Pakar Hukum UGM Sebut Revisi UU Menguatkan KPK Jika untuk Jaga Independensi
Adanya Dewan Pengawas akan berfungsi memperkuat KPK jika diarahkan untuk menjaga independensi dan profesionalisme KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang dipunyai.
Rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) telah disepakati anggota DPR menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Nurhasan Ismail menuturkan, perubahan UU akan memberikan penguatan atau pelemahan terhadap obyek yang diatur, tergantung kepada karakter substansi perubahan.
"Isu perubahan UU KPK bisa dinilai memperkuat atau memperlemah kedudukan KPK tergantung substansi perubahan. Oleh karenanya harus dicermati satu persatu, sehingga bisa dinilai sebagai penguatan atau sebaliknya," ujar Nurhasan di Yogyakarta, Sabtu (7/9). Dikutip dari Liputan6.com.
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Apa isi pemberitaan yang menyebutkan Prabowo Subianto terlibat dugaan korupsi? Prabowo terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai USD 55,4 juta menurut isi pemberitaan tersebut dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage bekas dengan pemerintah Qatar. Uang ini disebut yang dijadikan modal Prabowo dalam melenggang ke pilpres 2014.
-
Apa yang dilimpahkan Kejagung ke Kejari Jaksel dalam kasus korupsi timah? Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan tahap II, menyerahkan tersangka dan barang bukti kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.Adapun yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) adalah tersangka Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.
Terkait adanya Dewan Pengawas KPK, menurutnya, bisa untuk mengawasi kinerja KPK, termasuk tindakan penyadapan. Adanya Dewan Pengawas akan berfungsi memperkuat KPK jika diarahkan untuk menjaga independensi dan profesionalisme KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang dipunyai.
Namun sebaliknya, perubahan dinilai melemahkan KPK jika diarahkan untuk menghambat KPK melaksanakan tugas dan wewenangnya secara independen dan profesional.
Begitu juga terkait kewenangan penyadapan. Menurut Nurhasan, perubahan UU akan dinilai melemahkan KPK, jika dimaksudkan untuk meniadakan kewenangan penyadapan dan menghambat proses penyadapan.
"Apakah revisi itu akan meniadakan dan menghambat proses penyadapan yang benar-benar diperlukan dalam rangka menemukan alat bukti, yang urgen diperlukan untuk memperjelas tindak korupsinya? Bagaimana jika justru sebaliknya, untuk mendorong ke arah penyadapan yang profesional dan vital untuk memperkuat pembuktian? Itu yang harus dicermati, sehingga tujuan revisi adalah semata-mata demi memperkuat kedudukan dan kewenangan khusus KPK dalam hal penyadapan," ucap Nurhasan.
Nurhasan juga menyoroti substansi Surat Penghentian Penyidikan atau SP3. Tidak diberikannya kewenangan SP3 kepada KPK dinilai bertentangan dengan nalar filosofis dan sosiologis hukum.
"Tidak adanya kewenangan SP3 bertentangan hakekat dan karakter manusia yang lemah dan terbuka berbuat salah, karena para manusia di KPK bukan Malaikat," ucap dia.
Dari sisi sosiologis, tidak adanya kewenangan SP3 telah menyebabkan KPK terperosok pada perbuatan yang melanggar hak asasi manusia, dari orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka namun kemudian tidak terbukti melakukan korupsi.
"Oleh karenanya perubahan UU KPK yang akan memasukkan kewenangan SP3 harus dimaknai sebagai pelurusan kinerja KPK & bukan pelemahan KPK," tambahnya.
Terkait poin revisi yang meminta agar latar belakang penyidik yang harus berasal dari Polri dan Kejaksaan. Menurutnya, hal itu harus dipahami dari beberapa aspek. Pertama bahwa KPK merupakan lembaga Adhoc yang akan tetap ada selama korupsi masih berlangsung.
Dalam kedudukannya yang demikian, maka wajar jika penyidik diambil dari Polri dan Kejaksaan. Kedua, kalau KPK harus mengangkat penyidik independen dan profesional, maka konsekuensi logisnya akan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk mempersiapkan penyidik independen tersebut.
"Paling tidak, Ini harus dinilai sebagai pemborosan sumber daya ekonomi dan manusia, sementara sudah ada penyidik yang siap untuk dimanfaatkan. Jika dalam perubahan UU memasukkan substansi ini, maka hal tersebut harus dimaknai sebagai penegasan agar tidak terjadi pemborosan dana dan sumber daya penyidik yang sudah ada," pungkasnya.
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
PSI Tolak Revisi UU KPK, Sebut Upaya Lemahkan Pemberantasan Korupsi
Revisi UU KPK, Presiden Jokowi di Pihak Mana?
Revisi UU KPK Dinilai Cacat Formil
KPK Duga Ada Upaya Sistematis Pelemahan Pemberantasan Korupsi
'Tak Ada Jalan Lain, Presiden Harus Menolak Revisi UU KPK'