Para TKI berjiwa sosial tinggi, pulang kampung bantu sesama
Para TKI bergerak di bidang pendidikan dan sosial dengan membangun sekolahan dan yayasan untuk menolong sesama.
Menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, tentu pilihan yang sulit. Meninggalkan keluarga demi harapan menata kehidupan lebih baik lagi. Kepergian mereka biasanya dalam waktu yang sangat lama, hingga belasan tahun atau bahkan lebih.
Masalah yang dihadapi para TKI pun tidak kecil. Yang paling sering adalah tidak sesuainya pendapatan yang diperoleh. Bisa jadi karena agen pemberangkatan yang terlalu besar memangkas potongan, atau karena majikan yang telat menggaji.
Kasus yang tidak kalah mirisnya adalah terjadinya penganiayaan yang dilakukan majikan. Bahkan tidak jarang nasib TKI berujung tragis. Ada yang sampai menderita kecacatan hingga meninggal dunia.
Namun di antara semua itu, tidak sedikit TKI yang sukses dan mendapatkan penghasilan besar. Nah, ternyata para TKI ini ada juga yang memiliki jiwa sosial tinggi. Dengan penghasilan yang diterimanya, digunakan untuk membantu sesama.
Berikut para TKI berjiwa sosial tinggi:
-
Bagaimana TKW tersebut menghibur majikannya? TKW berkerudung yang bernama Fitri itu terlihat duduk di samping majikan yang sedang memegangi kepalanya. Ia kemudian menawarkan diri untuk membacakan sholawat.
-
Apa yang ditemukan di TKP? Petugas Polsek Denpasar Selatan mengamankan sejumlah barang bukti di TKP. Bukti yang diamankan berupa KTP, kartu nikah, dompet warna cokelat, Kartu Indonesia Sehat, kartu vaksin covid, dan kabel catok rambut warna hitam yang dipakai melilit leher korban.
-
Apa yang dijual oleh mantan TKW Hong Kong itu? Ayu Dini, wanita yang dulunya pernah berprofesi sebagai TKW, mengawali usahanya dengan berjualan basreng di pinggir jalan, ia kini meraih sukses besar.
-
Apa alasan KWI menolak izin kelola tambang? Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut," kata Marthen, melalui keterangan tertulis, dikutip Senin (10/6).
-
Siapa yang memberikan pembekalan kepada TKS Pendamping TKM Pemula? "Kapasitas, kapabilitas serta kecakapan TKS dalam mendampingi kelompok wirausaha TKM Pemula sangat menentukan keberhasilan dalam mewujudkan wirausaha baru yang berprospek untuk tumbuh dan berkembang, " kata Staf Khusus (Stafsus) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Titik Masudah saat memberikan pembekalan TKS pendamping TKM Pemula tahap III tahun 2023 di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (14/11).
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
Jadi TKW karena niat membangun yayasan sosial
Nur Miftahul Jannah (34), mantan tenaga kerja wanita (TKW) di Kota Malang, rela mencurahkan hidup dan hartanya buat merawat orang-orang dalam kesulitan. Setidaknya ada tujuh pasien dengan penyakit berat diurus di yayasan sosial miliknya.
Ketujuh pasien, di antaranya anak-anak, mendapat biaya pengobatan sekaligus bantuan hidup selama perawatan. Tujuh pasien di antaranya menderita tumor perut, kanker darah, bayi tanpa tempurung kepala, bayi kelainan organ, dan bayi dengan kanker kelenjar.
Mifta, sapaan Miftahul, menempatkan mereka dalam ruang bangunan dua lantai dilengkapi oksigen dan peralatan medis. Sehari-hari, dia merawat para pasien bersama anggota keluarga menunggunya.
"Sekarang yang tinggal di sini tujuh pasien, keseluruhan menderita penyakit berat," kata Mifta, Selasa (8/3).
Rumah dipakai sebagai tempat perawatan pasien itu berada di Jalan Muharto Gang V RT 03/ RW 10 Kelurahan Kota Lama, Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang. Ibu satu anak ini juga merawat bayi-bayi terlantar dibuang orangtuanya. Keseluruhan berjumlah 45 anak, tetapi tidak semuanya tinggal serumah. Hanya tiga balita tinggal bersamanya.
"Ada anak yatim piatu yang masih memiliki nenek dan kakeknya. Mereka masih tinggal bersama kerabatnya. Tetapi biaya sekolah dan kebutuhan kita tanggung. Kalau yang tinggal di sini bayi-bayi yang terlantar," ujar Mifta.
Mifta merawat luka para pasiennya yang tinggal di rumahnya itu. Mereka rata-rata sedang menunggu jadwal operasi atau usai operasi dilakukan oleh rumah sakit. Empat tempat tidur dikhususkan bagi pasien berat disediakan buat istirahat. Tempat tidur itu bisa diatur posisinya dengan fungsi hidrolik. Sementara untuk pasien ringan dan anak-anak menempati tempat tidur biasa.
