Panas Terik Melanda Jabodetabek di Tengah Musim Hujan, Ini Penjelasan Pakar Meteorologi
Panas melanda Jabodetabek di tengah musim hujan dalam beberapa waktu terakhir.
Sejumlah wilayah Jabodetabek malah dilanda panas terik dalam beberapa waktu terakhir.
Panas Terik Melanda Jabodetabek di Tengah Musim Hujan, Ini Penjelasan Pakar Meteorologi
Memasuki penghujung tahun, Indonesia umumnya memasuki musim hujan. Namun, sejumlah wilayah Jabodetabek malah dilanda panas terik dalam beberapa waktu terakhir.
- Analisis BMKG soal Cuaca Ekstrem Picu Banjir hingga Longsor di Sukabumi
- Analisis BRIN soal Penyebab Muncul Banyak Siklon Tropis
- Waspada, Ini Ciri-Ciri Angin Puting Beliung Ekstrem Muncul seperti di Rancaekek
- Waspada, Hujan Disertai Kilat dan Angin Kencang Diprediksi Landa Wilayah Jaksel dan Jaktim Hari Ini
Pakar meteorologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian menjelaskan anomali ini karena perubahan iklim memperparah dampak El Nino.
“Musim kemarau makin panjang, musim hujan makin pendek. Bisa hujan deras, besoknya gantian panas terik,” tulis Edvin melalui siaran pers diterima, Senin (25/12).
Edvin menambahkan, dampak perubahan iklim tersebut menjadikan kondisi mendung berhari-hari, namun terasa gerah. Hal itu menyebabkan cuaca tak menentu khususnya di Jakarta.
"Namun berjalan sebentar. Sempat panas terik beberapa minggu yang lalu, kini Senin 25 Desember mulai mendung dan hujan lagi. Di beberapa wilayah lain di nusantara justru mengalami banjir," tutur Edvin.
"Hal ini disebabkan fenomena El Nino yang dampaknya makin parah akibat perubahan iklim," kata Edvin.
"Hawa panas masih sangat terasa. Saat ini belum musim hujan. Kita masih berada di tengah musim kemarau yang memanjang," imbuh dia.
Edvin mencatat, suhu sebenarnya lebih tinggi dari yang dirasakan. Jika kita merasa suhu 36°, tetapi karena dampak El Nino, suhu sesungguhnya adalah 38-39°.
"Kalau kita ke Arab Saudi, terasa seperti 31°, suhu aslinya bisa 36°-37°. Jadi lebih panas dari yang terasa,"
ungkap dia.
Edvin menjelaskan, Fenomena El Nino adalah kenaikan rata-rata suhu air laut Samudra Pasifik yang di atas normal.
Hal ini mengakibatkan curah hujan berkurang dan musim kemarau memanjang.
“Di Indonesia, hal ini sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu dan terus bertransisi,” jelas dia.
Dia memprediksi musim hujan diperkirakan akan terjadi di sekitar Januari sampai Februari 2024, sebelum masuk lagi ke musim panas.
Musim hujan yang pendek ini, menimbulkan kekhawatiran karena curah hujan bisa lebih intens.
"Bencana yang terkait dengan air seperti banjir dan longsor bisa semakin di depan mata," wanti dia.
"Jadi yang dikhawatirkan di Indonesia itu adalah yang basah semakin basah. Seperti yang terjadi di Sumatera Barat yang kena banjir bandang," tutup Edvin.