Pejabat Pemkab Gresik Kembalikan Uang Haram Hasil 'Sunat' Dana Insentif Pegawai
"Mereka (pihak eksternal) mengembalikan melalui istri terdakwa. Ada daftarnya, tapi saya lupa. Yang dari eksternal," tegasnya.
Sejumlah pejabat di Kabupaten Gresik yang disebut-sebut ikut menikmati aliran dana dugaan korupsi pemotongan anggaran insentif pegawai Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) ramai-ramai mengembalikan uang haram tersebut. Jumlah yang terkumpul, baru mencapai Rp 167 juta dari jumlah keseluruhan Rp 2 miliaran.
Pengembalian uang ini terungkap dalam persidangan dengan agenda tuntutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (15/8).
-
Bagaimana Karen Agustiawan melakukan korupsi? Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? Jaksa Penuntut Umum (JPU) blak-blakan. Mengantongi bukti perselingkuhan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Siapa yang dibunuh karena memberitakan korupsi? Herliyanto adalah seorang wartawan lepas di Tabloid Delta Pos Sidoarjo. Dia ditemukan tewas pada 29 April 2006 di hutan jati Desa Taroka, Probolinggo, Jawa Timur. Herliyanto diduga dibunuh usai meliput dan memberitakan kasus korupsi anggaran pembangunan di Desa Tulupari, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Gresik, Andrie Dwi Subianto mengatakan, pihaknya memang telah menerima sejumlah uang yang diserahkan oleh istri terdakwa M Mukhtar, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kab. Gresik. Uang tersebut berjumlah Rp 167 juta.
"Sudah diserahkan pada kita, uang sebesar Rp 167 juta, oleh istri terdakwa. Uang tersebut diserahkan pada Rabu (14/8) kemarin," ungkapnya, Kamis (15/8).
Dikonfirmasi mengenai asal uang pengembalian itu, Andrie menyatakan jika uang tersebut merupakan uang hasil pengembalian secara kolektif yang dititipkan pada istri terdakwa. Mereka yang mengembalikan uang tersebut adalah pihak eksternal, yang disebut dalam persidangan sebelumnya.
"Mereka (pihak eksternal) mengembalikan melalui istri terdakwa. Ada daftarnya, tapi saya lupa. Yang dari eksternal," tegasnya.
Ia menambahkan, penyerahan uang sebesar Rp 167 juta tersebut, diakuinya masuk sebagai uang pengganti yang dituntutkan jaksa. Dalam tuntutan yang dibacakan tadi, jaksa minta agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar.
"Otomatis uang tersebut masuk dalam hitungan uang pengganti yang telah dibayarkan terdakwa," tambahnya.
Lantas, apakah dengan adanya pengembalian oleh para penerima uang haram tersebut kejaksaan akan mengembangkan penyidikan, Andrie mengaku, masih akan menunggu hasil putusan hakim lebih dulu. "Kita tunggu putusan hakim dulu bagaimana," tegasnya.
Sebelumnya, dalam sidang ini jaksa menunjukkan sebuah daftar atau catatan uang hasil pemotongan insentif yang dibagikan ke sejumlah pihak. Dalam daftar itu disebutkan, ada 4 kali transaksi yang terbagi dalam setiap triwulan. Dalam setiap transaksi, tercatat dana tersebut dibagikan kepada siapa saja, berikut besaran yang diterima.
Di antaranya, untuk internal BPPKAD yang terdiri dari satpam dan cleaning service sebesar Rp 1.250.000. Kemudian untuk pihak eksternal yang terdiri dari pejabat Asisten 1, Asisten 2 dan Asisten 3 diberikan uang sebesar Rp 2 juta pada triwulan pertama. Namun, angka ini berubah pada triwulan berikutnya menjadi Rp 1,5 juta.
Lalu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebesar Rp 2 juta, kemudian untuk Kepala Bagian Hukum sebesar Rp 5 juta. Ada juga untuk 2 ajudan bupati, yang masing-masing diberikan Rp 2 juta pada triwulan pertama. Namun, pada triwulan berikutnya angka tersebut berubah menjadi Rp 15 juta perorang.
Selain ajudan bupati, uang juga diberikan pada sopir bupati dan Wabup sebesar Rp 500 ribu, ajudan wabup sebesar Rp 2 juta pada awalnya dan berubah pada termin berikutnya menjadi Rp 1,5 juta. Kemudian disebut juga peruntukan untuk ajudan Sekda sebesar Rp 1 juta. Namun, angka ini berubah pada termin berikutnya menjadi Rp 500 ribu.
Lalu, selain ke sejumlah pejabat itu, dalam daftar bukti pada triwulan ke 3 yang dimiliki jaksa juga disebutkan adanya aliran dana untuk membayar cicilan utang sebesar Rp 50 juta. Namun, terdakwa tidak bisa menjawab, utang siapa yang dimaksud saat dicecar hakim dengan alasan ia hanya melanjutkan 'tradisi' sebelumnya.
Masih dalam catatan triwulan ke 3, juga didapati aliran dana untuk Sekpri staf Ahli sebesar Rp 27 juta. Tidak hanya itu, dalam daftar juga tercatat untuk pembelian tiket pesawat sebesar Rp 60 juta. Untuk peruntukan tiket pesawat ini, terdakwa mengakui jika uang tersebut digunakan membayar DP (down payment) tiket pesawat untuk liburan dharma wanita BPPKAD.
Dalam daftar berikutnya jaksa menyebut ada penggunaan uang yang terbagi di empat termin untuk setan yang disebut sebagai setan klemat. Jaksa Andrie menyebut untuk setan klemat, ada aliran dana sebesar Rp 7,5 juta; lalu Rp 20 juta; kemudian Rp 12,5 juta; dan terakhir 20 juta.
Setan klemat oleh terdakwa dijelaskan jika yang dimaksud adalah untuk mereka yang mengajukan proposal kegiatan ke BPPKAD. Mereka yang dimaksud adalah bukan berasal dari internal, namun dari luar instansi.
M Mukhtar, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kab. Gresik ditangkap jaksa Kejaksaan Negeri Gresik dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 14 Januari lalu. Ia diduga telah melakukan pemotongan dana insentif pegawai BPPKAD Gresik. Jaksa pun menyita uang sebesar Rp 531 juta dalam kasus ini.
Jaksa pun menuntutnya dengan pidana 5 tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga diharusnya membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar. Bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita negara sebagai pengganti. Apabila harta yang disita tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana 2 tahun penjara.
(mdk/ded)