Mifta juga memiliki kursi roda, tabung oksigen, peralatan medis, dan mobil ambulans. Selain itu juga memiliki mobil jenis minibus dipakai antar jemput pasien.
Mifta sebelumnya 14 tahun menjadi TKW. Hasil kerjanya itu sepenuhnya dipakai buat kegiatan sosial. Karena sejak berangkat sebagai TKW, dia memang berniat mencari uang buat mendirikan yayasan sosial.
"Memang niat awalnya ingin membuat yayasan sosial. Awalnya sih ingin panti asuhan, bayi yang tidak diinginkan orangtuanya atau apa gitu," ucap Mifta.
Mifta awalnya berangkat ke Singapura tahun 1997, setelah sebelumnya masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama tiga bulan. Dia juga sempat menjadi tukang semir sepatu dan jualan koran.
"Saya lulusan SD, kelas 6 ketemu teman-teman diajak nyemir sepatu di Gajah Mada Plaza. SMP cuma 3 bulan, saya ikut ke Singapura. Dulu bisa, masih mudah. Tahun 1997 ke Singapura," kata Mifta.
Selama tiga tahun, Mifta menjadi TKW di Singapura. Kepergiannya memang untuk mencari nafkah, dan belum terbesit keinginan apapun termasuk mendirikan yayasan.
Namun setelah pulang, kondisi keluarganya yang sudah bermasalah semakin berantakan. Kedua orang tua cerai dan membuatnya tinggal hanya bersama sang ibu.
Saat itulah muncul keinginan untuk membangun yayasan sosial yang mengurus anak-anak kurang kasih sayang. Mifta benar-benar merasakan jauh dari kehidupan kabanyakan anak saat itu.
"Tahun 2000 kembali jadi TKW lagi, karena ingin membangun yayasan sosial," katanya.
Pulang dari Hong Kong, TKW bangun sekolah untuk anak petani
Menjadi sosok yang inspiratif bukanlah hal yang sulit. Setiap orang bisa menjadi sosok seperti itu dari mana pun mereka berasal. Seperti yang dilakukan oleh Heni Sri Sudani, mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong, yang menyediakan tenaga pendidikan untuk para anak petani.
Pada 2013, kegiatan ini pun sudah berjalan dengan jumlah murid sebanyak 500 orang dari lima kampung di Bogor, Jawa Barat.
"Harapan kegiatan ini bisa membantu meningkatkan taraf hidup petani dan keluarganya. Lebih dari itu, saya ingin membuka mindset para petani dengan berinteraksi dengan para pengunjung dan membagikan ilmu pertaniannya kepada mereka. Dengan begitu mereka akan tahu bahwa ilmu itu berharga," imbuh Heni, (20/4/2015).
Komunitas itu pun didesain dalam berbagai program seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sosial. Selain itu, para relawan juga akan membagikan beberapa kebutuhan petani seperti sembako, pakaian, perlengkapan salat, dan alat tulis.
Kegiatan ini juga dibantu oleh para donatur dari berbagai penjuru dunia yang memberikan zakat dan infaq untuk para petani. Heni mengaku ada donatur yang datang langsung untuk menyaksikan kegiatan komunitasnya, hingga rela menjadi pengajar.
Heni sendiri tak percaya apa yang dia lakukan akan mendapat respons positif dari banyak orang, sehingga dia bisa mewujudkan mimpinya untuk membantu orang lain. Heni berharap dia dan suaminya bisa terus menjadi individu yang bermanfaat bagi masyarakat di mana pun mereka berada.
"Meski banyak kesulitan yang kami hadapi, namun kami selalu yakin bahwa kebaikan akan selalu menemukan jalannya. Seperti halnya impian. Jika kita bersungguh-sungguh maka Allah akan menggerakkan semesta untuk membantu kita mewujudkannya," tutup Heni.
Bangun sekolah senilai Rp 600 juta
Sejumlah TKI urunan untuk membangun yayasan dan sekolah senilai Rp 600 juta. Lokasinya berada di Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Yayasan diberi nama Baitussalam, dan diresmikan oleh Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat kala itu di tahun 2013.
Saat pertama kali dibuka, sudah puluhan anak mendaftar untuk menjadi siswa di sekolah yang menjalankan program unggulan ilmu Al Quran, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris.
"Hebat, saya kagum dan ini salah satu bukti bahwa TKI sangat bermanfaat bagi kemajuan daerah," katanya. Demikian tulis Antara.
Pembangunan yayasan dan sekolah yang menelan dana sekitar Rp600 juta itu dibiayai oleh para TKI asal Banyuwangi yang pernah bekerja di Taiwan.
Biayanya terkumpul dari iuran dan zakat para TKI sekaligus untuk mendapatkan kenang-kenangan dari hasil kerja mereka selama di luar negeri, dengan memiliki gedung sekolah dan yayasan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar.