Ogah bayar ganti rugi kepada Iwan, Polri disebut ingkari hukum
PBHI menyatakan Kejaksaan tidak ada urusan soal ganti rugi buat Iwan. Mereka tetap menuntut keadilan.
Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sumatera Barat mengecam pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Charliyan, soal Polri tidak akan membayar ganti rugi korban salah tembak bernama Iwan Mulyadi. Mereka menyatakan, dengan sikap itu Polri dianggap hendak lepas tangan atas kelalaian anggotanya, Briptu Nofrizal.
PBHI Sumbar selaku kuasa hukum dari Nazar (orangtua Iwan Mulyadi) tetap meminta Polri bertanggung jawab. Iwan bahkan sampai menulis surat ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, buat meminta pertanggungjawaban. Iwan menjadi korban salah tembak dilakukan Briptu Nofrizal, merupakan anggota Polsek Kinali, Pasaman Barat, pada 29 Januari 2006.
"Jadi pernyataan Kadiv Humas Polri tersebut tidak berdasar sama sekali, dan bentuk ketidakhormatan terhadap hukum. Pernyataan Kadiv Humas Polri tersebut semakin melukai rasa keadilan rakyat (Iwan Mulyadi) yang telah lama dipermainkan. Sebagai penegak hukum, harusnya Polri taat hukum, bukan mengingkari hukum," tulis Ketua BPW PBHI Sumbar, Wengki Purwanto, dalam keterangan pers diterima merdeka.com, Selasa (29/12).
Wengki menyatakan, ucapan Anton itu membuktikan Polri lepas tangan. Sebab menurut dia, dalam putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung lima tahun silam, meminta Polri hingga Kapolsek Kinali bertanggung jawab atas insiden itu.
"Sebab itu harus melaksanakan amar putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap, berupa ganti rugi (immateriil) sebesar Rp 300 juta, kepada Nazar (orangtua Iwan Mulyadi). Bukan malah dengan enteng melempar tanggung jawab kepada kejaksaan," lanjut Wengki.
Wengki menyampaikan, Kejaksaan tidak ada hubungan sama sekali dalam perkara ini. Apalagi soal kewenangan pembayaran ganti rugi.
"Pernyataan tersebut sungguh memalukan institusi Polri," tutup Wengki.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Kapan gadis tersebut melapor ke polisi? Korban merupakan warga Old City, Hyderabad. Dia berjalan sendirian ke kantor polisi dua tahun lalu dan mengajukan laporan terhadap ayahnya.
-
Bagaimana polisi menangani kasus pencabulan ini? Adapun barang bukti yang berhasil diamankan oleh polisi antara lain hasil "visum et repertum", satu helai celana panjang jenis kargo warna hitam, dan satu buah jepit berwarna pink. Akibat perbuatan tersebut, pelaku dijerat Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan atau Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual dengan ancaman maksimal pidana penjara paling lama 12 tahun.
-
Bagaimana polisi menangani kasus perundungan ini? Polisi akan menerapkan sistem peradilan anak terhadap kedua pelaku. Kedua pelaku terancam pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp72 juta.
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Buah apa yang sering diincar polisi? Buah yang sering diincar polisi?" Buahndar narkoba.
Baca juga:
Korban salah tembak polisi kirim surat ke Presiden Jokowi
Polri ogah bayar ganti rugi korban salah tembak yang surati Jokowi
Jokowi harus bela warga lumpuh korban salah tembak polisi
Kasus salah tembak polisi ini hancurkan masa depan korban