak Sabar Ingin Anak-Anaknya Kembali Sekolah Tatap Muka
Mendikbud Nadiem Ajak Mahasiswa Raih Mimpi Melalui Kampus Merdeka
Rapat dengan DPR, Nadiem Ungkap Alasan Ingin Pembelajaran Tatap Muka Segera Dimulai
VIDEO: Nadiem Wacanakan Sekolah Tatap Muka, Sebut PJJ Beri Dampak Negatif ke Siswa
Nadiem: 63 Persen Sekolah Berada di Wilayah PPKM Level 1,2,3 Boleh Belajar Tatap Muka