Pawai ogoh-ogoh di Semarang juga diikuti karnaval lintas agama
Selain dimeriahkan ribuan warga lintas agama, pawai ogoh-ogoh juga diikuti oleh penampilan Komunitas Semarang Angker yang memakai kostum berbagai bentuk makhluk halus.
Peringatan Hari Raya Nyepi 1939 di Kota Semarang, Jawa Tengah tahun ini tidak hanya dimeriahkan dengan menggelar pawai ogoh-ogoh saja. Namun karnaval lintas agama juga mengiringi pawai ogoh-ogoh yang diarak Minggu (2/4) siang tadi dari titik nol kilometer Kawasan Kota Lama, Kota Semarang, Jawa Tengah menuju ke Balai Kota, Kantor Pemkot Semarang, Jawa Tengah.
Keempat ogoh-ogoh yang didatangkan dari Bali itu adalah; Kalinaya, Narasima, Sangyagana dan Larung. Ogoh-ogoh ini ditandu, dibawa berjoget dan bergoyang dengan iringan musik kecak oleh puluhan anggota TNI-Polri. Selain itu juga sekira 1.000 orang dari 38 kelompok lintas agama ikut memeriahkan acara.
Mereka mayoritas merupakan warga Kota Semarang dari berbagai kalangan lintas agama dan mayoritas dari warga Hindu. Kemudian ada yang datang secara khusus dari Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Bahkan sebagain kecil ada yang datang dari Yogyakarta.
Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, sebelum melepas rombongan dengan memukul gong mengungkapkan pawai ogoh-ogoh jadi tanda ritual budaya bukan hanya milik umat Hindu Kota Semarang. Kegiatan bukan hanya karnaval seninya, tetapi sedulur-sedulur Kota Semarang lainnya juga mendukung karnaval berhasil dan mencapai kemeriahan.
"Terkhusus, ritual pawai ogoh memiliki makna untuk menghilangkan ego dan nafsu dalam kehidupan bermasyarakat," ungkap perempuan yang biasa dipanggil Ita ini.
Ita mengungkapkan jika pawai ogoh-ogoh ini sudah digelar sebanyak lima kali. Kemudian pada tahun ini dikolaborasi dengan karnaval seni budaya lintas agama supaya lebih tercipta suasana toleransi antarumat beragama di Kota Semarang.
"Di saat negara mungkin tidak ada satu aliran kepercayaan tetapi di Kota Semarang luar biasa kondisi. Sehingga lintas agama bisa dikolaborasikan pawai ogoh-ogoh dan seni budaya agama. Ini bisa menjadi contoh bagi kota lain, selain Kota Semarang," terangnya.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Semarang, I Nengah Wirta Darmayana menjelaskan kegiatan pawai ogoh-ogoh ini masih dalam rangka peringatan Hari Raya Nyepi 1939/2017. Hari Raya Nyepi ini dianggap sebagai tahun baru bagi umat Hindu. Maka diwajibkanlah umat Hindu ini untuk mengevaluasi diri dan mensucikan diri.
"Filosofinya ogoh-ogoh tidak terpancang harus bentuknya seperti ini tidak. Ogoh-ogoh kalau di Bali, kita kan Nyepi hari raya Nyepi itu tahun baru. Gunanya untuk mengevaluasi diri apa yang kita lakukan sebelumnya. Kalau di Bali dilaksanakan secara Nyepi. Sebelumnya kita harus mensucikan diri," terangnya.
Visual patung ogoh-ogoh bermakna adalah hal-hal atau sifat buruk yang harus kita enyahkan. Jika sifat buruk bisa kita enyahkan maka untuk tahun kedepan akan bisa hidup lebih baik dan harmonis.
"Salah satu bentuk yang harus kita enyahkan istilahnya adalah Butakala yang berasal dari Panca Maha Buta. Ada Apahtedjo, Bayu, Akase dan Pertiwi. Nah ini yang harus kita enyahkan. Kalau dalam bentuk fisualnya dibentuklah ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh ini makanya dibentuk seram dan lain sebagainya itu yang dienyahkan. Sifat-sifat buruk dari Wana Agung, alam semesta maupun diri kita harus dienyahkan sehingga kalau sifat buruk kita enyahkan insyaallah untuk kedepan tahun berikutnya bisa harmonis," pungkasnya.
Pawai yang ditonton ribuan warga Kota Semarang ini setelah rombongan sampai di Kantor Balai Kota, Pemkot Semarang di Jalan Pemuda, Kota Semarang, Jawa Tengah kemudian ditutup dengan pagelaran sendratari Arjuna Wiwaha, yang menggambarkan perjuangan tokoh pendekar agama Hindu dalam memerangi keburukan dan angkara murka.
Selain itu, dalam barisan terdapat gerombolan berbaga macam bentuk hantu di antaranya pocong, genderuwo, kuntilanak, Nyai Blorong yang membawa ular kesayanganya dan buto ijo.
Penampakan hantu-hantu yang bergentayangan di jalanan ini diperagakan Komunitas Semarang Angker, yang merupakan komunitas penjelajah tempat-tempat angker yang dianggap menakutkan di wilayah Kota Semarang dan sekitarnya.
Jangankan membuat takut para penonton, mereka justru menjadi obyek foto. "Foto dulu, mumpung ada penampakan di karnaval ini," celetuk Andi Yasa warga Kebunharjo, Kota Semarang bersama pacarnya.
Selain penampilan hantu-hantu menyeramkan dari Komunitas Semarang Angker, aksi seni Kuda Lumping Kridosari Budoyo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah juga ikut hadir memeriahkan acara. Kemudian yang tak kalah menarik adalah barisan kereta kencana dewa Krisna juga menarik perhatian para pengunjung.
Ketua Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Semarang, I Nengah Wirta Darmayana mengungkapkan kereta kencana itu menggambarkan cerita sejarah begawan atau tokoh agama Hindu Krisna. Dengan membawa kereta kencana Arjuna, Krisna berperang melawan angkara murka dan ketidakadilan.
"Itu sebenarnya dari teman-teman Hindu juga yaitu teman-teman Hindu yang ikut tampil pada tahun ini yaitu kereta kencana yang ada dibegawan kita. Cerita Begawan kita ada Arjuna yang mengendarai kereta yang dikendarai oleh Sri Kresna," ucapnya.